Saya pribadi kurang sreg dengan bila Ahok maju lewat jalur independen. Bukan apa apa, saya yakin sekalipun melalui jalur independen peluang Ahok menang tetap besar, apalagi dibuktikan dengan dukungan KTP satu juta lebih. Seperti yang saya tuliskan diatas, saat ini musuh Ahok sangat banyak sedangkan dukungan dari Jokowi masih minim. Bila musuh musuh Ahok saat ini terus menerus merecoki langkah langkah Ahok dalam menata Jakarta, tentu tujuan utama kita memilih Ahok yaitu memajukan Jakarta menjadi terhambat pula.
Menurut saya, lebih bijaksana bila ada Partai yang mau mengusung (bukan hanya mendukung) Ahok, sehingga bila ada pihak pihak yang mencoba merecoki langkah beliau ada pihak yang membantu. Sekali lagi mengingatkan, di Indonesia politik dan pembangunan itu nempel seperti perangko dg surat, kemana mana bareng.
Bila di kemudian hari ada langkah langkah Ahok yang direcoki (lagi) oleh legislatif, tentu cukup sulit bagi Teman Ahok yang berada diluar sistem akan melakukan pembelaan. Partai pendukungpun tidak ada kewajiban membela karena mereka tidak mengusung hanya mendukung saja. Kalaupun toh membantu, dengan suara kecil cukup sulit untuk melakukan lobby politik.
Saya pribadi lebih menghargai partai partai yang tidak mendukung Ahok, mengusung cagubnya sendiri untuk bersaing dengan Ahok. Meskipun kalah, tapi kalah terhormat.
Sedikit out of topic, Persoalan Independen ini juga bisa akan bermasalah bila tidak ada partai yang mengusung cagub sendiri, seperti pada pilkada beberapa daerah/kota yang hanya ada satu calon tunggal, yang menyebabkan pilkadanya terkatung katung. Pilkada yang terkatung katung membuat kepala daerah tidak bisa membuat keputusan strategis yang bisa menghambat pembangunan.
4. Aturan yang tumpang tindih
Langkah presiden Jokowi untuk memangkas perda perda menunjukkan bahwa di Indonesia banyak sekali aturan yang saling tumpang tindih dan grey area. Entah karena memang disengaja atau memang tidak tahu, banyak undang undang yang saling bertentangan satu sama lain atau penafsiran peraturannya juga yang masih tidak jelas yang tentu menghambat pembangunan. Kita bisa lihat kasus reklamasi dimana banyak peraturan peraturan yang saling tumpang tindih, sehingga mudah dimanupulasi oleh pihak tertentu.
Bahkan, menteri – menteri kabinet kerja malah saling berdebat sendiri. Kondisi ini juga sangat tidak menguntungkan bagi Ahok. Langkah langkah pembangunannya bisa terus terusan direcoki musuh musuhnya gara gara peraturan yang tumpang tindih dan tidak jelas sehingga mudah dimanipulasi. Selain kerugian pembangunan yang terhambat (yang nanti bisa dibuat alasan oleh mereka bahwa Ahok tidak mampu bekerja) juga ada kerugian non teknis dimana mereka bisa mencitrakan seolah olah Ahok “semau gue”, tidak mengerti hukum, ada kolusi, bahkan sampai korupsi.
The right guy in the wrong place, at the wrong time
Saya ingat dalam film Die Hard 2: Die Harder, Ketika Mayor Grant meremehkan sang lakon Mc Clane dengan berkata: “You are the wrong guy, in the wrong place, at the wrong time”. Bagi saya, Ahok saat ini seperti Mc Clane yang diremehkan, adalah the right man in the wrong place, at the wrong time. Figur yang tepat untuk mempimpin, hasil kerjanya juga sangat baik. Mestinya apa yang beliau hasilkan bisa lebih baik bila posisinya pas dan timingnya juga pas. Sayangnya, banyak pihak yang tidak menyukai Ahok dan ingin menjegalnya dengan segala cara, padahal untuk menghadapi mereka Ahok membutuhkan posisi di tingkat nasional yang kuat dan juga didukung peraturan yang jelas. Hal ini membuat saya mendukung beliau, tetapi juga berharap beliau kalah dalam pilkada.
Saya bisa memahami perasaan Jaya Suprana ketika memberi masukan kepada Ahok. Apa yang saya tangkap dari surat terbuka Jaya Suprana adalah mengingatkan Ahok supaya lebih berhati hati (baca: lebih cerdik) supaya sepak terjangnya tidak dimanipulasi oleh musuh musuhnya sehingga menggulirkan gerakan rasial (Jaya Suprana yang orang semarang tentu masih ingat bagaimana keributan biasa menjadi kerusuhan rasial di kota semarang tahun 80-an pernah terjadi, bahkan kerusuhan itu merembet ke kota kota provinsi lain). Secara tersirat ia mengingatkan bahwa bukan issue rasialnya yang perlu diperhatikan tetapi lebih pada bahwa musuh mampu menggunakan segala cara termasuk untuk manipulasi issue yang bisa menjadi serangan untuk menjatuhkan Ahok.