Green sukuk pemerintah yang diklaim sebagai salah satu prestasi Indonesia di tahun 2018 masih perlu dibahas kembali. Pembahasan ini lebih mengarah pada tinjauan porsi investor asing yang masih mendominasi permintaan green sukuk Indonesia. Penerbitan green sukuk di tahun 2018 berhasil mengumpulkan 90% investor asing dan 10% sisanya berasal dari domestik. Investor asing ini tersebar di beberapa wilayah diantaranya, Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Asia.
Sebetulnya tidak ada masalah terkait permintaan investor asing yang begitu besar dibandingkan domestik. Namun apa memang itu spirit penerbitan green sukuk Indonesia? Bukankah instrumen green sukuk harusnya banyak melibatkan masyarakat dalam negeri?
Pemerintah perlu untuk menambah orientasi investor green sukuk, jangan sampai terlalu terlena dengan besarnya minat investor asing tapi tidak pernah dilirik oleh investor dalam negeri sendiri. Sudah waktunya penerbitan green sukuk menargetkan pasar domestik, agar masyarakat dalam negeri dapat ikut berinvestasi secara langsung. Penerbitan green sukuk khusus untuk pasar dalam negeri bisa direpresentasikan dalam bentuk sukuk ritel ataupun sukuk tabungan.
Jika dibandingkan dengan menerbitkan green sukuk di pasar internasional, penerbitan di pasar domestik akan lebih mampu menekan biaya, salah satuya adalah biaya promosi. Selain itu menerbitkan green sukuk di pasar domestik juga bisa menarik masyarakat untuk bersama-sama berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan.
Penerbitan green sukuk domestik bisa mengikuti skema penerbitan sukuk yang sudah ada. Dari segi insfrastuktur penerbitan juga sudah siap. Â Perlu diketahui juga bahwa dalam praktik green sukuk harus ada opini dari pihak independen ahli lingkungan, dalam hal ini Indonesia memilih CICERO sebuah lembaga profesional yang berasal dari Norwegia. Proyek yang akan dibangun melalui dana green sukuk akan mendapatkan penilaian langsung berupa pemberian kategori green. Kategori tersebut diantaranya dark green, medium green, light green.
Pemberian kategori ini akan merepresentasikan tingkat emisi yang akan dikeluarkan dari suatu proyek. Jika suatu proyek memperoleh kategori dark green berarti dapat dipastikan bahwa proyek tersebut tidak memiliki dampak emisi sama sekali (zero emission). Selanjutnya jika masuk ke dalam kategori medium dan light artinya dalam proyek tersebut masih mengandung beberapa persen emisi. Namun sejauh ini proyek green sukuk pemerintah masih dalam kategori medium to dark green sehingga emisi yang tercipta dari proyeknya sangatlah minim.
Penerbitan green sukuk di pasar domestik harapannya dapat menjangkau semua kelas masyarakat dengan pembelian minimal Rp 1 juta. Selanjutnya penentuan underlying asset harus jelas berupa 51% Barang Milik Negara (BMN) dan 49% merupakan proyek-proyek green pemerintah yang akan atau sementara sedang dibangun mamun masih mengalami kendala dalam anggaran.
Masyarakat selaku calon investor juga tidak perlu khawatir, berinvestasi di green sukuk tidaklah merugikan. Pemerintah menjamin penuh akan pengembalian dana dan keuntungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Investor tidak perlu khawatir akan pemanfaatan dana green sukuk. Semua dana yang terkumpul akan membantu menurupi defisit anggaran APBN dan pembangunan proyek insfrastuktur pemerintah yang berwawasan lingkungan.
Jika hendak mengulas kembali, sebetulnya masyarakat bukan tidak ingin berinvestasi, melainkan informasi yang sampai pada mereka masih terbatas. Masyarakat lebih sering mendengar doktrin mengenai pembengkakan utang negara karena banyak berhutang dibanding mendengar argumentasi logis kenapa utang itu harus dilakukan dan kenapa harus melalui pembiayaan green sukuk.
Jika semua keraguan masyarakat bisa dibantah dengan fakta dan prestasi, tentu saja ini bisa membuka minat investor domestik untuk berinvestasi pada green sukuk. Kata kuncinyanya adalah pembuktian dan edukasi. Karena dengan mengedukasi masyarakat tentunya kedepannya pemerintah tidak perlu lagi khawatir mengenai basis investor domestik. Jika investor domestik sudah kuat maka itu adalah pertanda baik bagi keuangan negara. Negara lebih baik berhutang kepada masyarakat sendiri dibanding berhutang pada lembaga keuangan internasional ataupun investor asing lainnya.
Jika kedepannya memang green sukuk ingin diterbitkan secara ritel di pasar domestik maka dari itu sejak sekarang edukasi mengenai green sukuk ini harus masif dilakukan. Edukasi ini tidaklah cukup jika hanya melalui iklan perbankan atau seminar kampus-kampus saja, melainkan perlu di iklankan secara terbuka melalui youtube ataupun stasiun televisi nasional agar mampu menjangkau semua masyarakat Indonesia.