Opini logika ala #SPMC Suhindro Wibisono.
Mendukung Ahok dengan memberikan copy KTP itu sejatinya bertujuan apa? Dan kenapa mereka mau mendukung?
Menurut "tafsir" saya, mendukung Ahok agar Ahok terpilih menjadi Gubernur lagi, dan mau mendukung karena percaya pada Ahok, dan semua itu dinilai dari "rekam jejak".
.
Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda kecewa karena sebetulnya Anda tak peduli Ahok dapat menjadi Gubernur lagi atau tidak dan lebih akan menikmati kalau Ahok bak Rambo berantem dengan banyak tokoh partai? RENUNGKAN lagi apa sejatinya GOAL Anda memberi dukungan kepada Ahok?
Jika Ahok lewat jalur perseorangan, dan menyerahkan lebih 1 juta copy KTP DKI sebagai dukungan maka menurut UU, KPU harus melakukan penelitian faktual, dan waktu yang disediakan menurut UU adalah 14 hari.
.
Coba kita bayangkan hal itu dalam logika, versi saya ya, gini kalkulasinya. Andai tiap petugas yang tentu saja "Relawan Teman Ahok" sebaiknya mendampingi melakukan penelitian faktual, berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk meneliti tiap alamat? Anggaplah 20 menit, dan itupun menurut saya sudahlah waktu yang ideal, perjalanan, ketok pintu, tunggu, ngobrol basa-basi, pencatatan, penunjukan KTP asli yang dikunjungi, dan lain-lain. Karena sangat mungkin tiap alamat bisa lebih satu orang yang memberi dukungan. Maka kita pukul rata saja menjadi 10 menit waktu yang dibutuhkan untuk penelitian faktual setiap copy KTP.
.
Anggap satu hari mereka kerja 10 jam sedangkan tiap jam mereka dapat menyelesaikan tugas 6 copy KTP (10 menit x 6 = 1 jam), maka tiap hari mereka dapat melakukan penelitian faktual 10 x 6 = 60. Untuk 14 hari kerja = 14 x 60 = 840 copy KTP yang diteleiti secara faktual.
.
Jadi kalau ada "lebih" 1 juta copy KTP yang harus diteliti faktual, itu artinya membutuhkan tenaga : "lebih" 1.000.000 : 840 = "sekitar" 1200 orang yang harus disediakan oleh Teman Ahok. Kalau mereka mendapat ganti uang makan dan transport @Rp.100 ribu per hari, berarti biaya saksi pendamping adalah 1.200 x 100.000 x 14 = Rp.1.680.000.000,-
.
Kalau gitu biar irit bagaimana kalau yang diserahkan copy KTP dukungan secukupnya saja? Itu tidak mungkin, karena teman Ahok kan juga tidak mungkin bisa tahu mana copy KTP yang benar mendukung atau KTP selundupan lawan. Karena kalau terlalu ngepas jumlahnya, kalau banyak yang fiktif atau sedang tidak ada ditempat lalu dikurangkan dan jumlah dari syarat yang ditentukan "kurang" artinya akan dianggap tidak memenuhi syarat.
.
Dan tentu kita semua paham, bahwa penduduk DKI yang kerja itu "pergi pagi pulang malam" adalah hal yang wajar, jadi kemungkinan besar yang tidak akan ada ditempat tentulah sangat banyak jumlahnya bukan? Lalu apa mungkin mereka yang dihubungi bisa ijin meninggalkan kerja pada hari berikutnya untuk datang ke lokasi yang telah ditentukan? Jadi menyetorkan seluruh copy KTP dukungan yang ada itu adalah yang paling rasional.
.
Bagaimana cara mengkoordinator 1200 relawan pendamping itu? Apakah tidak rawan "terbeli" oleh pihak lawan? Masih ingat belum lama ini Teman Ahok sempat diadu domba dengan tuduhan copy KTP yang dikumpulkan adalah hasil dari beli? Dan gosip itu datangnya juga adalah kesaksian dari anggota Teman Ahok yang apakah mungkin jika tidak menggadaikan idealisme palsunya? Kira-kira kalau relawan saksi pendamping penelitian faktual dibeli dengan uang Rp.5 juta, atau 10 juta, atau 15 juta atau 20 juta adakah jaminan tidak akan ada yang masuk angin? Ingat untuk dapat menggagalkan kepesertaan Ahok sudah dilakukan berbagai macam cara, dan banyak yang pasti rela mengeluarkan dana bukan?
.
Kalau 20 juta x 600 = Rp. 12.000.000.000,- Saya halusinasikan 20 juta adalah kita anggap uang untuk membeli para saksi, lalu 600 adalah separo jumlah saksi yang dibeli, apakah menurut Anda 12M jumlah yang mustahil akan ada oknum yang mau menggelontorkan dananya?
.
Jalur perseorangan memang rawan untuk dilalui, utamanya karena memang ini adalah Pilkada DKI, yang punya APBD sedikitnya ada dikisaran 70 T, kata Ahok, kalau mau cari duit 1T tanpa harus maling duit anggaran saja juga bisa, asal mau menyetujui banyak proyek, sedikit tutup mata .....itu artinya, membiarkan banyak Mall berdiri, kaki lima jangan digusur, triliunan anggaran untuk beli USB oh maaf UPS ya, biarkan pengeluaran anggaran gila-gila'an untuk sampah, pembersihan kali, banjir dan lain-lain yang kita sudah dapat rasakan perubahannya saat ini. 12 milyar terlalu kecil asal bisa menggagalkan Ahok ikut serta, bahkan seandainya 10x nya (Rp.120milyar) saya rasa juga ada yang mau urunan nduwitin bukan?
.
Masihkah Anda kurang paham bagaimana rawannya julur perseorangan bagi Ahok yang adalah enemy bagi para koruptor?
.
Maaf, bagi yang kecewa atas pilihan Ahok lewat jalur partai tapi tidak memberi dukungan, kalian tidak masuk hitungan saya, karena saya anggap kalian adalah tim lawan yang memang bertugas untuk menghembuskan gosip dan cacian apa saja asal citra Ahok tidak layak pilih. Dan itulah yang banyak terjadi pada hashtag #balikinKTPgue belakangan ini.
.
Tapi bagi Anda para pendukung Ahok yang sudah memberikan copy KTP, apakah Ahok salah karena memutuskan lewat jalur partai? Kalau menurut Anda salah, yang ingin saya tanyakan adalah, sebetulnya APA TUJUAN ANDA MEMBERI DUKUNGAN? Ingin Ahok jadi Gubernur lagi atau ingin menikmati Ahok seperti Rambo berantem dengan partai-partai, dan andai sekalipun akhirnya Ahok terganjal oleh UU apakah Anda juga senang saja yang penting Ahok sudah berani mencak-mencak gitu? Karena yang penting Ahok sudah nyoba jalur perseorangan gitu? Kalau itu yang Anda maksudkan, cobalah RENUNGKAN sekali lagi, sebetulnya anda betul ingin mendukung atau hanya senang melihat Ahok berantem?
.
Ahok dan timnya bersama Teman Ahok tentu saja juga sudah terlibat dalam diskusi panjang, mereka akhirnya setuju bahwa jalur terbaik adalah lewat partai dan kendaraan itu ada dan tersedia, buktinya Teman Ahok juga menyetujui jalur partai bukan? Mereka sebetulnya mengutamakan "goalnya" bukan prosesnya, dan goalnya adalah Ahok dapat terpilih jadi Gubernur lagi. Lalu Anda yang mendukung dan kecewa itu sebetulnya menghendaki apa pada Ahok? UU pilkada adalah realita, dan sudah diputuskan begitu ..... Tentu saja siapapun yang ikut Pilkada lewat jalur perseorangan harus tunduk pada UU bukan? Dan itu tak terkecuali Ahok!
.
Memang ada yang kecewa karena Ahok pilih jalur partai, tapi itu lebih karena belum mamahami keadaan dan kenyataan bahwa jalur perseorangan sengaja ditanami ranjau agar orang-orang seperti Ahok terjegal tidak bisa maju, bukankah UU Pilkada diubah tidak pakai UU Pilkada masal 2015 yang adalah awal dari kelanjutan Pilkada masal 2017 yang akan datang? Walau menyangkal bahwa UU tersebut diubah karena Ahok, tapi kenyataannya nuansa itu sangat kental terasa, Pilkada DKI memang luar biasa, mungkin sudah lebih setengah abad APBD-nya juga buat bancaan para oknum pejabat yang korup, dan juga dinikmati para oknum kroninya. Silahkan renungkan dan cari tahu, berapa kekayaan mantan pejabat puncaknya, bejibun tujuh turunan tidak bisa ngabisin..... yakin bisa "ngarang" cerita yang rasional jika diminta membuktikan asal usul kekayaannya tersebut? Lalu setelah sekarang ini APBD terbukti tidak mudah lagi dibuat bancaan, semua pejabat dan kroni yang sangat potensial berubah menjadi oknum, kompak rame-rame berusaha menyingkirkan biang keladi penyebab macetnya uang haram untuk bancaan, dan semua tertuding kepada Ahok!
.
Jadi kalau mau simpelnya, perhatikanlah tokoh-tokoh politik maupun para pengamat, mereka yang berusaha menjatuhkan Ahok (bukan hanya mengkritik ya) sebaiknya diingat-ingat untuk tidak dipilih lagi menjadi pejabat publik. Mereka yang sangat getol bahkan menyerang Ahok dengan maksud agar rakyat tidak memilih lagi, saya curiga merekalah yang sangat potensial berlaku korup. Itu yang sempat saya perhatikan, termasuk bagaimana ngakaknya ketika anggota DPRD MS dari partai G yang begitu getol menyerang dan menuduh Ahok tidak bersih, ternyata malah tersandung OTT oleh KPK! Kemaluannya dimana?
.
Rekam jejak adalah hal terpenting memilih pemimpin, ketika Ahok berani tanpa partai memimpin DKI, lalu untuk yang akan datang ada yang mengkhawatirkan Ahok mulai main-mata dengan partai, saya pikir itu adalah trauma terhadap partai, Dan sebetulnya itu sah-sah saja, tapi bukankah kita memberi dukungan kepada Ahok dan kita percayanya pada Ahok, bukankah itu yang terpenting? Kalau Ahok terindikasi koruptor, dan berencana menjadi koruptor kenapa harus tunggu pada jabatan yang akan datang, yang adalah belum pasti? Jadi bukankah kita memberi dukungan pada Ahok itu karena kita percaya? Dan menurut analisa saya, Ahok memutuskan lewat jalur partai justru karena Ahok waspada, Ahok dengan timnya tentu saja mencermati kenyataan keadaan yang berlaku, dan Ahok tidak ingin menegecewakan pendukungnya, pendukung yang tentu saja mengharap Ahok dapat terpilih menjadi Gubernur lagi, GOAL itulah yang terpenting.
.
Banyaknya dukungan oleh warga kepada Ahok memang fenomenal, dan hal semacam itu belum pernah terjadi dinegeri ini. Warga adalah ejawantah rakyat, umum, awam, dan jika memang rakyat memberikan dukungan bukan karena dibayar atau direkayasa, bukankah suara rakyat adalah suara Tuhan? Dan memang karena banyaknya rakyat memberi dukungan maka partai mau juga memberi dukungan, itulah kenyataannya. Jadi kalau ada yang menganggap bahwa suara rakyat dipermainkan oleh Ahok, atau hanya dipakai batu loncatan agar bisa berkong-kalikong dengan partai, bukankah 3 partai yang mendukung itu mau dengan sukarela dan tanpa syarat, tanpa mahar, tanpa pamrih? Bahkan mau menggelontorkan dana untuk kampanye sesuai porsinya masing-masing?
.
Lalu ada juga celetukan bahwa tidak ada yang gratis dalam politik, dan saya setuju! Lalu bagaimana dengan kaitan 3 partai yang bersedia mengusung Ahok untuk maju di Pilkada DKI 2017 yang akan datang, apa mungkin Ahok tidak membayar mahar pada partai-partai tersebut? Bukankah sudah bukan rahasia lagi bahwa calon yang akan mencalonkan diri maju lewat jalur partai harus membayar mahar pada partai yang akan mengusungnya? Jawaban singkatnya adalah "itulah fenomenalnya Ahok", dan juga karena ada bukti fenomenal mendapat lebih sejuta dukungan rakyat DKI. Masih lagi ditambah partai-partai itu yang akan mendanai kampanyenya sesuai porsinya masing-masing, apa mungkin? Jika Anda menggeluti bidang marketing, itu adalah hal yang lumrah. Partai juga butuh citra positif, karena sekarang eranya sudah semikin terbuka, dan rakyat semakin banyak yang paham bahwa seandainya APBD tidak dikorupsi, sangat mungkin untuk bisa membenahi kehidupan rakyat banyak. Dan Jakarta persentase rakyatnya lebih banyak yang mendapat pendidikan dibanding daerah lainnya, tentu saja lebih banyak paham dan buktinya ya dukungan copy KTP tanpa pamrih itu. Jadi sekali lagi kenapa partai mau mendukung Ahok tanpa mahar, karena partai butuh citra positif. Memangnya apa yang dijual partai ketika kampanye kalau bukan citra positif? Dan memberikan dukungan pada Ahok itulah yang mereka anggap sebagai promosi positif partainya, lalu bukankah promosi itu membutuhkan dana? Jadi mereka akan berpromosi masing-masing mengiklankan produk yang namanya Ahok sambil nebeng nama partai yang mendukungnya, dan berpromosi tentu membutuhkan dana bukan? Jadi adakah yang aneh menurut Anda? Bagian mana yang tidak logis? (#SPMC SW, Minggu, 31 Juli 2016)
.
.
CATATAN:
Saya copas sedikit isi UU untuk pegangan KPU.
.
Pasal 20
(1) PPS melakukan penelitian administrasi dan faktual paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima dokumen dukungan Pasangan Calon perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H