Mohon tunggu...
Suherman
Suherman Mohon Tunggu... Lainnya - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Rakyat Biasa yang Hobi Membaca dan Menngamati

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Topeng Korupsi di Balik Panggung Politik Bengkulu

2 Februari 2025   12:30 Diperbarui: 2 Februari 2025   12:40 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus yang menimpa Rohidin Mersyah, yang kini menjadi sorotan publik, bukan hanya sekadar masalah korupsi biasa. Di tengah bayang-bayang dugaan permintaan dana kampanye, pemerasan terhadap Samsat, hingga interogasi pejabat Bank Bengkulu, pertanyaan besar pun muncul: Apakah ini hanyalah sepotong sandiwara dalam panggung politik kotor Indonesia?

Dalam beberapa minggu terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pejabat Bank Bengkulu dan menyelidiki kasus dugaan permintaan uang oleh Rohidin Mersyah. Berita dari detik, RMOL, dan Kompas memperlihatkan bahwa kasus ini tidak lepas dari praktik-praktik yang sudah mendarah daging dalam sistem politik dan perbankan di Provinsi Bengkulu. Jika digarisbawahi, ini adalah gambaran yang menakutkan tentang betapa rentannya integritas institusi publik ketika kepentingan politik lebih diutamakan daripada kebenaran.

Namun, di balik semua angka dan tuduhan, ada pertanyaan mendasar: Sejauh mana masyarakat kita telah terbiasa dengan korupsi yang tersamar sebagai "politik praktis"? Rohidin Mersyah bukanlah nama asing dalam deretan kasus politik kotor yang telah lama mencemari sistem pemerintahan. Bahkan, beberapa pihak menyebutnya sebagai simbol dari kegagalan moral yang menular, di mana pencarian kekuasaan melebihi komitmen terhadap kesejahteraan rakyat.

Lantas, apakah inilah titik balik bagi Indonesia untuk benar-benar mereformasi sistem politiknya? Kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah kita, sebagai bangsa, cukup kritis dan berani menolak modus operandi yang sudah mengakar kuat dalam budaya politik kita? Bukankah sudah saatnya transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama, bukan hanya retorika belaka di setiap kampanye politik?

Sebagai solusi, kita memerlukan sebuah pendekatan inovatif yang tidak hanya mengandalkan penindakan, tetapi juga pencegahan. Pemerintah, bersama dengan lembaga pengawas, harus menciptakan sistem yang memastikan setiap dana kampanye dan proses rekrutmen di institusi publik dilakukan dengan standar yang sangat ketat dan terbuka. Tidak ada lagi ruang bagi praktik pungutan liar atau intervensi tidak wajar yang menghambat meritokrasi.

Selain itu, peran serta masyarakat harus semakin diperkuat. Edukasi mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara adalah kunci untuk membangun kesadaran kolektif dalam menolak segala bentuk kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Media pun memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya melaporkan, tetapi juga mengkritisi dengan objektif dan mendalam, sehingga setiap tindakan koruptif tidak dapat lagi disembunyikan di balik tirai politik.

Akhirnya, kita harus menyadari bahwa reformasi politik bukanlah proses instan. Perubahan memerlukan keberanian, integritas, dan sinergi antara pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat. Rohidin Mersyah dan kasus yang mengikutinya harus menjadi pelajaran berharga: bahwa setiap topeng yang menutupi praktik korupsi pada akhirnya akan jatuh, dan kebenaran akan mengalahkan kepalsuan.

Mari kita jadikan momen ini sebagai titik tolak untuk bersatu dalam penegakan keadilan dan transparansi, demi masa depan Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun