Eh tiba-tiba dunia dikejutkan dengan sebuah truk yang menewaskan lebih dari 80 orang di kawasan pantai Promenade des Angles, Prancis. Jadilah kejadian tersebut sebagai duka Internasional, dan seperti kejadian lebay sebelumnya, tokoh sopir tersebut tersemat nama Mohammad, Islam. Kita faham, kemudian di berbagai media mengatakan kejadian ini sebagai bagian dari aksi terorisme. Kisah utuh, rapi, dan sangat klise.Â
Bagaimanapun saya coba menjelaskan, pada kenyataannya kita dikepung dengan bangunan persepsi yang tidak seimbang. Definisi kita pada standarisasi kasus terorisme Internasional masih tersekat hanya jika terjadi di negara non islam yang di blow up, dan syarat mutlaknya harus dilakukan oleh tersangka yang berlatar belakang islam, entah hanya sekedar nama, julukan yang diada-adakan, atau mendadak islam, yang penting bisa diberitakan sebagai islam. Buktinya tragedi bom bandara Turkey di juni lalu, rasanya tidak masuk dalam kejadian terorisme internasional dan mendapat perhatian khusus, di Kompasiana saja seingat saya tidak masuk ke topik pilihan. Maka membaca berita Nice akhir-akhir ini, saya tidak menaruh simpati khusus, atau sampai menebarkan tagar dan mengganti foto profil. Paling saya sekedar berbelasungkawa dan doa. Itu bentuk respon saya terhadap berbagai kejadian terorisme yang tidak terberitakan.Â
Teror Nice melanda Prancis, dunia berduka. Sebelumnya ketika terjadi serangan bom di Stade de France, berbondong orang mengubah foto profil mereka. Tapi bila terjadi di Suriah, Egypt, Turkey, siapa yang mau merelakan untuk berduka. Teror Nice adalah bukti ke sekian betapa kepedulian kita sangat bergantung dari berita di media. Bila semua media sepakat menggalang kepedulian, maka dunia akan peduli. Bahkan sekecil berita Kopi Mirna pun, menjadi isu Nasional. Atau razia warteg puasa Ibu Saeni yang akhirnya berhasil tergalang lebih dari 100 juta. Presiden pun sampai mau berdonasi 10 juta khusus untuk Ibu Saeni.Â
Teror Nice melanda Prancis. Apa peduli saya soal itu? Kepedulian saya tidak saya gadaikan dari media murahan, saya berupaya sebisa mungkin agar standar kepedulian saya adalah wilayah rasional yang bukan dari cekokan berita. Setidaknya saya merasa sebagai manusia cerdas dan jelas meletakkan kepedulian. Â Ini pandangan pribadi saya, dan semoga saya akan baik-baik saja. Salam kompasioner.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H