[caption caption="nasional.tempo.co"][/caption]Beberapa waktu yang lalu, karena waktu melesat begitu cepat, saya tidak ingat pasti sudah ada satu tahun atau belum ketika saya begitu sering mendapat SMS iklan penawaran kacamata tembus pandang. Pastinya ada juga para pembaca yang pernah mendapat iklan tersebut bukan? Sebaiknya jangan diteruskan dengan imajinasi liar apa yang terjadi andai kacamata tersebut benar berfungsi seperti imajinasi Anda, terlebih kalau anak remaja dengan libido tinggi yang memakainya.
Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Sudirman Said, Senin, 16 Nopember 2015 pagi, mengadukan ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) DPR RI masalah pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk masalah perpanjangan kontrak PT Freeport yang akan berakhir pada 2021 mendatang, nama yang diadukan adalah pimpinan DPR SN, pucuk pimpinan lembaga yang merasa terhormat dan merasa mewakili seluruh rakyat negeri ini.
Padahal apakah tidak tahu bahwa UU mengatakan perpanjangan hanya boleh dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak itu berakhir? Itu artinya tahun 2019. Calo spekulasi, atau memang merasa sakti? Apakah tidak menyadari bahwa era kepemimpinan sudah berubah? Apakah itu tidak menggambarkan bahwa begitulah kelakuan sang calo sebelum-sebelumnya?
.
Andai Anda dan saya dulunya adalah kelompok bandit lalu sekarang menjadi orang-orang yang memegang jabatan terhormat, kita tentu saja saling tahu semua tingkah laku masing-masing atau "borok-borok" kita bukan? Itulah yang namanya saling memegang rahasia, kita sama-sama tahu kartu truf masing-masing, dan kita biasanya akan saling menyandera satu sama lain, buntutnya adalah TST saja agar kita merasa sama-sama terhormat.
Segera setelah adanya pelaporan ke MKD DPR, SN sowan ke Istana Wapres, kok begitu longgar ya protokolernya? Apakah sudah ada daftar acaranya? Atau karena insidentil dan merasa sangat penting? Kenapa ke Wapres? Apakah karena satu almamater jaket kuning? Apakah minta perlindungan karena sesama kader? Lalu menyodorkan alibi terlebih dahulu sebelum rame digunjingkan, dan terbukti lumayan ampuh ketika Wapres memberi keterangan pers yang bernada seolah-olah tidak ada masalah yang menjurus salah. Padahal sebelumnya Wapres seolah juga mendukung pengungkapan masalah ketika diinfokan namanya ikut dicatut untuk dimintakan upeti saham.
Apakah ada kartu truf yang diingatkan sehingga Wapres harus mengikuti skenario untuk berubah wacana dan menganggap tidak ada masalah penting yang serius? Adu sakti dan strategi, permainan catur baru dimulai. Siapa jagoan Anda? Semoga seperti kasus PSSI, Wapres tidak jadi terus ikut cawe-cawe lagi. Andai saya punya kesempatan dan boleh menghimbau Pak Presiden, saya akan minta Pak Presiden menugaskan Menko Rizal Ramli untuk mendukung Menteri ESDM agar dapat membongkar kasus "pencatutan" nama dengan seterang-terangnya. Atau semoga ada yang mbisiki Pak Presiden setelah baca artikel saya ini. GR dot com .... Lalu saya berandai lagi, coba Wapres-nya Ahok? Sikat semua .....
Sudahkah pembaca memperhatikan apa tanggapan yang diberikan oleh para (wakil) pimpinan DPR yang lain atas kasus pencatutan nama tersebut? Wakil pimpinan justru menyalahkan yang melaporkan, mengungkit kesalahan-kesalahan lain atas ijin yang sudah diberikan kepada PT Freeport, lalu yang lainnya mengatakan Menteri ESDM mengada-ada, menganggap justru akan merusak negara kalau pembicaraan dibelakang layar dianggap dapat mempengaruhi hal-hal penting. Aneh dan menggelikan .....
Anggota DPR apalagi sudah menjabat wakil pemimpin kok sepertinya tidak paham tentang lobby? Padahal pada kasus lain ketika disorot kinerja DPR, ingat saya yang bersangkutan pernah mengatakan bahwa "kerjanya DPR itu juga termasuk lobby-lobby jadi jangan hanya dilihat di sidangnya saja." Apakah konsisten? Kenapa jadi terkesan memaksa hingga harus mencla-mencle? Atau apakah itu semua menggambarkan musang juga akan berkumpul dengan musang? Tikus juga akan mengelompok dengan tikus? Mengenaskan.
Mengenaskan ketika ada yang ingin mengungkap kesalahan justru dibalas dengan mengungkap kesalahan yang ingin mengungkap, itulah contoh nyata cara berpikirnya preman, karena bukan untuk mengutamakan perbaikan keadaan negara, tapi lebih mengedepankan alibi pembenaran borok dengan mengungkap apa yang juga dianggapnya borok. Padahal kalau memang tahu sebelumnya ada borok, kenapa mendiamkan saja? Bukankah tugas DPR untuk mengawasi agar borok-borok itu tidak terjadi? Kenapa justru seperti berpendapat: "Kalau kamu boleh membuat borok, ya jangan ribut-ribut kalau kami juga membuat borok." Mau dibawa kemana negiri ini kalau para wakilnya berpikir seperti preman?
Jadi apakah ada yang berani berpendapat bahwa rekam jejak kejujuran itu tidak penting untuk pemimpin (maupun wakil rakyat)? Dan salah satu unsur keberanian pemimpin adalah karena rekam jejaknya jujur, sejarah kejujuran itu tidak menjadi beban, karena tidak takut kartu trufnya diketahui lawan untuk digunakan menekan atau menyandera pemimpin.
Bola sudah ditendang ke MKD DPR, dan itu langsung mengingatkan atas kasus dukungan kampanye Capres Amerika Donald Trump saat kunjungan ke Amerika, maaf saya kok tidak mendengar lagi bagaimana kasus itu akhirnya setelah pemanggilan MKD dicuekin saja? Sudah menguap begitu saja, atau hanya hangat-hangat tahi ayam? Atau saya yang terlewatkan pemberitaannya karena terlalu sering debat-kusir di facebook? Apakah itu yang diistilahkan MKD mandul dalam banyak pemberitaan?
Dan apakah kali ini, kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres MKD juga akan mandul? Apalagi saat ini toh tidak sampai menerima upeti, baru wacana, jadi ya jangan heran kalau akan berlalu dengan begitu saja, karena seperti biasa di kita, kita akan segera melupakan, apalagi kalau ada kasus apapun itu yang heboh, pemberitaan media akan segera berganti, dan berita heboh itu pasti akan ada karena memang begitu besar dan kompleknya negeri ini. Padahal kalau ada kocok ulang semua pimpinan DPR, sejujurnya saya termasuk yang akan tersenyum sambil bertepuk tangan. Tapi sepertinya kok MKD akan mandul lagi .....! Capek deh. (SPMC SW, Selasa, 17 Nop 2015)