Prolog
Seluruh Warga Binaan Pidana Terorisme ("WBP") sebagai Warga Negara Indonesia ("WNI") selaku subyek hukum memiliki hak secara hokum untuk melakukan pembelaan melalui Mahkamah Agung RI dengan mengajukan Peninjauan Kembali ("PK") atas putusan yang dirasa masih menimbulkan ketidak adilan bagi Warga Binaan Pidana Terorisme yang ada diseluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengajuan PK dapat dilakukan sendiri oleh WBP melalui keluarganya masing-masing dan / atau melalui kuasa hokum yang ditunjuk oleh WBP.Tulisan ini didedikasikan dalam rangka kepentingan penyuluhan hukum bagi masyarakat demi terciptanya keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia sebagai negara hokum yang sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia ("HAM") sebagai pengejawantahan dari Idiologi Negara Pancasila.
Jumlah Nara Pidana Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia
Secara umum, kejahatan Terorisme, dari segi kwantitas, secara relatif dapat dipandang sebagai sesuatu, yang tidak dapat dianggap ringan. Menurut catatan dari Direktorat Jendral Lembaga Pemasyarakatan, jumlah Nara Pidana Tindak Pidana Terorisme, di Indonesia, dalam catatan di bulan april 2015, sebanyak 215 Orang. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Keterangan :
Pada umumnya WBP dengan hukuman seumur hidup telah menerima putusan tetap yang sudah memiliki kepastian hukum tetap yaitu berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI.Mengingat hukum positif yang berlaku masih membuka peluang bagi WBP yang mendapatkan hukuman seumur hidup untuk mengajukan upaya hukum lainnya misalnya dalam hal ini upaya hukum untuk mengajukan peninjauan kembali ("PK") tidak ada salahnya jika upaya PK tersebut ditempuh.
Perlunya upaya-upaya hukum tersebut mengingat secara hokum upaya membela diri dalam bentuk pembelaan hukum adalah sebagai hak dari setiap warga negara tidak terkecuali WBP juga memiliki hak untuk mengajukan upaya PK melalui Mahkamah Agung RI.
Peluang Hukum WBP
1. Tindak Pidana Terorisme, yang terjadi antara lain di Ambon dan di daerah-daerah lainnya yang pada saat ini para Narapidana tersebut ditempatkan / dipenjara di seluruh Lembaga Pemasyarakatan ("LP") belum memanfaatkan / menggunakan kesempatan, untuk upaya hukum misalnya, "Peninjauan Kembali (PK)" melalui Mahkamah Agung RI. Upaya-upaya hukum, yang bersifat Hak Prerogatif Presiden, misalnya "Grasi" dll.
Idealnya dilakukan, setelah upaya hukum, yang bersifat Law Enforcement, telah selesai ditempuh.Putusan atas perkara PK, misalnya tidak berhasil, narapidana, masih memiliki peluang, untuk upaya hukum lainnya, yang bersifat politis, dengan memanfaatkan, celah hak Presiden, yang bersifat prerogatif.
2. Hendaknya BNPT, dapat memberikan sosialisasi hukum, kepada para narapidana terorisme, memberikan informasi, bahwa narapidana, masih memiliki hak-hak, atas pembelaan diri, yang dilindungi oleh UU, dan / atau hukum yang berlaku, berupa upaya-upaya hukum, melalui Pengadilan yang bersifat " due process of law ".
3. BNPT, sebagai Institusi / Lembaga Pemerintah, Non Kementerian, yang bertanggungjawab, langsung kepada Presiden, memiliki tugas dan tanggungjawab, satu diantaranya, membina narapidana, agar supaya sadar hukum, sadar untuk berbangsa, dan bernegara, dalam perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang beridiologi Pancasila, bukan dalam perspektif Negara Islam, atau Negara Kristen dan / atau, Negara Komunis.