Mendengar diberi kesempatan tiga bulan sang ibu mengucapkan terima kasih kepada tim Humas. Kami bersama Yos melanjutkan perjalanan lagi menuju Pademangan, daerah pemukiman yang juga sangat padat. Reporter TPI pamit tidak bisa ikut, karena harus segera membikin berita untuk menyiarkan hasil liputan.
Kami berdua dengan Yos menyebarang Jembatan Kereta Api Manggadua. Kondisi bantalan kayu  yang sebagianya  telah  lapuk dengan jarak yang  renggang membuat kami takut menggunakan jembatan. Kami memutuskan turun lewat bawah, menyebarang di jalan raya. Lalu kami naik lagi ke atas rel yang kebetulan letaknya cukup tinggi. Kami lalu melanjutkan perjalanan ke Pademanagan.
Belum jauh dari kami berjalan, kami sudah ditunggu beberapa rekan FBR. Kami menyapa sopan. "Assalamualikum. Saya Pak Sujadi dari KAI dilanjutkan dengan bersalaman. Kami berbincang sebentar, menyampaikan, rel KA Kota-Priok akan dihidupkan. "Mereka lalu bertanya, boleh saja dihidupkan. Namun Gardu kami?" mereka sedikit bertanya.
Berdirinya bangunan Pos atau gardu FBR membuat keder banyak orang bahkan menakutkan bagi sebagain  orang. Melihat benderanya saja, orang akan takut, secara psikologis. Apalagi memasuki  pos gardu dan berkenalan dengan orangnya, tentu jarang pada mau untuk membangun komunikasi dengan FBR. Padahal FBR orang-orangnya sangat asyik untuk diajak kerjasama saling membantu untuk kebaikan.
Meskipun ada gardu atau Pos FBR, sebagai komunkator perusahaan Humas berusaha mengenal dan bersahabat dengan para pengurusnya. Â FBR kami dekati, kami kenali, kami rangkul dan kami ajak kerjasama dalam menangani masalah sampah di rel KA di daerah Pademangan. FBR berjasa membantu membuang dan menyelesaikan masalah ratusan ton sampah, bahkan FBR Â ikut terlibat dalam program penanaman pohon di Pademangan yang waktu itu dihadiri Dirjen Perkeretaapian Wendy Aritenang.
Bagaimana mengawali perkenalan dengan FBR?  Mulanya pada suatu siang ketika kami menyapa warga untuk sosialisasi penertiban bangunan liar. Saat  bertemu FBR ketika itu  Humas bersama staf, Yos Asmat Saputra mantan tim KAI yang kini lebih memilih menjadi penyiar radio dakwah dan bertugas di Batam disambuat puluhan pengurus.
"Begini saja Mas, untuk gardu FBR kita bicarakan nanti. kita bicarakan kemudian ya. Saya mau melanjutkan survei dulu ke Priok. Kami meninggalkan nomor HP untuk suatu saat siap dihubungi FBR Pademangan. Â
Pada suatu hari orang tua salah satu pengurus FBR meninggal, kami berusaha melayat pada malam harinya. Hal ini sebai sarana komunikasi, memberikan empati, perhatian tulus atas musibah yang menimpa keluarga pengurus. Kedatangan Humas menjadikan hubungan dengan FBR makin baik. Sehingga dalam hari-hari berikutnya mereka tampil di depan dalam proses pembongkaran ratusan  bangunan di daerah Pademangan.
Kami terus melanjutkan perjalanan. Di daerah Ancol, kami banyak berhenti di beberapa rumah untuk menjawab berbagi pertanyaan warga saat menyampaikan sosialsai. Bagi semua bangunan liar kami sampaikan surat pemberitahuan penertiban, termasuk di warung tukang bakar ikan yang saat itu hanya ditunggui istrinya.
Pada siang hari berikutnya Sang Suami (Alm Zaenudin) datang ke kantor. Protes keras karena bangunanya tidak mau dibongkar namun tidak ada ganti rugi. Untuk meredam yang bersangkutan karena dia minta ganti rugi, Zaenudin kami rekrut menjadi tim bantu bongkar.Â
Saya meminta Zaenudin mencari 10 orang lagi untuk menjadi tim bantu bongkar. Zaenudin kami jadikan Komandan Tim Biru, karena tim ini menggunakan  helm, kaos biru. Di mana mereka bekerja membongkar selalu pakai baju seragam biru.