Kelompok:
Qorina Maya S 19410023
Risma Fauziyah 19410123
Aisyah rahmawati 19410139
Dunia perkuliahan acap kali menjadi momen paling tidak terlupakan tetapi juga menjadi momen yang paling menyibukkan bagi mahasiswa. Selain belajar dengan giat agar bisa mendapatkan IPK yang tinggi, mahasiswa juga seringkali menyibukkan dirinya dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti organisasi, pelatihan, lomba, bahkan ada juga yang bekerja. Terlebih ketika mahasiswa berada di lingkungan yang high achieving environment atau lingkungan yang memiliki pretasi tinggi, hal ini menjadikan mahasiswa lebih menyibukkan diri dengan melakukan berbagai kegiatan agar tidak merasa tertinggal dengan proses di lingkungan tersebut. Hal ini juga bisa menjadi salah satu pemicu mahasiswa mengalami lelah mental yang berawal dari mengalami stres, cemas, hingga depresi.
Perasaan lelah ini terkadang tidak ditampakkan oleh mahasiswa karena ia merasa kegiatan-kegiatan yang menyibukkan ini memberikan dampak baik untuk pengembangan dirinya. Kondisi ini disebut Duck Syndrome atau sindrom bebek merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Stanford University. Duck syndrome merupakan istilah yang merujuk pada kondisi seseorang yang tampak tenang dan baik-baik saja namun sebenarnya memiliki banyak tekanan, ibarat bebek yang sedang berenang terlihat tenang dan melaju perlahan jika dilihat dari permukaan air, namun dibawah air terdapat kaki bebek yang terus menerus bergerak dengan susah payah.
Mereka yang mengalami kondisi duck syndrome ini tidak menunjukan bahwa sebenarnya ia mengalami kelelahan atau burnout dan bersikap baik-baik saja. Istilah burnout menurut Marwansyah dalam bukunya yang berjudul manajemen sumber daya manusia merupakan kondisi seseorang yang mengalami kelelahan baik secara fisik, emosional, dan mental yang dapat mengganggu ketenangan diri. Tentunya kondisi burnout dan duck syndrome yang terjadi bersamaan akan memberikan dampak pada kesehatan mental. Oleh karena itu, permasalahan yang kompleks ini harus diatasi.
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala duck syndrome diantaranya:
1. Konsultasikan dengan para ahli
Dalam menghadapi persoalan kejiwaan, diperlukan konseling dengan para profesional seperti psikolog atau psikiater. Para ahli akan melakukan pemeriksaan agar dapat memberi rekomendasi terapi yang tepat sesuai kondisi individu. Jika diperlukan, lakukan konseling dengan konselor di kampus atau sekolah untuk membuat merasa lebih baik.