[caption id="attachment_354843" align="aligncenter" width="300" caption="Angkutan barang dari stasiun Nambo (Foto: Yos Asmat) "][/caption]
Dalam kondisi transportasi yang makin carut-marut yang ditandai dengan kemacetan lalu lintas dan tingginya tingkat konsumsi BBM, maka peran perkeretaapian dilakukan reposisi. Saat ini Jawa identik dengan angkutan penumpang, sementara Sumatera identik dengan angkutan barang. Direksi melakukan kebijakan reposisi angkutan dan peran kereta api (KA) di tengah masyarakat dan perkeretaapian nasional.
Peran angkutan KA di Jawa diarahkan untuk membantu pemerintah dan masyarakat untuk mengalihkan angkutan barang. Sedangkan angkutan penumpang pada koridor-koridor tertentu dilakukan evaluasi operasi KA. Jalur-jalur yang ada saingan dengan jalan tol seperti Jakarta-Bandung frekuensi KA dikurangi, dialihkan ke koridor yang lebih membutuhkan. Untuk saat ini KA Jakarta-Bandung kalah dengan jalan Tol.
Angkutan barang di Jawa diarahkan untuk mengalihkan angkutan barang dari truk dan kapal laut dapat diangkut dengan KA. Beban jalan raya sudah demikian berat, maka harus ditopang oleh KA sebagai tulang punggung angkutan logistik nasional. Sedangkan angkutan penumpang dituntut meningkatkan kualitas pelayanan yang memadai sesuai harapan konsumen.
Pengalihan peran diarahkan untuk angkutan barang di Pulau Jawa yang masih sangat besar. Distribusi logistik yang masih didominasi angkutan truk di jalan raya menunjukkan ceruk angkutan barang itu potensial. Maka transportasi KA harus mengambil peran untuk distribusi logistik di Jawa yang sangat besar, karena pulau ini dihuni hampir 60% penduduk nusantara yang lebih dari 235 juta jiwa.
Daya tarik Jawa sebagai pusat kegiatan ekonomi, telah mendorong distribusi logistik untuk memenuhi kebutuhan tingkat konsumsi di Jawa sangat besar dibanding dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Pulau Jawa yang memiliki populasi penduduk terpadat di negeri ini, telah mendorong distribusi logistik tersentral di Jawa.
Dari total pergerakan logistik di Jawa yang mencapai sekitar 2, 3 milliar ton pada tahun 2008, share angkutan barang dengan KA masih sangat kecil, hanya 0, 96% dari total pergerakan angkutan barang di Pulau Jawa. Dibanding dengan transportasi jalan raya yang menguasai 92, 23%, angkutan barang dengan KA masih sangat jauh tertinggal.
Angkutan barang melalui KA dibanding dengan angkutan laut yang menorehkan angka 6, 79%, angkutan udara 0, 02% juga masih lebih rendah. Pesaing terdekat angkutan KA yaitu angkutan sungai yang mencapai 0,004%. Potensi KA sebagai sarana transportasi darat sangat potensial untuk mengalihkan angkutan barang di jalan raya di Pulau Jawa, karena KA memiliki karakteristik dan berbagai keunggulan; hemat BBM, hemat lahan, polusinya rendah dan memiliki kapasitas angkut yang besar karena mampu mengangkut secara massal.
Transportasi KA memiliki keunggulan dapat mengangkut secara massal, sehingga kapasitas angkut KA akan lebih besar dibanding pesaingnya, terutama truk dan pesawat terbang. Dari tingkat konsumsi BBM KA juga memiliki kelebihan hemat energi dengan tingkat konsumsi 2 liter per kilo meter, namun konsumsi per orang dalam setiap perjalanannya hanya 0,003 liter/km/orang. Bandingkan dengan Bus dengan konsumsi BBM 0,5 liter per km, namun konsumsi BBM per km orang lebih tinggi, 0, 0125%. Sedangkan dari segi biaya polusi, angkutan jalan raya 82, 07% dan KA hanya 0, 30%.
Kecilnya share angkutan barang dengan KA di pulau terpadat penduduknya yang masih sangat kecil ini tidak terlepas dari kebijakan Direksi PT. KAI dan jajaran Perkeretaapian Kementerian Perhubungan di masa lalu yang memfokuskan Jawa, identik dengan angkutan penumpang. Karena basisnya penumpang, maka fokus kebijakan dan pengembangan perkeretaapian di Jawa dikembangkan untuk angkutan penumpang. Sedangkan di Pulau Sumatera identik dengan angkutan barang, maka angkutan penumpang tidak lebih baik dan maju di Sumatera.
Kebijakan jajaran perkeretaapian di masa lalu yang memfokuskan pada angkutan penumpang di Pulau Jawa sangat wajar, mengingat Jawa populasi penduduknya sangat padat, hampir semua suku bangsa di Indonesia ada di Jawa, terutama di wilayah Jabotabek dan Jakarta sebagai ibu kota negara Republik Indonesia. Sedangkan Sumatera terkenal dengan daerah penghasil tambang batu bara, hasil perkebunan Crude Palm Oil (CPO) dan bahan pangan untuk mensuplai kebutuhan di Jawa.
Kebijakan memfokuskan Jawa sebagai basis angkutan penumpang telah membuat fix cost PT. KAI rugi secara nasional untuk membiayai operasional di Jawa yang 90% melayani angkutan penumpang. Antara pendapatan dan biaya operasi secara total di Jawa tidak sebanding, pengeluaran lebih banyak dari pemasukan atau rugi. Angkutan penumpang secara perhitungan tidak menguntungkan, justru angkutan barang bisa laba.”
Sejak era tahun 1990, PT. KAI telah memfokuskan Jawa sebagai sentra pelayanan angkutan penumpang dan Sumatera sebagai sentra angkutan barang. Paradigma Jawa sebagai basis angkutan penumpang saat ini sudah tidak relevan lagi, sehingga kebijakan memfokuskan Jawa sebagai sentra angkutan penumpang tidak lagi tepat, kecuali angkutan perkotaan di Jabotabek dan beberapa angkutan antarkota yang masih memiliki share baik bagi pendapatan.
Ketidakrelevanan memfokuskan Jawa sebagai pusat pengembangan angkutan penumpang karena perkembangan lingkungan tidak lagi sejalan dengan kebijakan perkeretaapian. Kebijakan pemerintah yang mengembangkan infrastruktur di Jawa dengan memprioritaskan pembangunan Jalan Tol Trans Jawa dan beberapa ruas jalan tol lainnya, telah melemahkan daya saing transportasi di atas jalan baja ini.
Selain pembangunan infrastruktur jalan tol, transportasi KA juga terancam dengan hadirnya low cost carrier, tarif murah dalam dunia penerbangan domestik. Sehingga penumpang pesawat tumbuh sangat pesat. Penumpang pesawat bukan lagi hanya golongan elite, namun sudah merambah ke berbagai segmen, aneka golongan ekonomi, karena tarifnya terjangkau.
Trayek KA antarkota yang melayani penumpang jarak jauh Jakarta - Surabaya sudah tersaingi oleh pesawat udara yang menerapkan kebijakan tarif hampir sama dengan tarif KA eksekutif. Rute gemuk angkutan KA Jakarta - Yogyakarta, Jakarta - Surabaya, Jakarta - Semarang angkutan KA kalah bersaing dengan pesawat. Sehingga KA-KA Argobromo Anggrek, Sembrani, Gumarang dan KA-KA eksekutif lainnya yang tarifnya mendekati tarif pesawat, tidak lagi dominan, kalah bersaing dengan pesawat dari segi waktu dan tarif yang terjangkau.
Tidak hanya pada rute-rute jarak jauh, pada rute jarak menengah untuk koridor Jakarta - Yogyakarta, Jakarta - Solo dan Jakarta - Semarang transportasi KA juga kalah bersaing dengan pesawat. Sehingga pada rute Jakarta - Yogyakarta dan Solo, angkutan KA juga tidak dapat optimal dan tidak lagi mendominasi, sehingga pertumbuhan angkutan penumpang stagnan. Angkutan KA hanya penuh pada hari-hari libur dan weekend saja, pada hari-hari biasa sepi penumpang.
Bukan saja pesawat terbang yang menyaingi angkutan KA penumpang di Pulau Jawa ini. Kebijakan pemerintah membangun jalan Tol Jakarta - Bandung yang terkenal dengan jalan Tol Cipularang, telah merontokkan angkutan KA Parahyangan dan KA Argogede yang sudah menguasai pasar bertahun-tahun pada koridor Jakarta - Bandung ini. Sehingga KA Parahyangan yang sudah melegenda sejak tahun 1971, harus dihentikan operasinya sejak tanggal 27 April 2010.
Atas dasar perkembangan lingkungan yang terjadi dengan pesaing dan peluang angkutan barang yang demikian besar, maka PT. KAI melakukan reposisi peran perkeretaapian nasional. Semula fokus pelayanan di Jawa untuk angkutan penumpang akan diubah 50% untuk penumpang 50% untuk angkutan barang. Saat ini angkutan barang di Jawa hanya berkontribusi 15% dari total KA yang dioperasikan.
PT. KAI bertindak cepat, mengantisipasi, menyiapkan dan mengalihkan kiblat pelayanan angkutan penumpang di Jawa ke angkutan barang. Angkutan penumpang yang saat ini komposisinya mendominasi 70% dari total pendapatan perusahaan, akan dibalik secara bertahap hingga tahun 2015, komposisi angkutan penumpang dipatok 30%, dan angkutan barang di target 70%. Komposisi tersebut tidak berarti angkutan penumpang akan stagnan, namun harus sama-sama tumbuh dan berkembang.”
Untuk mendukung program pengalihan angkutan dari penumpang ke angkutan barang, Direksi telah investasi 100 lokomotif dan 2.400 gerbong barang. Untuk dapat mengoperasikan KA barang yang cukup banyak frekuesninya, PT. KAI meminta dukungan pemerintah untuk membangun jalur ganda dari Cirebon-Semarang-Surabaya pasarturi. Pemerintah telah membangun jalur ganda dari Cirebon ke Surabaya. Sehingga dari Jakarta-Surabaya semuanya dobel track.”
Melihat ceruk besar angkutan barang di Jawa Dikresi PT. KAI menaikkan target pertumbuhan pendapatan angkutan barang di Jawa, pada 2011 dipatok mengisi kocek perusahaan Rp 5, 9 trilliun, 2012 Rp 8, 5 trilliun, 2013 Rp 12, 4 trilliun, 2014 Rp 17, 1 trilliun dan pada 2015 dipatok 18, 8 trilliun. Suatu target yang sangat realistis dengan peluang distribusi logistik nasional di Jawa.
Untuk membidik pendapatan hingga Rp 18, 8 trilliun pada 2015, perusahaan yang mempekerjakan 26.952 karyawan ini perlu melakukan investasi lokomotif, gerbong barang, SDM yang andal dan infrastruktur perkeretaapian yang sudah dimulai sejak 2010 ini. Pesanan lokomotif dan gerbong ini ditargetkan akan datang secara bertahap mulai tahun 2011 mendatang, dengan rincian untuk Jawa 100 lokomotif dan Sumatera Selatan 44 lokomotif.
Agar realistis dengan target pengembangan angkutan barang maka pembenahan infrastruktur stasiun muat dan bongkar barang juga harus segera dilakukan, sehingga pelayanan angkutan barang dengan KA dapat berjalan dengan aman, lancar, dan menarik minat konsumen. Pembenahan stasiun angkutan barang seperti Jakartagudang, Sungai Lagoa, Kalimas,TPKB Gedebage, kawasan industri Jababeka dan TPK Cibungur sebagian besar sudah rampung.
Bidikan angkutan barang di Jawa adalah komoditi angkutan dalam jumlah besar, kontinu dan menguntungkan. Angkutan yang dibidik meliputi angkutan peti kemas dan baja coil dari Cilegon , Jakartagudang ke Kalimas, Surabaya ditarget dari 886 ribu ton pada 2010 menjadi 8, 160 juta ton pada 2015. Angkutan peti kemas TPKB Gedebage ke Pasoso dari 300 ribu ton pada 2010 ditarget 2,300 juta ton pada 2015.
Angkutan Semen Holcim dari Cilacap ke Lempuyangan, Solo dan Brumbung dari 700 ribu ton pada 2010 menjadi 2, 000 juta ton pada 2015. Angkutan Aqua dari Ceper ke Jakarta ditarget dari 550 ribu ton pada 2010 menjadi 4,000 juta ton pada 2015. Komoditi lainnya dipatok sekitar 2, 4 juta ton, sehingga total target angkutan barang di Jawa dari 2, 936 juta ton pada 2010 menjadi 18, 860 juta ton pada 2015. Suatu target terencana dan realistis.
Tidak hanya investasi lokomotif, gerbong dan infrastruktur yang digarap PT. KAI. Sentuhan inovasi produk harus mengikuti tren yang berkembang dalam dunia logistik di Tanah Air. Dalam meraih target pendapatan angkutan barang, mengemas produk apik sehingga memiliki nilai jual yang tinggi dengan motto cepat, aman dan tepat waktu.
PT. KAI mulai selektif meluncurkan produk. Menjalankan KA tidak asal jalan, asal nggelundung (Jawa) di atas rel. Meskipun angkutan barang, kini kemasan produknya dengan branding dengan produk yang lebih menjual. Misalnya KA Parcel, dikemas dengan KA Over Nigt Service (ONS) Jakartagudang - Surabaya Pasarturi.
KA ONS dibanding KA Parcel, gerbongnya sama-sama buatan PT. INKA, Madiun. Trayeknya pun juga sama dengan KA Parcel, namun yang dikemas PT. KAI adalah on time performance yang harus tepat waktu. Sehingga tarifnya lebih mahal dibanding dengan KA Parcel biasa. Waktu tempuh atau kecepatan adalah opportunity, peluang yang memiliki nilai jual, sehingga waktu tempuh menjadi komponen atau bagian dari suatu produk yang harus dijual. Waktu tempuh KA ONS Jakartagudang - Surabaya Pasarturi hanya 11 jam, setara dengan waktu tempuh KA Argobromo Anggrek Jakarta - Surabaya.
Kalau dulu operasi KA barang selalu dikalahkan oleh KA penumpang meskipun oleh KA ekonomi, KA ONS tidak diperlakukan sama. KA Unggulan kargo ini tidak banyak berhenti di stasiun untuk mengalah, menunggu KA penumpang lewat. Pola operasi KA ONS telah merubah maindset operasi KA, bahwa KA penumpang tidak boleh menunggu KA barang.”
Pengoperasian KA ONS Jakartagudang - Pasarturi merupakan angkutan parcel dengan konsep ketepatan waktu yang ketat, sehingga apabila KA ONS mengalami keterlambatan, maka tarif yang diterapkan kepada konsumen juga disamakan dengan tarif KA parcel.
Hal ini untuk mendorong jajaran internal PT. KAI untuk membudayakan tepat waktu sebagai salah satu pilar utama perusahaan. Sehingga pada akhirnya karyawan PT. KAI akan menghargai waktu, dan menjadikan Time is money (waktu adalah uang). Suatu konsep bisnis yang apik, berorientasi disiplin tinggi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.
Peluang angkutan barang di Jawa sangat menjanjikan, di tengah keruwetan transportasi darat yang dipenuhi dengan truk-truk besar dengan tonase tinggi dan boros BBM nasional, semestinya kebijakan PT. KAI yang melakukan reposisi peran perkeretaapian nasional mendapat dukungan dari pemerintah dan para stakeholder perkeretaapian.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian sangat mendukung reposisi peran KA dengan memfokuskan angkutan barang di Jawa. Arah PT. KAI sudah bagus membidik angkutan barang. Direktorat Jenderal telah mendukung dengan membangun prasarana rel ganda Cirebon-Surabayaturi yang telah beroperasi sejak April 2014.
Untuk mendukung rencana besar perusahaan mengembangkan angkutan barang, PT. KAI juga telah membentuk anak perusahaan. PT. KA Logistik, yang diharapkan mampu mencari pasar angkutan baru ke beberapa industri besar dan mengembangkan pasar angkutan barang langsung door to door service, sehingga selain memberi umpan kepada corporate, PT KA Logistik juga dapat meraih pendapatan dari jasa pendukung angkutan barang dengan KA, jasa logistik dari user ke stasiun atau sebaliknya. ###
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H