Mohon tunggu...
Mr. Luke
Mr. Luke Mohon Tunggu... Bankir - omnivora sejati

omnivora sejati..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya Mendukung Ahok, Tapi Berharap Beliau Kalah di Pilkada

19 Juli 2016   12:20 Diperbarui: 19 Juli 2016   12:26 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa kita lihat bagaimana piawainya mereka (musuh-musuh Ahok) mengalihkan kasus suap Sanusi menjadi kasus reklamasi. Kasus suapnya sendiri malah tidak seramai polemik reklamasinya. Demikian juga kasus Sumber Waras yang notebene sudah benar dimata hukum, bisa diplesetkan oleh musuh musuh Ahok bahwa ada permainan disitu ditambah lagi pernyataan KPK tidak ditemukan niat jahat, suatu bahasa yang ambigu yang beberapa waktu lalu menimbulkan polemik. Bahkan setelah KPK mengumumkan bahwa tidak ada tindak pidana korupsi disitu pun, kasus tidak berhenti tapi masih terus berlanjut.

Sayangnya di tingkat nasional ini dukungan Jokowi masih terasa kurang. Bisa jadi karena bawahan yang kurang solid dan kompeten, hal ini terlihat dari para menterinya yang malah membuat “gaduh” sendiri. Minimnya dukungan dari level nasional ini juga tidak menguntungkan Ahok. Kasus RS sumber waras dan kasus reklamasi yang berlarut larut menunjukkan hal tersebut.

Saya percaya bahwa dalam kasus kasus diatas, Ahok berada pada pihak yang benar dan telah bertindak benar sesuai dengan aturan, tapi kasus kasus ini jelas menguras energi Ahok yang “single fighter” yang tentu mengurangi pekerjaan utamanya yaitu membangun DKI. Bisa bisa ini dibikin amunisi pula oleh musuh musuh Ahok bahwa selama kepemimpinan Ahok DKI tidak terlalu berkembang (Bagaimana mau membangun kalau tiap langkah selalu direcoki).

2. Kompetensi Bawahan

Selama mempunyai bawahan yang kompeten, meskipun pimpinan sibuk diganggu urusan external, bawahan mampu untuk bekerja dengan baik bahkan mengembangkan pekerjaannya walau hanya diberi arahan oleh atasan. Sayangnya, pns di DKI masih banyak yang kurang kompeten dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini bisa kita lihat di media massa seringnya Ahok memarahi bahkan sampai memecat bawahan yang dinilai tidak mampu melakukan pekerjaannya. Penyakit menumpuk yang telah menjadi budaya di pns membuat Ahok tidak bisa leluasa mendelegasikan tugas tugasnya karena bawahan belum punya kualitas yang memadai. Contoh kasus scanner, ups, rusun, busway, dan terakhir kasus tanah cengkareng menunjukkan bahwa kualitas pns DKI masih banyak yang harus dibenahi.

Banyaknya sumber daya manusia yang tidak berkompeten ini jelas merugikan Ahok dimana disatu sisi dia harus menghadapi banyak musuh dari luar, disatu sisi dia harus membenahi tubuh pemprov sendiri. Ibaratnya sudah dikepung musuh, tapi tubuh masih sakit dan penuh luka.

3. Ahok, suatu komoditas politik

Tujuan kita mendukung Ahok supaya ia menjabat kembali menjadi Gubernur DKI, dengan harapan memimpin pembangungan ibukota tercinta ini menjadi lebih baik dalam berbagai bidang. Supaya pembangunan berjalan dengan baik tentunya beliau tidak mungkin bekerja sendiri. Dibutuhkan dukungan semua pihak untuk memajukan Jakarta.

Seperti yang saya sebutkan diatas, saat ini kita seperti menjadikan Ahok suatu komoditas politik, baik itu dari sisi Partai politik atau Teman Ahok. Dari partai politik yang mendukung Ahok kesan mendompleng begitu kuat. Partai pendukung Ahok (bukan pengusung) adalah partai yang kursinya relatif sedikit di legislatif atau Partai yang bermasalah. Saya kuatir mereka mendukung Ahok bukan karena memang ingin DKI menjadi maju, tetapi hanya untuk meningkatkan citra partai. Partai partai politik yang merasa tidak mempunyai harapan bahwa kadernya bisa menduduk kursi DKI-1 berusaha mendukung Ahok. 

Ini tentu sangat disayangkan seolah olah Ahok menjadi komoditas politik dimana partai “pendukung”nya berharap meraup suara di legislatifnya. Nasdem, Golkar, Hanura yang notabene partai tanpa kader yang bisa diharapkan mampu bersaing dengan Ahok, alih alih mengajukan calon sendiri atau berkoalisi dengan partai lain, mereka lebih memilih menjadikan Ahok sebagai komoditas untuk meraup untung suara dalam pemilihan legislatif. Kalaupun toh Ahok jadinya bersikukuh untuk maju sebagai calon independen, Partai partai tersebut dapat memakai hal itu sebagai “iklan” untuk menaikkan citra partai dimata rakyat.

Demikian pula dengan Teman Ahok, yang ngotot dengan memberikan pressurekepada Ahok untuk maju lewat jalur independen. Kengototan ini membuat mereka juga malah berkesan seperti partai politik, Partai Independen yang menguasai dan mengusung Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun