[caption caption="news.okezone.com"][/caption]
.
~ "AHOK MASUK UGD RS. SUMBER WARAS" ~
.
Opini | (SPMC) Suhindro Wibisono
.
KETIKA Jokowi dan Ahok blom lama jadi DKI-1 dan DKI-2, Ahok kebagian tugas utama di dalam, beres-beres SDM dan konsep penataan DKI secara manajemen, itu rasional mengingat Ahok nama lengkap dan pendidikan formalnya adalah Ir. Basuki Tjahaja Purnama M.M., lulusan Universitas Trisakti dan STIE Prasetiya Mulya.
.
KETIKA itoe ingat saya belum setahun bulan madu jabatan dinikmati, mereka membuat gebrakan memungut pajak dari rakyat dengan cara yang "gila", yaitu pajak PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), saya curiga itu ulahnya Ahok dan suara dari lapangan juga banyak terdengar begitu. Banyak sekali keluhan masyarakat, dari semua golongan dan ras apapun, utamanya mereka semua yang punya tanah atau rumah. Caranya adalah meninjau ulang penilaian atas harga tanah disesuaikan dengan harga pasar minus 20 persen, atau 80 persen dari harga pasar. Itu menjadikan nilai aset warga DKI yang punya tanah dan rumah langsung melonjak kaget, antara girang dan berbuntut mengumpat, karena otomatis nilai objek pajaknya juga melonjak dikisaran 3 sampai 4 kali, tarif pajak adalah 0.150 % dari NJOP. Itulah salah satu contoh kejujuran memang tidak selalu menyenangkan. Lalu Ahok akan mengambil kebijakan bebas tarif PBB pada 2016 mendatang, bagi mereka yang punya hunian tidak lebih dari 1M maka bebas PBB. Itu artinya hanya untuk hunian-hunian di perkampungan dan yang ukuran huniannya tidak gede, jadi memang sasarannya adalah rakyat kecil.
.
KETIKA Pemprop DKI beli tanah RS. Sumber Waras, menurut Ahok tidak menyalahi aturan karena harga belinya sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atau tidak melebihi NJOP dan justru diuntungkan karena tidak mengikuti harga pasar. Menurut berita yang saya lihat dari tipi, dan juga masih menurut Ahok, hal yang dilakukan itupun sesuai dengan peraturan yang berlaku.
.
KETIKA anggota DPRD DKI yang juga mendeklarasikan diri untuk Cagub DKI 2017 mendatang mencoba menggoyang Ahok dengan melaporkannya kepada KPK agar kasus tanah RS. Sumber Waras diusut, sepertinya akan jadi polemik baru di jagad pemberitaan Ibu kota negeri ini. Test case yang kesekian kalinya untuk Ahok, kali ini tidak hanya menyangkut "kebersihan" tapi juga menyangkut "benar/salah" kebijakan yang sudah diambil. Pada ranah kebersihan/kejujuran saya secara pribadi tidak meragukan Ahok, tapi kalau soal "benar/salah", walau memang tidak ada manusia yang selalu benar, untuk kasus tersebut, saya masih condong TIDAK menyalahkan Ahok. Dan pasti akan ada komentar yang nyinyir soal pendapat saya itu, TIDAK ADA MASALAH, itulah namanya demokrasi bukan? Biarkan dengan bergulirnya kasus tersebut akan terlihat apakah Ahok masih benar atau malah justru salah atau justru juga terlibat korupsi?
.
KETIKA proses "mengkuliti" Ahok tersebut berlangsung, hal yang tidak dapat dihindari adalah eksesnya. Jika ternyata Ahok tidak terbukti korupsi apa lagi tidak terbukti salah, maka itu adalah iklan gratis yang justru akan melambungkan nama Ahok ke awang-awang, atau sebaliknya menjatuhkan sampai kedasar jurang tak berujung kalau terbukti Ahok korupsi, karena selama ini kejujuran yang digaungkan Ahok adalah trade mark Ahok yang sangat disukai rakyat pendukungnya termasuk saya. Lalu yang menjadi penasaran saya adalah, kalau memang Ahok salah atau dicurigai korupsi sesuai yang dilaporkan kepada KPK, kalau memang punya data yang lengkap dan mumpuni seperti yang didalihkan oleh pelapor, kenapa tidak terlebih dahulu mengadili Ahok di sidang paripurnakan saja di DPRD DKI? KENAPA? Bukankah DPRD memang tugasnya mengawasi Eksekutif? Bukankah DPRD punya hak untuk memanggil Gubernur untuk mempertanyakan hal yang dianggap wah atau kasus yang dianggap besar? Apalagi kalau ada indikasi penyelewengan uang negara berjumlah besar? Bukankah dengan "mengadili" Ahok terlebih dahulu di DPRD justru akan menjatuhkan nama Ahok berkali-kali lipat? Bukankah dengan menggugat Ahok terlebih dahulu di DPRD DKI akan memuaskan semua anggota DPRD? Lalu setelah terbukti Ahok terseok-seok kedodoran dan ceto-welo-welo terlihat salahnya, bukankah datanya akan lebih mantap di sodorkan kepada KPK?
.
KETIKA DPRD DKI tanggal 11 Agustus 2015 adakan rapat Pansus Laporan Hasil Pemerikasaan(LHP) BPK, bukankah Wagub Djarot Saiful Hidayat sudah membawa bukti tanda tangan adanya restu pembelian RS. Sumber Waras oleh semua pimpinan DPRD DKI, bukankah sangat keblinger kalau sekarang belagak pilon juga mempertanyakan dan mempermasalahkan bahwa lahan yang dibeli juga tidak sesuai lokasinya? Kalau kurang puas dengan rapat Pansus tanggal 11 Agustus 2015, kenapa tidak diadakan lagi lalu panggil Ahok saja sekalian? Atau takut dengan Ahok karena anggota DPRD DKI ciut nyalinya khawatir ditelanjangi Ahok yang akan semakin kelihatan kebangetannya?
.
KETIKA merenungkan itu semua, timbul pertanyaan dalam hati, apakah sejatinya banyak anggota DPRD DKI yang kurang mumpuni cara berpikirnya? Padahal seingat saya sudah sangat sering mereka-mereka yang orangnya hanya itu-itu saja terbukti seperti menepuk air dalam dulang. Itulah cerminan banyak tokoh bangsa ini sebetulnya, bangsa yang banyak tokohnya sangat egois dan tidak punya rasa malu, padahal punya rasa malu adalah hal yang membedakan antara manusia dan binatang. SUNGGUH MENGENASKAN. (SPMC SW, Kamis, 1 Oktober 2015)
.
.
~~~~~~~~~~
.
CATATAN:
.
KETIKA Ahok mengkritisi Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI yang punya anggaran 2,4T baru dipakai 200M, itulah fenomena kebangetan yang mendarah daging pada banyak aparat kita. Kalau dibilang SKPD yang membidanginya tidak mampu, rasanya kok susah diterima akal sehat. Kemungkinan yang terjadi benar apa yang ditereakkan Ahok, adanya "indikasi" permainan untuk minta komisi bawah tangan atas pembelian tanah tersebut. Bukankah panduannya sudah sangat jelas boleh membeli dengan harga setara NJOP-nya, lalu kalau mau menekan penjual dengan harga dibawah itu, apa dianggapnya zaman sekarang orang-orang di DKI masih gampang dibodoh-bodohi gitu? Atau adakah indikasi "musuh dalam selimut" agar penyerapan anggaran secara keseluruhan rendah, dan Gubernur terlihat tidak mampu bekerja? Yang buntut akhirnya juga agar Ahok tidak terpilih lagi menjadi Gubernur untuk periode mendatang? Sungguh suatu usaha yang kebangetan juga, ke-egosi-an yang amat sangat, berdalih tidak korupsi walau tidak peduli berakibat merugikan kepentingan rakyat banyak. Bukankah seandainya pembelian tanah untuk pemakaman tidak dilaksanakan, padahal rakyat sudah mengeluhkan kekurangan lahan untuk pemakaman, itu artinya tidak peduli dengan kepentingan rakyat banyak demi ambisi menjungkalkan Gubernur? Apakah itu bukan egois yang kebangetan namanya? Semoga banyak rakyat yang melek, mencari penyebab akar masalah, bukan hanya apa yang tampak dipermukaan saja. (SW)
.
.
Sumber gambar:
news.okezone .com
.
Silahkan baca artikel pada alamat Link berikut:
.
Djarot Kantongi Bukti DPRD Restui Pembelian RS Sumber Waras
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H