Mohon tunggu...
Suhendrik N.A
Suhendrik N.A Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism | Content Writer | Secretary | Pekerja Sosial

Menulis seputar Refleksi | Opini | Puisi | Lifestyle | Filsafat dst...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sialnya Kau Dicintai Seorang Penyair

6 Desember 2024   20:26 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:27 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Meja Penyair (Dokpri)

Kau tak pernah tahu betapa sialnya kau, dicintai oleh seseorang seperti aku. Di ruangan ini, dengan dinding putih yang memantulkan cahaya dari layar laptop, aku merangkai kata-kata. Jari-jariku mengetik, tapi pikiranku ada di tempat lain---di tempat kau berada. Di atas meja kayu tua yang sudah penuh dengan noda kopi, aku menulis sajak tentangmu.

Aku lebih mengenal kata daripada tindakan, lebih fasih berbicara lewat layar ini daripada bibirku. Aku mencintaimu dengan cara yang berbeda, cara yang mungkin tak pernah kau bayangkan. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku tahu aku akan terjebak. Mata itu, senyum itu, semua tentangmu seperti mantra yang menghidupkan puisi-puisiku. Aku tak hanya mencintaimu; aku menciptakan duniamu dalam setiap tulisan yang kulahirkan.

Di sudut ruangan, secangkir kopi Kapal Api menguarkan aroma pahit manis yang menemani malam-malam panjangku. Sementara tetesan hujan mengalun lembut di luar, aku menatap layar laptop ini dengan intensitas yang tak pernah kuberikan kepada siapa pun, bahkan diriku sendiri. Kau ada di setiap baris yang kuketik. Setiap senyummu menjadi bait, setiap tatapanmu adalah metafora yang tak habis-habis kutelusuri.

Tapi, ada hal yang tak pernah kau tahu. Ketika kau tak ada di sini, kau tetap hidup dalam setiap kalimat yang kubangun. Kau menjadi nama yang terus kubisikkan meski tanpa suara. Kadang, aku berpikir, apakah ini cinta yang nyata? Atau sekadar obsesi seorang penyair terhadap subjek yang tak pernah dia miliki? Namun, bukankah itu tak penting? Aku mencintaimu dalam caraku, cara yang mungkin tak pernah kau pahami.

Rasanya absurd, mencintai seseorang yang hanya hadir sebagai bayangan di layar pikiran. Namun, begitulah aku. Mencintaimu adalah satu-satunya cara aku bertahan, satu-satunya alasan aku terus menulis. Mungkin ini tak adil bagimu. Kau tak pernah minta jadi inspirasiku, tak pernah meminta dirimu diabadikan dalam sajak-sajak yang mungkin tak pernah kau baca. Tapi, begitulah cinta. Ia menemukan jalannya sendiri, meski lewat cara yang tak terduga.

Suatu hari, aku yakin kau akan pergi. Mungkin kau akan lelah dengan keberadaanku yang tak pernah nyata, yang hanya ada di balik layar laptop dan lembaran kertas kusut. Tapi meski kau pergi, kau tetap ada di sini. Kau adalah keabadian yang hanya bisa dirasakan lewat puisi. Dan saat dunia melupakanmu, aku akan terus menuliskan namamu, melukis wajahmu dengan kata-kata, hingga tak ada lagi tinta yang tersisa.

Sialnya, kau tetap hidup, abadi di antara huruf-huruf ini. Sementara aku, di ruangan ini, dengan laptop menyala dan kopi yang hampir habis, terus saja mencintaimu dalam diam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun