Hujan gerimis mengiringi alunan musik gamelan, suaranya yang melengking dibantu sound system mengundang masyarakat Jl. Nogio VII Kelurahan Deli Tua Timur berbondong-bondong dan berkumpul. Tidak ada batas usia, semua bercampur menjadi satu, anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak bahkan nenek-nenek dan kakek-kakek membaur menyaksikan aksi jaran (kuda) lumping atau biasa disebut jaran kepang, yang dibawakan kelompok Paguyuban dari Sei Bamban Serdang Bedagai.
Enam orang pemuda mulai mengikuti ritual jaran dengan menari di atas kuda yang terbuat dari tepas dan triplek. Aroma kemenyan dan minyak duyung mulai merebak hingga bulu kuduk berdiri. “Kemenyan ini digunakan untuk memanggil roh halus untuk ikut serta dalam tarian jaran kepang, tapi tetap bisa dikendalikan oleh pawang,” jelas Wak Anto, kordinator paguyuban.
Ada satu hal yang menarik dalam tampilan Kuda Lumping di Deli Tua Timur ini, yang digelar beberapa minggu yang lalu. Menurut salah seorang warga yang enggan menyebutkan namanya, menyatakan acara ini khusus dibuat untuk membersihkan Desa dari roh halus jahat yang merupakan ‘perewangan = peliharaan” seseorang seperti persugihan. Konon di desa tersebut dicurigai ada salah seorang warga yang memelihara mahluk halus yang kerap ‘mencuri’ uang secara gaib. Dan yang lebih memiriskan hati, mahluk halus tersebut meminta ‘tumbal’ (korban) dari keluarga si pemilik mahluk halus. “Sudah ada dua keluarganya yang meninggal tak wajar, saudara jauh bukan saudara dekatnya, karena itu harus dibersihkan”, ujar warga tersebut yang merupakan jiran tetangganya.
Acara sengaja digelar saat masa kampanye pencaleg-kan yang lalu, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan si pemilik ‘pesugihan’, warga mengatakan tampilan “kuda lumping” itu sumbangan dari salah seorang partai untuk lebih kenal dekat dengan warga.
Prosesi Penangkapan
Dari pukul 16.00 WIB awal mulai acara digelar, masyarakat sangat antusias menonton bahkan ketika jam sudah menunjukkan pukul 18.30 WIB saat azan Magrib, acara dihentikan sejenak. Usai magrib, masyarakat kembali berbondong-bondong menonton. Acara begitu menarik, karena ada salah seorang penari jaran kepang kesurupan ‘roh banci’ sehingga bertingkah sangat lucu, bahkan bertingkah seperti monyet dan dapat mengupas kelapa dengan menggunakan gigi.
Usai magrib, acara prosesi penangkapan prewangan mulai dilakukan, kali ini salah seorang warga yang diduga pemilik perewangan mulai ‘kepanasan’, marah-marah dengan alas an sudah malam kok acara masih berlanjut. Para pemain jaran kepangpun semakin ‘panas’ dengan penampilannya. Ada yang makan bunga bahkan ada yang makan beling (kaca-red) dengan mulut yang mulai luka berdarah.
Malam kian larut harapan menangkap ‘perewangan’ belum juga terjadi bahkan tidak dapat dilakukan. Dialog antara ‘pawang’ dengan pemain yang kesurupan mulai dilakukan, dan ternyata si pawang tak mampu ‘menalukkan’ perewangan tersebut, bahkan dengan meminta maaf kepada mahluk yang masuk kedalam pemain jaran kepang untuk keluar dari tubuh penari tersebut. Acara prosesi selesai pukul 23.00 WIB, katanya perewangan belum tertangkap. “Lebih kuat perewangannya dari pada si pawang jaran kepangnya, lain kali akan dicari pawang yang lebih kuat’, papar warga dengan wajah kecewa.
Dari sekian banyak penonton yang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan aksi jaran kepang, mereka mengaku terhibur dengan aksi budaya jawa itu. Mereka bahkan mengatakan tak tau kalau acara jaran kepang ini dapat membersihkan Desa dari mahluk halus yang jahat. “Apa iya aksi jaran kepang dapat membersihkan desa dari mahluk halus ?, saya ngak tau mbak, saya nonton aja karena seru bisa makan kaca. Masak sih di zaman seperti ini masih ada yang punya ‘peliharaan’ untuk mencari rejeki,? …( Wallahualam = Hanya Allah yang tahu).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H