Mie Lethek, sebuah nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun bagi masyarakat Bantul, Yogyakarta, kuliner ini adalah salah satu warisan leluhur Jogja, khususnya masyrakat Bantul, yang membanggakan. Dengan ciri khas warna kusam kecokelatan, mie Lethek menyimpan cerita panjang yang terajut dalam setiap helai mie yang diproduksi.
Mie Lethek memiliki arti literal 'mie kusam' dalam bahasa Jawa, sebuah nama yang mengacu pada penampilan fisik mie tersebut yang berwarna kecokelatan. Uniknya, warna kusam ini bukan merupakan kekurangan, melainkan sebuah identitas yang membedakannya dari mie lainnya. Terbuat dari tepung tapioka yang merupakan hasil olahan singkong, Mie Lethek menjadi alternatif makanan yang lebih sehat karena rendah gluten, bahkan bisa dikategorikan gluten free.
Kalurahan Caturharjo, Pandak, Bantul, menjadi pusat produksi utama Mie Lethek. Di tempat inilah, tradisi pembuatan Mie Lethek telah turun temurun, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tim Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang tediri dari Imam Santosa S.T., M.Sc, Dra. Siti Salamah M.Si dan Dr.-Ing. Suhendra, tergerak inisiatif untuk berbagi info teknologi tepat guna dari kampus. Harapannya, tradisi leluhur ini terjaga dengan baik bahkan dengan manfaat lebih luas bagi masyarakat.
Proses pembuatan Mie Lethek sangat tradisional dan membutuhkan ketelitian. Mulai dari pemilihan singkong berkualitas, pengolahan menjadi tepung tapioka, hingga proses pencetakan mie yang masih banyak dilakukan secara manual. Ini adalah sebuah proses yang tidak hanya membutuhkan keterampilan, tapi juga kesabaran dan dedikasi tinggi dari para pengrajin.
Mie Lethek bukan hanya tentang makanan. Ini adalah sebuah simbol perjuangan, kearifan lokal, dan harapan. Dengan meningkatkan nilai gizi, seperti penambahan omega-3 yang diusulkan oleh tim dari UAD, mie Lethek tidak hanya mempertahankan keunikan dan kelezatannya, tapi juga meningkatkan manfaat kesehatan bagi konsumennya. Harapannya, inovasi ini akan semakin mengangkat brand mie Lethek dan pada akhirnya, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan nilai ekonomi masyarakat Bantul.
Mie Lethek merupakan bukti bahwa kuliner tradisional bisa bertahan dan terus relevan di tengah perubahan zaman. Dengan nilai sejarah, proses pembuatan yang autentik, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik, Mie Lethek menjadi lebih dari sekadar makanan. Ini adalah cerita tentang identitas, warisan, dan harapan. Sebagai bagian dari kekayaan kuliner Indonesia, Mie Lethek mengajarkan kita tentang pentingnya melestarikan warisan budaya dan terus mengembangkannya untuk kebaikan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H