Mohon tunggu...
Suhmawardi
Suhmawardi Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat di Nuzhola Islamic Studies

|| Hidup adalah Kebun, Olahlah! ||

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makassar "Kota Kebakaran"

26 September 2011   10:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EMPAT BULAN belakangan ini, bunyi sirine dari mobil pemadam kebakaran yang melaju di tengah kepadatan jalan menjadi pemandangan biasa. Kurang lebih ada sekitar sepuluh lebih yang kusaksikan secara langsung.

Karena begitu seringnya para penakluk si Jago Merah ini lewat, sempat terlintas dalam hatiku:


Kenapa sering terjadi kebakaran di kota Anging Mammiri ini, apakah kebakaran telah menjadi hobi masyarakat disini, atau apa gerangan sebenarnya?

Kebakaran sebagai “hobi” ? Hmm, tentu saja ini adalah sebuah kelakar semata yang tentu tidak perlu ditanggapi serius.

Betapa kaget diriku ketika melihat data dari dinas pemadam kebakaran kota Makassar bahwa telah terjadi sekitar 60 lebih peristiwa kebakaran di Makassar dan sekitarnya dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir. Rata-rata penyebabnya adalah korsleting aliran listrik. Selain itu, musim kemarau panjang juga punya kontribusi di balik peristiwa kebakaran.

Dari hal demikian, setidaknya ada dua hal yang bisa disimpulkan faktor-faktor penyebab peristiwa kebakaran. Pertama, aliran listrik yang korslet, dan kedua faktor alam yang panas sehingga membuat kota ini meranggas kering hingga mudah terbakar.

Jika demikian, kesimpulan dari faktor-faktor tadi seolah lebih mengesankan bahwa kebakaran yang terjadi lebih dikarenakan keteledoran maupun ketidaksengajaan.

Ya, boleh punya anggapan seperti itu, tapi unsur kesengajaan juga pasti ada. Kebakaran Pasar Sentral, sebagai kebakaran terbesar yang belum lama terjadi di kota Makassar, unsur kesengajaan sepertinya lebih kuat ketimbang unsur ketidaksengajaan.

Jika kita menganalisa berbagai peristiwa kebakaran di pasar dan sejenisnya biasanya tidak terlepas dari sejumlah persoalan, entah itu rencana pembangunan gedung, relokasi, dan macam-macam, dimana terjadi ketidaksepakatan antara para pedagang pasar dengan pengembang ataupun pihak pemerintah.

Kebakaran di Pasar Tanah Abang Jakarta beberapa tahun silam juga punya latar belakang yang hampir sama dengan kebakaran di Pasar Sentral Makassar. Pasar Tanah Abang sengaja “dibakar” karena proses komunikasi antara pedagang dengan pemerintah mandeg dan sulit dicapai kesepakatan. Keduanya saling ngotot.

Di satu sisi, para pedagang ingin ganti rugi yang layak dan mereka diberi fasilitas harga sewa yang murah kelak pasar atau tempat yang telah jadi. Karena memang setiap kali sebuah pasar diganti, harga sewa lapak, ruko menjadi lebih tinggi dibanding sebelumnya. Para pedagang yang sudah puluhan tahun di tempat itu justru kehilangan tempat usahanya karena tidak mampu membeli ataupun menyewa.

Di sisi lain, dinas pemerintah untuk tata ruang perkotaaan seringkali beralasan bahwa pasar tradisional yang ada sekarang sudah tidak layak. Pasar tradisional selalu dianggap mengganggu keindahan kota. Alasan seperti ini sebetulnya bisa diterima, tapi niat Pemda lebih sering mengedepankan kepentingan pengusaha yang akan mengembangkan proyek pembangunan pasar baru.

Hmm, memang panjang urusannya jika bicara masalah kebakaran, khususnya kebakaran di Pasar. Pasar Sentral aku yakin tak jauh berbeda dengan pasar Tanah Abang. Artinya kata “kebakaran” Pasar Sentral konotasi maknanya tidak sekedar merujuk kegiatan tanpa subjek atau pelaku aktif. Pasar Sentral benar-benar “dibakar”.

Sinyalemen ini lahir ketika beberapa hari sebelumnya, aku mendengar berita di sebuah stasiun radio yang mengenai tidak adanya titik temu dalam masalah harga ganti antara pedagang dengan Pemda selaku penanggungjawab.

Selang dua hari ketika berada di Pete-Pete, sopir menoleh kepadaku dan berkata, “mau kemanaki? Kalau ke Sentral macet, ada kebakaran”, sambil menunjuk ke gumpalan awan hitam yang membumbung ke angkasa. Sekelebat, pikiranku langsung menghujam “Pasar Sentral di-bakar!”

“Kebakaran sebagai Hobi”, sepertinya lebih tepat “Hobi Membakar Pasar”. Siapa pelakunya? Aku, kamu, dan kalian semua pasti sudah tahu jawabannya!

Dan sialnya, peristiwa kebakaran disusul kesibukan para anggota pemadam kebakaran yang membelah kepadatan jalan serta bunyi sirine mobil Damkar telah menjadi tontonan yang menghiburkan bagi masyarakat. Hmm, benarkah seperti itu? Gue aja kali…..

Selamat datang di Makassar "Kota Kebakaran"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun