Mohon tunggu...
Suherman
Suherman Mohon Tunggu... Lainnya - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Rakyat Biasa yang Hobi Membaca dan Mengamati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Thrifthing: Trend Gaya Hidup atau Ancaman Ekonomi Bangsa?

5 Januari 2025   08:28 Diperbarui: 5 Januari 2025   08:28 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskon Baju Bekas (Photo by Samuel Ramos on Unsplash)      

Kita hidup di era modern di mana pembelian pakaian murah dan baru telah menjadi rutinitas. Namun, pernahkah kita memikirkan dampak lingkungan dan sosial dari pilihan ini? Di tengah popularitas thrifting, yaitu membeli pakaian bekas dengan harga murah, sebuah dilema besar mencuat: apakah kita mendukung penghematan individu atau justru melukai perekonomian bangsa?

Belakangan ini, banyak pabrik tekstil di Indonesia mengalami krisis besar. Pemutusan hubungan kerja massal menjadi berita utama, memicu keprihatinan luas. Fenomena ini tidak terlepas dari lonjakan impor pakaian bekas yang dijual murah di pasar lokal. Dengan kualitas yang terkadang tidak terjamin, pakaian bekas ini membanjiri pasar, menggeser produk tekstil lokal, dan merugikan banyak pekerja di industri ini.

Toko Pakaian Lokal (Photo by Madrosah Sunnah on Unsplash )      
Toko Pakaian Lokal (Photo by Madrosah Sunnah on Unsplash )      
  • Mengapa Thrifting Berbahaya untuk Ekonomi Lokal?

Thrifting bukan sekadar tren. Ketika dilakukan tanpa pengawasan, khususnya dengan pakaian impor ilegal, dampaknya bisa sangat merugikan. Industri tekstil bukan hanya tentang pakaian, tetapi melibatkan proses panjang seperti pemintalan benang, penenunan, pewarnaan, hingga pencetakan motif. Setiap tahap melibatkan ribuan pekerja. Ketika produk impor bekas membanjiri pasar, pabrik-pabrik lokal kehilangan daya saing, menyebabkan penutupan dan hilangnya mata pencaharian bagi banyak orang.

Studi global juga menunjukkan bahwa donasi pakaian bekas ke negara-negara berkembang sering kali menghancurkan ekonomi lokal. Di Afrika, misalnya, industri tekstil lokal anjlok hingga 40% akibat banjirnya pakaian bekas impor. Apakah kita ingin Indonesia mengalami nasib serupa?

Pengrajin Pakaian Lokal (Photo by billow926 on Unsplash)       
Pengrajin Pakaian Lokal (Photo by billow926 on Unsplash)       
  • Langkah Bijak Mendukung Lokal

Alih-alih membeli pakaian bekas impor, kita bisa memilih alternatif seperti barang sisa ekspor atau produk lokal berkualitas yang dijual dengan harga terjangkau. Produk ini mendukung industri lokal sekaligus memberikan kualitas yang tak kalah baik. Dengan membeli barang yang diproduksi di dalam negeri, kita tidak hanya mendukung ekonomi nasional tetapi juga menjaga lapangan kerja bagi jutaan pekerja tekstil di Indonesia.

Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk mengatur masuknya impor pakaian bekas ilegal. Regulasi yang tegas dan kesadaran konsumen untuk mendukung produk lokal adalah kunci keberlangsungan industri tekstil kita.

Dengan sedikit perubahan dalam kebiasaan belanja, kita bisa menjadi pahlawan ekonomi tanpa mengorbankan gaya hidup. Mulailah memilih produk lokal dan bijak dalam berbelanja, karena pilihan Anda mencerminkan dukungan terhadap bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun