Yang terakhir misalnya, pada 21 April 2022 lalu, mahasiswa berdemonstrasi di Gedung DPR dan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Tuntutannya sangat jelas, yakni menolak perpanjangan masa jabatan presiden, menurunkan harga kebutuhan pokok, mewujudkan pendidikan ilmiah, gratis dan demokratis dan empat tuntutan penting lainnya.
Pada hakekatnya, penulis sangat mendukung sekaligus mengapreasiasi semangat para mahasiwa dalam melakukan demonstrasi tersebut. Bukan hanya karena dilindungi Undang-Undang No-9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, tetapi juga karena menurut hemat penulis, mahasiswa adalah ujung tombak demokrasi di negeri ini. Mahasiswa adalah pengontrol aktif pemerintah.
Apalagi di periode kedua pemerintahan Jokowi, suara-suara kritis dari partai-partai oposisi hampir tak terdengar lagi, setelah Gerindra memilih untuk bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi. Tersisa hanya tiga partai yang menjadi oposisi, yakni PAN, PKS dan Demokrat.Â
Suara ketiga partai ini hampir tak terdengar di istana negara, sebab suara-suara partai kualisi pemerintah terlalu menggelegar. Sehingga, mau nggak mau, suara-suara kritis mahasiswa terus dikumandangkan dalam rangka mengingatkan pemerintah yang kadang-kadang salah arah.
Demo: tulus atau politis?
Dari sejarah demonstrasi dan berbagai tuntutan yang disampaikan di atas, penulis akhirnya sampai pada suatu kesimpulan yang jelas bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai kampus selama ini dilatarbelakangi oleh niat yang besar dan dari hati yang tulus para mahasiswa itu sendiri. Â
Dengan kata lain, aksi mereka tak ditunggangi dan dipengaruhi oleh politisi dari partai oposisi, sebagaimana yang dicurigai oleh banyak orang.
Kesimpulan tersebut mungkin terlalu dangkal dan tentu dapat diperdebatkan, namun itulah yang penulis amati dari berbagai demonstrasi selama ini. Penulis berpandangan bahwa mahasiswa adalah penggerak perubahan demokrasi yang semakin tak demokratis.
Mahasiswa tak pernah tinggal diam berhadapan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru mengkianati demokrasi itu sendiri. Mahasiswa juga tak pernah takut terhadap tindakan-tindakan kejam nan beringas yang dilakukan oleh aparat kepolisian ketika mereka melakukan demonstrasi.
Mahasiswa sangat paham bahwa melawan penguasa yang gila harta, tahta dan jabatan bukanlah perkara yang mudah. Namun, mereka sangat yakin bahwa melalui demonstrasi yang dilakukan berkali-kali, niat jahat para penguasa secara perlahan-lahan dapat dicegat. SEMOGA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H