Murai Kencak
By : Suhatman Pisang
Berbulu hitam,variasi putih dibagian punggung.Biasanya ada juga bulu bulu coklat dari dada sampai perut. Ekornya lebih panjang dari badan,dominasi hitam juga,ada bulu putih dibagian bawah,kadang terlihat juga bulu putih disela pantatnya.Tak banyak,ada juga sedikit bulu putih di sela sela sayapnya . Patuknya runcing sekitar satu setengah sentimeter. Ukurannya tidak terlalu besar, paling  seukuran tangan orang dewasa. Di kampung Denai disebut Burung Murai Kencak .
Kebanyakan orang menyebutnya burung Murai Batu.
Denai terkesima kalau melihat burung itu hinggap di pohon waru belakang rumah. Terbang rendah hinggap tak lama di ranting ranting Waru.
Biasanya burung itu muncul pagi hari saat waktu syuruq atau sekitar satu jam setelah adzan subuh . Kadang bisa muncul tengah hari tegak saat adzan Zuhur. Acap juga tiba sore selepas shalat Ashar.
Bunyinya nyaring seperti siul Abak Gaek (panggilang Denai ke kakek) terasa benar merdunya ,kadang nadanya datar, kadang berirama berayun, kadang nyaring panjang. Kalau dibanding banding  lebih nyaring dari pupuik sarunai yang biasa di buat dari batang padi.
Lebih halus nadanya  dibanding saluang yang dipakai sebagai instrumen dendang pauh.
Biasanya Murai itu muncul satu satu. Bagi kami yang tinggal di kampung Pisang ( kelurahan Pisang ,kecamatan Pauh, kota Padang,Ranah Minang ) kicauan Murai sangat akrab. Seperti angin datang dan pergi, hilang dan munculnya burung itu dinggap biasa saja.
Suatu ketika, Murai berkincak tak seperti biasa, dari subuh bunyinya sudah berirama. Tidak satu pula, adalah sekitar 5 ekor . Burung indah itu bersahut sahutan, kalau di inap inapkan merdu juga kedengarannya. Karena tidak biasa,terasa juga menganggu telinga.
Amak Gaek ( Denai biasa memanggil nenek ) yang mungkin terusik kicauan Murai mengatakan ke Denai
" Tu.. Murai memberi kabar buruk "
" Kabar apo tu Mak ?"
" Kalau Murai lah bakencak, itu Tando kabar buruk akan tiba "
" Kok bisa Mak ? "
" Itulah arifnya burung tu, mereka bisa memberi kabar ke kita "
" Masa sih Mak ?"
" Kau lihat saja apa yang akan terjadi ? "
Amak Gaek berlalu. Denai berpikir pikir sendiri . Mitos apa pula ini ? Pikir Denai dalam hati .
" Akh, tahayul.. "
Tidak tembus di pikiran Denai apa pula hebatnya burung Murai itu,sehingga bisa pula menyampaikan kabar yang akan terjadi .
Tidak putus marifat Denai hubungan burung Murai dengan kejadian yang akan datang.
" Denai tidak percaya !" Burung Murai ya burung.. yang biasa berkicau, kebetulan saja hari ini mereka lagi ramai .
Selepas Magrib, Denai mangaji berbisik bisik, Mushaf yang lusuh Denai baca lambat, saat itu sedang membaca surah Al-Kahfi. Belum sampai ayat ke 20,batu batu kecil, di depan rumah,sebelum tangga naik berbunyi seperti beradu adu, tanda ada orang yang datang.
Pak Dirih, orang kampung sebelah berdiri di depan tangga. Aku keluar, namun Abak Gaek sudah di ujung tangga, beliau menyapa Pak Dirih.
" Assalamualaikum " Pak Dirih membuka kata
" Waalaikum salam, naiklah Dirih "
" Dak naik ne pak, disini saja , saya buru buru ,cuma mau kasih kabar saja, baru saja orang rumah dapat telpon dari Bengkulu, si Kahar lah dahulu "
" Innalilahi wa innalilahi rajiuun "
Kahar adalah adik Amak Gaek, yang sudah puluhan tahun merantau ke Bengkulu, jarang pulang.
Beliau dikabarkan meninggal dunia, zaman itu di kampung Denai hanya ada 3 rumah yang memiliki telpon. Kalau ada kabar dari rantau biasanya orang pisang yang sedang di rantau akan menelpon ke nomor telpon itu.
Percaya tak percaya, Denai teringat kicauan burung Murai dan kata Amak Gaek. Kabar burung Murai pertanda kabar buruk akan terjadi .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H