Hukum Positif yang berlaku bagi seluruh advokat di Indonesia adalah UU Advokat No.18.Tahun 2003.Bunyi paragraf ke v dari Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia berbunyi sebagai berikut : Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia ("KEAI") adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesinya yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban  kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada Klien, Pengadilan, Negara  atau Masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.
Mengingat KEAI itu merupakan hukum tertinggi sehingga Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 huruf (e) menentukan : Dewan Kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh  organisasi profesi advokat yang berfungsi dan berwenang mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana mestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap seorang advokat yang dianggap melanggar kode etik Advokat.
Pertanyaannya apakah organisasi profesi advokat saat ini sudah membentuk Dewan Kehormatan ?
Berdasarkan Bab XI Aturan Peralihan Pasal 22 ayat (4) KEAI telah menentukan sebagai berikut : Organisasi-organisasi profesi dalam ayat (1) pasal ini akan membentuk Dewan Kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama yang struktur akan disesuaikan dengan  Kode Etik Advokat ini. Dalam kenyataannya Setelah UU Advokat di undangkan pada tahun 2003 hingga saat ini organisasi-organisasi profesi advokat belum pernah membentuk Dewan Kehormatan Bersama.
Siapa yang berhak membentuk Dewan Kehormatan bersama ?
Pada Bab XI Aturan Peralihan Pasal 22 ayat (3) telah menentukan sebagai berikut : Komite Kerja Advokat Indinesia ("KKAI") mewakili organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat (1) pasal ini sesuai dengan pernyataan bersama tertanggal 11 februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan Pemerintah.
KKAI sampai saat ini belum pernah membentuk Dewan Kehormatan Bersama. Dalam perspektif hukum positif yang memiliki kewenangan mengadili pelanggaran kode etik advokat adalah Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh organisasi-organisasi profesi advokat.Jika Dewan Kehornatan Bersama belum dapat dibentuk maka akibat hukumnya jika misalnya organisasi advokat akan mengadili dengan membentuk dewan kehormatan sendiri putusan yang dihasilkan berpotensi tidak memiliki legitimasi hukum.
Advokat Frederich Gunadi idealnya diadili oleh Dewan Kehormatan Bersama bukan diadili oleh organisasi profesi advokat Peradi. Lebih2 saat ini Peradi sudah pecah menjadi 3 (tiga) sangat sulit diterima oleh akal sehat (common sense).
Bagaimana menghadapi problimatika tersebut ?
Mengacu pada Kode Etik Advokat:
Pasal 22 (3) Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11 Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintah