KERAJAAN Gowa dikenal dan begitu tersohor sebagai salah satu kerajaan nusantara di zamannya. Kerajaan yang menganut sistem Kesultanan di masa kejayaannya, bahkan melahirkan beberapa pahlawan nasional.
Satu nama yang begitu harum adalah Sultan Hasanuddin. Sejarah perlawanannya atas VOC Belanda menjadi kebanggan bagi masyarakat Gowa bahkan Sulsel pada umumnya.
Kegigihannya dan semangat perjuangan pantang menyerah membuat VOC menjulukinya Ayam Jantan dari Timur. VOC bahkan harus mengirim bantuan dari Batavia ke Makassar untuk menaklukkan Sultan Hasanuddin di Perang Makassar.
Penaklukan Sultan Hasanuddin oleh Belanda pun terjadi. Namun roda Kerajaan Gowa tetap berjalan dari sultan ke sultan atau orang Gowa menyebutnya Somba hingga Raja/Sultan/Somba Gowa ke 36, Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Alauddin.
Di zaman pemerintahan Raja Gowa ke 36 ini lah, Kerajaan Gowa secara penuh menyatu dengan NKRI. Andi Idjo yang menjabat sebagai raja kala itu menyerahkan secara penuh kekuasaan Kerajaan Gowa ke pemerintah RI dibawah kendali Presiden Soekarno bersama dengan kerajaan-kerajaan nusantara lainnya kecuali Keraton Jogjakarta.
Andi Idjo kemudian dijuluki sebagai raja terakhir Kerajaan Gowa sekaligus menjadi Bupati pertama Dati II Gowa yang sekarang bernama Kabupaten Gowa. Belakangan, tahta Kerajaan Gowa kembali mengemuka.
Hal itu terjadi setelah putra dari Raja Gowa ke 36, yakni Andi Maddusila Andi Idjo menasbihkan dirinya sebagai Raja Gowa ke 37 setelah 33 tahun pasca ayahnya menyerahkan kekuasaan Kerajaan Gowa ke Pemerintah RI. Pengangkatan pria yang kalah di tiga perhelatan Pilkada langsung di daerahnya ini pun penuh dengan kontroversi.
Selain ayahnya, Raja Gowa ke 37 sudah menyerahkan sepenuhnya kekuasaan Kerajaan Gowa ke pemerintah, keinginannya itu ternyata juga ditantang adiknya sendiri, Andi Kumala Andi Idjo. Keduanya bahkan telah sama-sama melantik dirinya sebagai raja.
Kadar keabsahan Andi Kumala sebenarnya dianggap lebih tinggi, karena ia pernah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Gowa, sebagai putra mahkota atau disebut Patimataranna Gowa. Walaupun Maddusila melantik dirinya sebagai raja lebih duluan, yakni tahun 2011. Ayahnya Andi Idjo sendiri mengakhiri statusnya sebagai raja Gowa pada tahun 1978.
Puncak konflik diantaran keduanya tahun 2014. Tahun 2016 ini, Maddusila kembali melantik dirinya sebagai raja. Lagi-lagi penuh dengan kontroversi. Ia disebut melanggar mekanisme pengangkatan raja.
Protes bahkan datang dari Pemangku Hadat Batesalapang yang dalam sejarah Kerajaan Gowa memiliki hak untuk melantik Raja/Sultan/Somba Ri Gowa. http://makassar.antaranews.com/berita/74881/dhbs-tolak-maddusila-sebagai-raja-gowa