Api, Abu dan Mencari Tanggung Jawab di Los Angeles
Oleh: Dr.-Ing. Suhendra, pakar fire and explosion protection, mantan peneliti Bundesanstalt fuer Materialfoschung und -pruefung, Berlin, Germany.
Kebakaran yang melanda wilayah Los Angeles di pesisir Pasifik Amerika Serikat. sejak Selasa, 7 Januari 2025, telah menjadi salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah negara tersebut. Bencana ini tidak hanya menghanguskan lebih dari 37.000 hektar lahan, termasuk wilayah Hollywood Hills (sebelah Selatan area Hollywood), Eaton, dan Sylma juga menghancurkan 12.300 rumah dan merenggut nyawa sedikitnya 16 orang, tetapi juga memicu perdebatan tentang akar penyebab dan dampak sistemik yang lebih luas. Situasi ini menggambarkan kombinasi berbagai masalah: perencanaan wilayah yang kurang memperhatikan risiko kebakaran, infrastruktur yang tidak memadai, dan dampak perubahan iklim.
Saat ini, petugas pemadam kebakaran tengah berjuang melawan lima kebakaran besar, dengan dua yang paling signifikan: Kebakaran Eaton di utara Los Angeles dan Kebakaran Palisades yang membentang dari Malibu hingga Santa Monica. Kebakaran Eaton telah menjadi yang paling mematikan, menyebabkan 11 dari 16 korban jiwa. Sementara itu, Kebakaran Palisades melahap area seluas 93 kilometer persegi, menghancurkan sebagian besar wilayah Malibu.
Hingga kini, kebakaran di California telah menghanguskan total 163 kilometer persegi. Dampak terhadap lingkungan, masyarakat, dan infrastruktur sangat besar, dengan kerugian yang sulit dipulihkan dalam jangka pendek.
Penyebab Utama Kebakaran
Kondisi cuaca yang ekstrem menjadi salah satu faktor utama yang memperparah penyebaran kebakaran di kawasan tersebut. Kekeringan berkepanjangan telah menyebabkan vegetasi menjadi sangat kering dan mudah terbakar, sementara angin kencang mempercepat pergerakan api, sehingga menyulitkan tim pemadam untuk mengendalikan kobaran api. Kombinasi kedua faktor ini menciptakan situasi yang sangat berisiko, di mana upaya pemadaman menjadi jauh lebih menantang.
Penyelidikan awal juga menunjukkan bahwa penyebab kebakaran kemungkinan berkaitan dengan infrastruktur listrik di daerah tersebut. Kabel listrik aktif yang berada di dekat lokasi kebakaran diduga menjadi pemicu awal, terutama saat angin kencang menyebabkan kabel tersebut berayun dan mungkin menghasilkan percikan api. Temuan ini menunjukkan pentingnya pengelolaan infrastruktur yang lebih baik, terutama di wilayah rawan kebakaran, untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Kombinasi kondisi alam dan faktor manusia ini menyoroti kompleksitas dalam menangani dan mencegah kebakaran besar yang sering kali berdampak luas pada masyarakat dan lingkungan.
Selain aspek iklim dan lingkungan, menurut Molly Mowery, seorang ahli mitigasi risiko kebakaran, kondisi saat ini merupakan hasil akumulasi dari perencanaan yang tidak memadai selama beberapa dekade. Banyak rumah dibangun sebelum tahun 1990, ketika regulasi ketat belum diberlakukan. Rumah-rumah ini sering kali terlalu rapat, dan banyak penduduk mengabaikan aturan untuk membersihkan semak dan pohon yang mudah terbakar di sekitar rumah mereka. Sentimen masyarakat yang mencintai lingkungan hijau juga menambah risiko.
Selain itu, sistem air di wilayah tersebut tidak dirancang untuk menangani kebakaran skala besar. Michael McNutt, juru bicara perusahaan air setempat, menyatakan bahwa sistem saat ini hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga dan bisnis, tetapi tidak memadai untuk menghadapi kebakaran besar yang melanda seluruh distrik.