Era digitalisasi memaksa kita untuk cerdas dalam menerima dan menyaring informasi. Apalagi gencarnya informasi dari media sosial menuntut kita untuk tidak seratus persen percaya begitu saja sebelum mengecek sumber kebenarannya.
Seperti sore ini sambil menunggu antrian potong rambut saya ambil gawai dari saku celana dan membukanya. Ada yang membuat saya tergelitik untuk segera klik dan membaca isi berita dengan  judul PNS dilarang pakai Whatsapp, ini alasan Pemerintah.
Pembaca seperti saya bahkan yang lain pasti penasaran karena pikiran kita mungkin akan tertuju kepada pemerintahan baru Prabowo-Gibran yang baru saja dilantik menjadi Presiden RI periode 2024-2029.
Informasi itu dihimpun oleh CNBC Indonesia,  bahwa  Pemerintah Hong Kong baru saja mengumumkan larangan menggunakan sejumlah aplikasi di komputer kerja para PNS. Beberapa platform yang dilarang termasuk WhatsApp, WeChat hingga Google Drive.
Alasan larangan tersebut terkait adanya potensi risiko keamanan. Â
Sekretaris Inovasi, Teknologi dan Industri, Sun Dong mengatakan langkah itu dilakukan sebab peretasan jadi masalah yang serius. Dia mencontohkan dua negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan China juga telah melakukan langkah pengamanan yang ketat pada perangkat internalnya.
Presiden kehormatan Federasi Teknologi Informasi Hong Kong, Francis Fong mengatakan agak setuju dengan larangan itu. Harapannya aturan baru bisa mengurangi risiko keamanan dan mengatasi masalah pelanggaran data.
Hal serupa juga disampaikan Direktur VX Research Limited, Anthony Lai. Menurutnya pendekatan pemerintah Hongkong sudah tepat. Dia beralasan sejumlah staf memiliki kesadaran akan keamanan siber yang masih rendah. Selain itu masih kurangnya sistem pemantauan internal yang komprehensif.
Hongkong sempat mengalami kejadian pelanggaran data yang cukup masif awal tahun ini. Kejadian tersebut membahayakan data puluhan ribu orang serta memicu kekhawatiran.
Nah, Â setelah saya baca dan cermati ternyata PNS di negara Hongkong yang mendapat larangan menggunakan aplikasi Whatsapp disebabkan adanya resiko penyalahgunaan data. Kita jangan terkecoh oleh judul sebuah berita sebelum membaca isi beritanya. Sama halnya dengan jangan menilai sesuatu dari covernya. Kualitas isi buku konon tidak bisa dinilai hanya dari melihat sampul luarnya saja. Tentu saja ini benar.
Namun kaidah ini tidak selalu berlaku. Artinya, benar-benar ada sebuah momen ketika cover itu penting dijadikan landasan untuk menilai sesuatu. Mari cerdas dan bijak menilai sesuatu, Â karena sebenarnya orang yang cerdas saat ini adalah orang yang pandai menyaring informasi.