Nah lo,
Judul diatas bikin bingun khan? Jangankan anda, saya sendiri yang membuat tulisan ini juga bingung kenapa saya memberi judul seperti itu. Tetapi, memang begitulah apa yang saya pikirkan saat menulis opini ini...
Fenomena Ahok
Ahok, menurut saya adalah suatu fenomena. Ditengah tengah banyaknya kasus korupsi yang bertaburan di negeri ini, boleh dibilang Ahok menjadi “mutiara” di tengah lumpur. Figur lurus, ksatria, tidak kenal takut itulah yang melekat pada diri Ahok sehingga membuat pendukungnya yakin bahwa beliau adalah pemimpin ideal bagi DKI.
Buat saya sendiri, mungkin saya termasuk pendukung dan pengagum beliau. Pernah pada saat pesta pernikahan saudara saya, beliau hadir dan banyak undangan yang berlomba-lomba selfie dengan beliau. Ada dua hal yang membuat saya respek terhadap beliau. Pertama, Ia masih mau menyempatkan untuk hadir meskipun tugas sebagai gubernur tentu sangat menyita waktunya. Kedua, saudara saya yang punya hajatan bukanlah seorang tokoh, artis, konglomerat, apalagi pejabat. Saudara saya ya hanya warga biasa yang kebetulan pada suatu saat pernah menjalin pertemanan dengan Ahok jauh sebelum beliau terjun didunia politik. Kalaupun toh Ahok tidak hadir pada waktu itu, kami semua pasti juga tidak akan kecewa karena memaklumi kesibukan beliau.
Tulus seperti merpati
Menarik menyimak artikel kompasiana dari saudara Asaaro Lahagu . Saya setuju dengan dia bahwa Ahok tulus dalam bekerja untuk memajukan DKI. Kesungguhan beliau dalam membangun jakarta bisa dilihat dari hasil kinerja pemprov DKI. Ketulusannya yang sungguh sungguh itulah yang menarik simpati dari banyak warga Jakarta. Hanya, saya kurang sependapat dengan saudara Asaaro Lahagu yang berpendapat langkah langkah politik Ahok adalah langkah cerdik untuk mengalahkan musuh musuhnya. Menurut saya, Ahok masih kurang cerdik dalam melakukan langkah politiknya.
Di Indonesia, pembangunan dengan politik bak perangko dengan amplop. Supaya pembangunan mulus, langkah politik juga harus mulus. Ada beberapa kondisi dan langkah Ahok yang menurut saya kurang menguntungkan, meskipun kalau saya ditanya balik, belum tentu saya juga bisa menjawab apa atau bagaimana langkah yang lebih baik.
1. Panser
Ketulusan yang dibentengi keras kepala dalam menegakkan peraturan mengakibatkan terlalu keras menggempur apa yang dirasa tidak benar. Bak panser, tidak peduli apa yang didepannya dilibas saja. Disatu sisi, ini menjadi obat manjur bagi hal atau orang yang melakukan tindakan tidak benar, tetapi disatu sisi akan memunculkan begitu banyak “musuh” yang berusaha menjatuhkannya.
Dalam skala daerah, musuh musuh yang ada hanyalah kelas teri (saya nggak nyebut nama ah, takut yang bersangkutan tersinggung dibilang kelas teri -- J) yang mana Ahok pasti bisa menang dengan mudah, tetapi ketika musuhnya mempunyai level nasional, Sulit bagi Ahok sebagai pemimpin level daerah untuk melibas dengan keras. Kita lihat contohnya dari kasus reklamasi, RS Sumber Waras, dan Luar Batang.