Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Nasib Pangan di Era Milenial

1 Januari 2019   10:57 Diperbarui: 2 Januari 2019   15:20 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang petani berpakaian jas (ft)

Ikah, Badri, Sarkum dan Sardi. Empat sekawan ini merupakan keluarga petani di Dusun Pakuncen, Bobotsari, Purbalingga (Pakubongga). Mereka berempat bersaudara, Sakum dan Ika sama-sama dapat adikanya Badri. Sementara Badri dan Sardi merupakan kakak beradik. Usia mereka masih mellenial semua, mereka lahir menjelang tahun 1990-an.

Mereka berempat menjadi petani karena turunan orang tuanya. Selain bertani, empat sekawan ini juga memelihara sapi milik tetangga desa. Mereka petani namun tidak punya lahan sendiri. Mereka juga peternak namun bukan sapi miliknya. Karena kondisi itu mereka  hidup mengandalkan hasil pertanian, buruh tani dan menggarap lahan dengan model sewa tahunan.

Sarkum bisa bertani karena membeli sawah sewa tahunan. Demikian pula Badri, adik iparnya menjadi petani, tapi tidak punya lahan. Ia dipercaya seseorang untuk merawat kebun sengon atau besika. Oleh Badri tanah itu diolah ditanami pohon pisang di sela-sela pohon besika. Hasil pisangnya juga tidak terlalu bagus karena pohon pisangnya kalah dengan akar sengon. Meski sedikit, Badri mensyukuri hasil panen pisangnya.

http://bangka.tribunnews.com
http://bangka.tribunnews.com
Sedangkan ikah dan Sardi tidak menggarap sawah. Ia lebih memilih menjadi  buruh tani, ia bekerja bila ada yang membajak atau mencangkul sawah setelah masa panen dan persiapan tanam tiba. Penghasilan mereka berempat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja tanpa lauk bergizi.mereka bisa makan ikan bila mereka mancing di sungai di dekat rumahnya.  Mereka menjadi generasi millenial kurang beruntung.

Empat sekawan ini menggambarkan pemuda-pemuda yang gigih tetap tinggal di desa. Pendidikanya yang tidak tamat sekolah dasar, menjadikan mereka tidak berani ke kota seperti kawan-kawanya yang hidupnya lebih wah, namun penghasilanya tidak lebih besar. Kawan mereka banyak bekerja di rumah makan di Jakarta, sehingga setidaknya asupan makan lebih bergizi dibanding empat sekawan di kampungnya.

Dari penampilan wajah dan keseharianya, teman-temanya yang tinggal di kota Jakarta jauh lebih bersih. Kulitnya yang dulu buluk kini lebih kinyis dan terawat. Mereka yang bekerja di kota sudah enggan untuk mencangkul kembali di sawah. Mereka juga tak mau lagi mencari rumput untuk ternak sapi sebagai pekerjaaan di kampung.

Menjadi petani merupakan usaha turun temurun dari orang tua.  Mereka yang sekolahnya terbatas menjadi penerus mengolah lahan pertanian untuk hidup dan menghidupi bangsa ini. Mereka bekerja untuk memenuhi pangan kita, pangan untuk negeri. Nasib mereka sulit bangkit dengan serba keterbatasan. Meski hidup sulit, wajah mereka ceria bahagia.

Sarkum yang sudah beranak dua ini baru saja menerima bantuan bedah rumah dari pemerintah. Nilai bantunya Rp10 juta, namun duterima dalam bentuk material berupa semen, pasir, besi dan batako untuk merehab rumahnya yang masih di bawah standar keluarga harapan. Lantai rumahnya dari tanah, pagarnya dari kayu dan bambu anyam.

Mendapatkan bantuan, Sarkum gembira tak kepalang. Ia dibantu warga dan para tetangga yang masih saudaranya, bersemangat melangsir pasir dari jalan raya memasuki gang menuju rumahnya. Istrinya yang buruh tanam padi dan jagung sumringah tak bisa menahan bahagia. Dengan semangat kebersamaan, rumah ukuran 7 X 12 meter itu pagar kayu mulai diganti tembok.

Pondasi dan batako mulai terpasang. Para tukang juga dibayar dibawah upah harian di desanya.  Mereka sangat toleran. Semanagt membantu warga telah mengantar kebersamaan untuk mewujudkan mimpi pemerintah dan masyarakat, mengentaskan kemiskinan. Salah satunya dengan bantuan bedah rumah.

Singkat cerita bedah rumah sudah memasuki hari ke-sepuluh namun bangunan belum tampak akan selesai. Malah beberapa material masih kurang. Bantuan yang sangat terbatas membuat pemilik rumah berubah wajah, sumringah menjadi cemberut. Riang menjadi pemurung. Ia memikirkan bagaimana bisa menyelesaikan rumahnya agar menjadi rapih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun