Mohon tunggu...
Suhindro Wibisono
Suhindro Wibisono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

. ~ ~ ~ ~ " a critical observer " ~ ~ ~ ~ ( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)

Selanjutnya

Tutup

Money

"Daging Empuk"

17 Juli 2016   22:11 Diperbarui: 17 Juli 2016   22:22 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Opini nglamun : (‪#‎SPMC‬) Suhindro Wibisono.
 .
 Konon gosipnya, jika dirupiahkan harga daging sapi di Singapura kisaran 60 ribu dan di Malaysia kisaran 70 ribu, dan Presiden Jokowi pernah minta harga di pasaran NKRI tidak lebih 80 ribu. Itulah gonjang-ganjing masalah daging sapi menjelang dan sesudah lebaran, tapi hal itu bukan kali pertama problemnya mencuat, sudah amat sangat sering dan juga terjadi tidak hanya pada pemerintahan saat ini saja.
 .
 Harga daging menjelang lebaran kemaren ada dikisaran 100 s/d 125 ribu, sangat jauh dari keinginan Presiden Jokowi. Apa begitu susahnya membuat harga menjadi 80 ribu sementara kita juga tahu Singapura tidak punya peternakan sendiri?
 .
 Gini versi saya, apakah daging sapi yang dikonsumsi rakyat ini sama dengan yang dikonsumsi rakyat Singapura? Pasar rakyat di negeri ini apakah juga banyak menjual daging import? Karena sangat mungkin rakyat negeri ini lebih suka daging sapi lokal segar bukan daging sapi import beku.
 .
 Pernah saya dengar berita peternak sapi juga keberatan jika harga sapi turun, menurut mereka harga jual 80 ribu justru merugikannya. Hayo bagaimana? Jadi memang persoalan daging sapi tidak sesederhana tampaknya, kepada siapa pemerintah harus berpihak? Peternak atau rakyat?
 .
 Kalau mau menurunkan harga sepertinya memang juga tidak mudah, jadi harusnya biarkan ada dua versi harga daging sapi seperti harga daging ayam kampung dan daging ayam negeri, sambil memasyarakatkan kepada umum akan kenyataan hal itu, sehingga rakyat bisa memilih, mau daging sapi lokal yang mahal atau daging sapi import yang lebih murah.
 .
 Kalau tidak ingin dipermainkan harga daging sapi import, ya harusnya kran import tidak dibatasi dan tidak dimonopoli. Syarat importnya dibuat jelas dan terbuka, dan siapapun boleh import asal memenuhi syarat tersebut. Bahkan jika ketahuan ada permainan harga daging import karena adanya monopoli oleh importir yang sebetulnya hanya oleh kroninya sendiri saja, pemerintah juga bisa ikutan menjadi importir melalu Departemen Perdagangan, Peternakan, atau Bulog.

Jadi sudah seharusnya pemerintah juga "selalu" memantau berapa sebetulnya harga daging import dari sononya, dan apakah harga yang dilaporkan oleh importir itu sama dengan harga sesungguhnya, juga pemerintah harus tahu berapa ongkos kirim, pajak, dan perkiraan biaya-biaya lainnya, apakah keuntungan yang diambil oleh importir itu wajar?.

Jika tidak wajar maka pemerintah "segera" malakukan import sendiri untuk menyaingi para importir yang nakal dan mempermainkan harga itu, bila perlu pakai jalur khusus agar segera dapat menolong rakyat mendapat harga yang wajar. Dan untuk pekerjaan itu semua, dibutuhkan pejabat-pejabat yang memang pro rakyat! Bukan pejabat yang korup yang justru akan menyengsarakan rakyat. Jadi intinya memang adalah KEJUJURAN!(#SPMC SW, Minggu, 17 Juli 2016)
 .
 .
 Sumber gambar:

 slideplayer .info

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun