[caption id="attachment_355767" align="aligncenter" width="300" caption="suasana angkutan lebaran di stasiun pasar senen pada tahun 2009 (foto: Yos Asmat)"][/caption]
Oleh; Akhmad Sujadi
Angkutan lebaran menjadi hajat rutin tahunan untuk melayani warga yang akan mudik di kampung halaman. Para kaum urban di kota besar khususnya Jakarta Bandung dan kota-kota besar silaturahmi dengan orang tua, sanak famili dan rekan-rekannya di kampung. Mudik telah membudaya sekian lama bagi bangsa Indonesia.
Kebutuhankrusial saat mudik pada angkutan. Angkutan umum kereta api (KA) menjadi tulang punggung angkutan darat. Bertahun-tahun angkutan di atas jalan rel ini melayani ribuan warga yang mudik ke kampung halaman. Pada masa lalu sebelum tahun 2010, pemandangan ketidaktertiban angkutan massal ini. Penumpang berjubel, penumpang di kabin lokomotif, disambungan kereta, bahkan pernah pula ada yang di atap.
Setelah sekian tahun berakrobat dengan pelayanan angkutan lebaran yang karut marut, KA telah berubah menjadi angkutan yang tertib, aman, nyaman dan menjadi pilihan utama pemudik. Melalui revolusi pelayanan KA, lebaran yang dulu selalu heboh, kini telah tertib. Berbagai kebijakan KAI dalam mengatur kapasitas peron, kereta dengan sistim yang permanen telah berbuah manis. Penumpang terlayani manusiawi.
Terwujudnya pelayanan yang tertib, aman dan nyaman tentu melalui pemikiran dan kerja keras seluruh insan kereta api. Siapa lagi kalau bukan Ignasius Jonan dan Sulistyo Wimbo Harjito sebagai motivator, kreator dan komando langung angkutan lebaran dengan KA. Mereka berdua berjasa besar dalam mendorong KAI tumbuh menjadi perusahaan kelas wahid di negeri ini. Bagamana proses menuju puncak? Yu kita ikuti ulasanya.
[caption id="attachment_355769" align="aligncenter" width="300" caption="ignasius Jonan mendengarkan keluhan penumpang di stasiun Pasarsenen saat pertama menjabat Direktur Utama PT KAI tahun 2009 (foto:Yos Asmat Saputra)."]
Pertama kali menangani angkutan lebaranpada tahun 2009 Dirut PT. KAI Ignasius Jonan,belum dapat berbuat banyak melakukan perubahan. Tahun 2009pertama ia duduk sebagai Direktur Utama PT. KAI. Karena baru pernah mengalami angkutan lebaran, maka wajar kondisi angkutan lebaran masihkarut marut,semrawut. Antrian penumpang mengular, peron penuh sesak dan hiburan orkes dangdut mewarnai hajatan PT. KAI, terutama di Stasiun Pasarsenen, membuat angkutan lebaranmakin meriah.
Percaloan tiket KA terutama di Stasiun Gambir dan Pasarsenen yang merupakan barometer pelayanan PT. KAI, para caloterang-terangan tanpa ewuh pakewung menawarkan dengan leluasa, kondisi inijuga belum teratasi secara tuntas. Meskipun pada masa lalu jajaran PT. KAI sudah berusaha maksimal hasilnya belum tuntas.
Pemandangan di dalam kereta kelas ekonomi dan bisnisjuga penuh sesak manusia. Kondisi semacam ini pada masa itumenjadi pemandangan umum setiap lebaran tiba dan dianggap hal biasa.Namun semua rencana perubahan besar telah disiapkan dan segera dirintis untuk melakukan perubahan pelayanan angkutan lebaran.
Paradigma pelayanan angkutan lebaran diubah. Semula produk oriented dirubah menjadi costumer oriented. Semula PT. KAI fokus pada produk dirubah menjadi fokus pada pelayanan pelanggan. Sehingga pelayanan yang manusiawi dalam pelayanan angkutan lebaran lebih diutamakan dan hasilnya semua orang dapat melihat danmerasakan perubahan besar layanan perkeretaapian.
Ketertiban, keamanan dan kelancaranangkutan lebaran mulai nampakdan dapat dirasakan para pengguna jasa pada lebaran tahun 2011. Pelaksanaan angkutan lebaran tahun 2011merupakan awal perubahan drastis pelayanan PT. KAI dalam pelayanan kepada para pengguna jasa. Contohkecil ketika masih adapenumpang berniat mau naik KA dari Depo Kereta Jakartakota, namun niat itu bisa digagalkan oleh jajaran Kamtib.
Untuk mencegah penumpang naik dari Depo Kereta Jakartakota, diantisipasi. Salah satunyadengan memasang spandukberisi laranganpenumpang naik dari Depo Kereta Jakartakota. Kereta juga dijaga petugas kemananan dari internal dan Brimob. Sejak kereta masuk ke Depountuk pembersihan dan pemeriksaan teknik rangkaian kereta sudah dikawal petugas pengamanan, sehingga tidak ada satu pun penumpangberaninaik ke dalam kereta.
Penumpang diwajibkan naik KA dari peron stasiun. Penumpang yang menuju Depo langsung diusir agar ke stasiun,sehingga dapat mencegah praktek jual pantat (tempat duduk kereta yang diduduki preman lalu penumpang yang akan duduk harus bayar). Sejak Lebaran tahun 2011 tidak adapenumpang naik dari Depo Kereta. Langkah ini baru dapat terselesaikan dan berhasil setelah sekian lama terlewatkan dari problem-problem rutinangkutan lebaran tahun sebelumnya.
Pemandangan Depo Kereta yang biasanya ramai seperti stasiun setiap lebaran tibadapat dinormalisasi. Depo kereta tidak dipenuhi calon penumpang. Depo Kereta sebagai sarana perawatan dapat merawat, membersihkan dan menyiapkan sarana kereta dengan baik karena kereta tidak diburu penumpang, petugas pun tenang karena ancaman dari para preman yang menjualbangku kereta dapat dihilangkan.
Pada lebaran 2011, masih disediakan keretakhusus untukpenumpang Lansia, Ibu menyusui, Ibu hamil dan membawa anak kecil.Pada dinding kereta dipasangi spanduk “Kereta Khusus Lansia dan Ibu Hamil”. Model-model pelayanan khusus ini karena PT. KAI belum memberlakukan pembatasanpenumpang untuk masuk ke dalam gerbong kereta. PT. KAI masih menjual tiket 150 orang setiap gerbongnya. Sehingga penumpang berjejal dan tidak lagi memberi ruang bergerak khususnya untuk Lansia dan Ibu hamil.
Penyediaan kereta khusus Lansia dan Ibu hamiljuga sering menuai masalah. Suami istri sering kali harus berpisah gerbong karena Istri yang sedang mengandung dan membawa anak kecil diperbolehkan masuk ke kereta khusus Lansia. Suaminya yang segar bugar dilarang masuk. Jadi meskipun ada kereta khusus Lansia dan Ibu hamil tapi belummenjadi solusi. Bahkan keberadaan kereta khusus ini menjadi masalah baru, khususnya bagi keluarga yang pergi berpasangan menjadi tersiksa karena berpisah dengan anggota keluarga.
Kisah lain pemudik yang berdiri sejak stasiun keberangkatan hingga stasiun tujuan yang biasanya menjadi pemandangan umum ketika lebaran tiba. Meskipun serombongan penumpangberumur kurang dari 40 tahun, toh kakinya gempor juga. Mereka bercerita kepada penulis kakinya tidak terasa sebelah. Kaki yang tergencet lebih dari 10 jam karena berdesakanselama perjalanan dari Jakarta ke Jombang,telah membuat aliran darahnya tidak lancar. Mau bergerak sulit, mau melangkah apalagi. Semua sama-sama tergencet penumpang satu sama lain.
Lebih-lebih bagi mereka yang berumur di atas50 tahun, sudah pasti akan kelelahan dan tersiksa sepanjang perjalanan. Suatu kisah cerita keluarga yang mudik dengan kereta Serayu dari Kroya ke Jakarta sekitar tahun 2008 silam. Keluarga itu bilang “Kapok naik KA Ekonomi Serayu kalau pelayananya masih karut marut tidak ada pembatasan penumpang, sehingga anak-anaktergencet sepanjang perjalanan, terutama setelah berangkat dari Stasiun cipari di mana kereta telah penuh sesak.”
Meskipun awalnya dapat tempat duduk dari Stasiun Kroya sebagai awal pemberangkatan, namun sejak Stasiun Maos tidak pernah berhenti penumpang memasuki gerbong. KA Serayu hampir semua stasiun antara Maos-Banjar berhenti. Penumpang yang kesulitan naik lewat pintu dapat masuk ke dalam gerbong melalui kaca jendela yang pecah atau kacanya telah bolong,sehingga di dalam gerbong keretapenumpangnyamirip pepes ikan, berdempet sepanjang perjalanan, keringat bercucuran seperti orang sauna.
Perjalanan KA Ekonomi pada masa lalu sulit untuk tepat waktu karena KA ekonomi harus rela menunggu lebih lama dibanding hari-hari biasa untuk memberikan kesempatan penumpang naik. KA Ekonomi harus menunggu bila harus bersilang di jalur tunggal. Pada jalur ganda pun KA Ekonomi harus sabar disusul KA Eksekutif yang kelasnya lebih tinggi. Perjalanan KA ekonomi sering kali molor terlambat tiba di stasiun tujuan.Makin lama perjalanan makin tersiksa penumpang karena kondisi kereta yang penuh sesak.
Karena kondisi kereta yang penuh sesak, penumpang pun harus rela menahan kencing.Sehingga setiba di tujuan kaki seringkalibengkak, karena sulit bergerak dan mengakibatkan peredaran darah tidak lancar.Toilet kereta juga diduduki penumpang yang tidak ingin tergencet penumpang lain, sehingga toilet tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya untuk membuang hajat dalam perjalanan. Meskipun penderitaan penumpang telah lengkap, hal ini masih dianggap lumrah saat angkutan lebaran pada masa lalu?
Kisah kaki terbentur peron tinggi di Jakarta juga menjadi cerita miris para pemudik, khususnya pada arus balik menuju Jakarta. Karena padatnya kereta, para penumpang KA Ekonomi seringkali mengeluarkan anggota badan, terutama kaki. Ketika melintas di Stasiun Bekasi yang sudah menggunakan peron tinggi, kaki itu terbentur peron. Akibatnya fatal, penumpang harus berkorban minimal 1 kaki bila yang dikeluarkan 1 kaki.Pernah pula kedua kakinya putus karena dua kakinya menggantung, menjulur ke luar pintu.
Untuk mencegah kaki terbentur peron, langkah yang dilakukan pun masih sekedar mengingatkan, belum mencegah secara substansial. Pada lintas Cikampek-Jakarta sebelum memasuki Stasiun Bekasi petugas pengamanan dari jajaran Kamtib ditunjuk untuk memasangkaret penyapu kaki berbahan ban bekas. Lagi-lagi solusinya bukan pada sumber masalah, namun masih sebatas mengingatkan, bukan mencegah secara total agar tidak terjadi. Pada Era Jonan sangat mudah, batasi penumpang seratus persen sesuai tempat duduk, sehingga tidak ada lagi penumpang mengeluarkan anggota badan. Semua masalah beres.
Dengan pemasangan ban bekas setinggi kurang lebih 1 meter, sebelum terbentur peron diharapkan kakinya terbentur oleh karet ban bekas terlebih dahulu. Sehingga penumpang dapat segera menarik kakinya dan terhindar dari benturan peron. Namun alih-alih penumpang tersadar dan segera menarik kaki masuk ke dalam kereta, mereka belum bisa tersadar dengan peringatan dini dalam waktu sekejap sudah terbentur peron. Mereka belum sadar apa yang baru saja terjadi sebagai peringatan dini untuk menghindari bahaya kakinya malah putus.
Ada lagikisah anak, suami istri berpisah di dalam gerbong kereta. Suami naik di mana istri dan anak naik di gerbong lain. Kejadian ini nyata karena padatnya kereta dan untuk masuk kereta dalam 1 pintu tidak memungkinkan lagi. Sedangkan waktu berhenti KA, khususnya di stasiun antara sangat terbatas. Maka berpisahlah ibu, anak dan suami ketika naik KA Serayu dari Sidareja ke Jakarta yang kebetulan bersama penulis.
Kisahpengantar terbawa kereta juga bukan kisah bohongan, namun nyata setiap angkutan lebaran. Sebelum ada larangan pengantar masuk ke peron, pengantar boleh masuk ke area yang saat ini telah steril. Penjualan karcis peron pada masa lalu telah memberikan ruang kepada para pengantar ikut mengantar teman, saudara, anak, istri. Karena saking sayangnyasuami ikut masuk kedalamgerbong kereta.Kisah penumpang terbawa keretasirna berkat penerapan sistem boarding yang ketat, sehingga pengantar tidak bisa masuk peron, apalagi sampai di atas KA dan terbawa.
Semua kisah sedih, tragis dan mirispada lebaran masa silam kini telah sirna. Semua permasalahan yang menyangkut ketidaktertiban sudah teratasi dengan strategi pengaturan pembatasan penumpang, sistem boarding dan sistim penjualan tiket yang tersebar di berbagai tempat dengan durasi waktu yang cukup. Peraturan baru tersebut berlaku permanen mulai lebaran 1434 H tahun 2012.
Dengan pembatasan penumpang, hampir semua masalah yang menyangkut ketertiban, keamanan, keselamatan danpelayanan angkutan dapatteratasi, secara terpadu. “Kenapa tidak dari dulu ya kita batasi penumpangnya?kenapa harus menunggu Pak Jonan? Padahal kan mudah,” kata seorang karyawan yang enggan disebut namanya kepada penulis sambil menerawang bengong.
Sejak lebaran tahun 2012, semua langkah-langkah parsial yang dilakukan pada masa lalu telah dirombak dengan langkah yang lebih masuk akal, permanen dan dapat mengatasi semua permasalahan. Penumpang tidak berdesakan, toilet berfungsi baik, penumpang aman dan nyaman sepanjang perjalanan.
Semenjak diberlakukan pembatasan penumpang, selain memudahkan penumpang juga memudahkan para karyawan operasional dan pelayanan juga tidak repot. Dengan perubahan pelayanan itu, kini ketepatan waktu perjalanan makin membaik. “Ketepatan waktu perjalanan yang dulu merupakan barang langka, kini mulai membaik dan terwujud,nyata dapat dirasakan penumpang.”
Akar masalah ketidaktertiban adalah kapasitas stasiun, peron dan kapasitas kereta yang terbatas. Sehingga perlu diatur dengan pembatasan membeli tiket, masuk ke peron stasiun dan pembatasan penumpangdi dalam kereta yang hanya diperbolehkan 100 % dari tempat duduk yang tersedia di semua kelas KA. Dengan menangani masalah pada akar persoalan pada sumber ketidaktertiban, maka semua masalah dapat diselesaikan secara bersama-sama paralel dengan masalah lain. Kok bisa ya? Ternyata mudah. ###
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H