Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beda Banget KRL dan MRT

25 Agustus 2014   13:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:38 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angkutan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek berbeda jauh dengan mass rapid transit (MRT) yang saat ini dalam proses konstruksi antara Lebakbulus-Jakartakota. Angkutan MRT dirancang matang mulai staiun, headway, kebutuhan armada, dan integrasi angkutan dengankawasan ekonomi. SedangkanKRL Jabodetabek diawali ketika Pemerintah Kolonial Belanda membangunjaringan kereta api (KA) lengkap dengan jaringan elektrifikasi di Jakarta yang sekarang telah berkembang menjadi KRLJabodetabek.

Kereta listrik di Jakarta lahirsejak tahun1925, ketikaperusahaan Belanda itu berstatus Staat Spoorwegen (SS).Dengan bangga SS meresmikan pembukaanjalur elektrifikasipertama dari Tanjungpriuk ke Mester Cornelis (Jatinegara) yangdiresmikan bersamaan dengan Hari ulang Tahun SS pada tanggal 25 April 1925 , ketika kereta kayuditarik dengan lokomotif listrik Si Bon Bon.

Seiring perkembangan teknologi kereta api di dunia, Indonesia kebagian imbas. Kereta kayu dan lokomotif listrik diganti dengan KRL. Angkutan KRL sangat cocok dengan perkembangan Ibu Kota Jakarta yang dengan cepat telah menjadi kota metropolitan.Dengan perkembangan penduduk mencapai lebih dari 8 juta di DKI dan puluhan juta di kota penyangga seperti Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi, maka angkutan ini berkembang menjadi angkutan KRL Jabodetabek.

Pembangunan KRL Jabodetabek, dulu,tidak dirancang matang seperti pembangunan MRT yang dibangun Pemerintah DKI Jakarta yang saat ini telah memasuki masa konstruksi. Sejarah kereta listrikJabodetabek dimulai dengan prakarsa SS membangun jaringan elektrifikasi beserta gerbong kayu dan lokomotif listrik, maka pembangunan saat itu belum sesuai dengan kebutuhan saat transportasi saat ini,di mana penumpang terus merangsek naik.

[caption id="attachment_355024" align="aligncenter" width="300" caption="MRT singapura (foto:Wikimedia Commons)"][/caption]

Sejarah transportasi KRL Jabodetabek yang tidak dirancang matang sebelumnya, pengelola KRL kesulitan diberbagai lini. Contohnya untuk meningkatkan kapasitas angkut harus pula dilakukan secara bertahap. Pengadaan KRL dan prasarana pendukungnya juga sumber dananya dari berbagai sumber. Dari APBN melalui Kemenhub, bantuan luar negeri melalui pemerintah dan pengadaan dari dana internal perusahaan. Penambahan armada KRL dapat lebih cepat karena PT. KAI memanfaatkan KRL bekas dari Jepang yang masih cukup handal, sehingga bermodal kereta bekas, PT. KAI dapat meningkatkan pelayanan.

Pada awalnya armada KRL disediakan sepenuhnya oleh pemerintah, PJKA saat itu tinggal menerima , mengoperasikan dan merawat semampunya. PJKAtidak perlu mikir untung rugi karena memang berbentuk jawatan kereta api yang bertugas melayani masyarakat, memberikan pelayanan publik. Semua fasiltas dari rel, kereta, persinyalan sampai stasiun diadakan oleh pemerintah melalui Departemen Perhubungan waktu itu.

Pada tahun 1976 pemerintah mendatangkan KRL baru kelas ekonomi sebanyak 56 unit jenis reostastik dari Jepang. Kedatangan KRL iniuntuk mengganti armada lokomotif listrik dan kereta kayu untuk melayani warga Jakarta dan sekitarnya. Dari 56 unit KRLitu dapat dioperasikan perjalanan KRL ke beberapa rute, diantaranya Jakarta-Bogor, Jakarta-Bekasi, Tanahabang-Serpong dan Jakarta-Tangerang, namun yang paling dominan pada rute Jakarta-Bogor.

Pada tahun 2000, melalui kerjasama bilateral, Pemerintah Indonesia mendapat hibah dari Pemerintah Jepang berupa KRL – AC bekas sebanyak 72 unit KRL. Kedatangan KRL hibah dari pemerintah Tokyo sebanyak 72 unit tu, telah merubah wajah pelayanan KRL Jabodetabek secara drastis. Semula pelayanan KRL hanya dilayani KRL ekonomi, namun dengan datangnya armada KRL hibah yang ber-AC, maka PT. KAI dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan mengoperasikan KRL-AC.

[caption id="attachment_355023" align="aligncenter" width="300" caption="KRL commuter line ex jepang melintas di cilebut, 16 Agustus 2014. (foto: Yos Asmat)"]

14089234591049308942
14089234591049308942
[/caption]

PT. KAI Daop 1 sebagai pengelola KRL Jabodetabek waktu itu, memanfaatkan armada KRL hibahber-AC itu untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dengan tarif sangat kompetitif dan diterima pasar. PT. KAI memanfaatkan 72 unit KRL bekas dari Jepang itu untuk menjalankan KRL jenis Ekspres ber-AC. Dengan armada yang terbatas itu, PT. KAI berhasil meluncurkan produk bernilai berupa KRL Pakuan Ekspres Jakarta-Bogor. Lalu KRL Bekasi Ekspres Jakarta-Bekasi. KRL Serpong Ekpsres Serpong-Jakartakota dan KRL Benteng Ekspres Tangerang-Duri-Tanahabang-Sudirman-Manggarai.

KRL hibah dari Jepang ini telah memicu naiknya pendapatan PT. KAI Daop 1. Waktu terus berjalan, seiring perkembangan organisasi,pengelolaan KRL dipisahkan dari Daop 1 dan dibuat Divisi tersendiri,Divisi Jabotabek. Pembentukan Divisi Jabotabek dimaksudkan agar pengelolaanlebih fokus dalam pelayanan KRL. Organisasi terus berkembang dan saat ini Divisi Jabotabek telah berubah menjadi anak perusahaan, PT. Commuter Jabodetabek, PT. KCJ. Sebelum menjadi PT. KCJ, pada tahun 2005, Divisi Jabotebek membeli 8 unit KRL JR 203. KRL ini menambah kekuatan armada ber-AC pada waktu itu.

Pesatnya pertumbuhan penumpang harus diikuti dengan penyediaan sarana dan prasarana kereta yang memadai, untuk itu PT. KCJ sebagai anak perusahaan PT. KAI, terus mengadakan KRL bekas dari Jepang sebagai modal awal dalam pengembangan angkutan KRL di Jabodetabek. Pengadaan KRL bekas yang harganya jauh lebih murah, seper sepuluh harga KRL baru terus dilakukan PT. KAI melalui PT. KCJ.

Dengan bermodalkan KRL bekas dari Jepang, PT. KCJ merintis sebagai operator perkeretaapian swasta di tanah air. PT. KCJ bersama PT. KAI sebagai induk terus berbenah memperbaiki pelayanan KRL Jabodetabek. Tidak hanya menambah armada KRL ber-AC saja namun juga penertiban kios, penataan stasiun, parkir dan penerapan tiket elektronik yang telahdiberlakukan sejakbulan Juli 2013.

Upaya-upaya yang dialkukan PT. KAI belum cukup karenaperlu menambah kapasitas angkut dengan memperpanjang rangkaian dari 8 menjadi 10 kereta. Perpanjangan peron telah dalakukan dan dari 8 menjadi 10 kereta telah dinikmati konsumen pada lintas Jakarta-Bogor. Perpanjangan rangkaian belum menjamin kelancaran perjalanan. Karena itu PT. KAI harus bersinergi dengan pemerintah untuk membenahi sistem persinyalan tahan petir. Beda banget antara KRL dan MRTkan? ###.

Oleh: Akhmad Sujadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun