[caption id="attachment_318611" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang Bapak sedang memancing ikan (Iustrasi)"][/caption]
Bayangan akan tayangan film “Jokowi” yang pernah ditayangkan di salah satu TV nasional beberapa waktu lalu selalu menghiasi pikiranku. Saya sangat terkesan dengan kebiasaan memancing beliau saat masih kecil. Apalagi tidak jarang mendapat ikan yang lumayan banyak. Pastinya beliau sangat telaten memancing saat itu.
Berbicara soal mancing, setiap orang mempunyai cara masing-masing. Misalnya saja di kampung saya di Pela-Manggarai Barat, Flores, NTT. Sebuah kampung yang bisa dikategorikan masih terbelakang. Akses jalan masuk masih berbatu, tidak ada sarana transportasi umum yang melayani secara rutin jika ingin mobilisasi ke kota atau sebaliknya. Sebagian besar warga masih berjalan kaki beberapa puluh kilo meter jika ingin ke pusat kecamatan atau kota kabupaten. Hanya beberapa saja yang memiliki kendaraan pribadi (sepeda motor).
Kembali ke soal mancing, entah karena masih “kampungan”, biasanya kami menggunakan alat seadanya. Kita berusaha memaksimalkan sumber daya yang ada di sekitar lingkungan kami. Mata pancing kadang (kail) dibeli di kota kecamatan, tapi paling sering kami buat sendiri dengan cara memodifikasi dari peniti. Mata kail tadi disambung dengan senar. Senar ini tidak bisa diakali dengan bahan seadanya, sehingga harus dibeli. Sedangkat tongkatnya, kami biasa menggunakan bambu ukuran kecil yang ringan, dan ujungnya melengkung. Sedangkan umpan yang digunakan adalah cacing tanah. Hampir sebagian besar menggunakan bahan yang ada di lingkungan kami, tidak begitu mengeluarkan biaya.
Berbeda dengan cara memancing di daerah kota, misalnya saya memperhatikan di Surabaya. Semua menggunakan peralatan yang modern, hingga umpannya pun menggunakan produk khusus yang harus dibeli. Kelihatan sangat profesional pemancing yang menggunaan alat tersebut. Selain itu, memang terlihat sangat praktis serta mudah dioperasikan. Karena menggunakan umpan khusus, biasanya lebih mudah mendapatkan ikan yang lebih banyak.
Sensasi Memancing di kolam Trembesi 2, Pagesangan
Hari ini saya mendapat pengalaman baru lagi dalam hal memancing. Mohon maaf jika bagi Anda pembaca sudah dianggap biasa saja. Semoga tidak mengurungkan niat untuk terus membaca.
[caption id="attachment_318612" align="aligncenter" width="300" caption="Menanam bersama warga RW 03 Kel. Pagesangan & Mahasiswa/i KKN-BBM Unair Ke-50"]
Kebetulan saya bersama-sama teman mahasiswa/i dari Unair sedang mengikuti kegiatan KKN-BBM ke-50 di Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan, Kota Madya Surabaya. Hari ini, kami mempunyai agenda kerja bakti bersama warga RW 03. Bersama warga kami menanam bermacam-macam tanaman di salah satu lahan kosong milik bersama warga setempat.
[caption id="attachment_318613" align="aligncenter" width="300" caption="Foto bersama sehabis menanam: Mahasiswa Unair dan Muda/i RW 03 Pagesangan"]
Tidak jauh dari tempat kami menanam, saya memperhatikan ada sebuah kolam ikan yang cukup luas. Awalnya saya tidak begitu peduli, paling-paling kolam ikan milik warga di sana, begitu pikirku. Namun, lama kelamaan saya memperhatikan semakin banyak orang yang mengitari kolam untuk memancing. Saya kemudian penasaran dan mencoba cari informasi sama warga sekitar.
[caption id="attachment_318614" align="aligncenter" width="300" caption="Saya (Saver), berdiri di pinggiran kolam ikan Trembesi 2, Pagesangan"]
Adalah Pak Poniman atau warga biasanya memanggilnya Pak Pani, beliau adalah ketua kelompok tani yang mengelola kolam ikan tersebut. Menurut pengakuan beliau, kolam tersebut sudah mulai dibuat sejak 2 tahun lalu. Seluruh proses pembuatan kolam, pengadaan sarana air (sumur bor) serta bibit ikan ditanggung oleh Pemkot Surabaya. Warga setempat hanya menyediakan tanah/lahan kosong, serta tenaga untuk memelihara atau mengelolahnya.
[caption id="attachment_318615" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Pani (tengah), ketua pengurus kolam ikan Trembesi 2, Pagesangan"]
Ada cara unik dalam penjulan/pemasaran ikan hasil dari kolam tersebut. Masih menurut pengakuan Pak Pani, ikan-ikan peliharaan tersebut tidak pernah dijual secara konvensional, ditangkap kemudian dijual ke pasar. Mereka mempunyai strategi pemasaran tersendiri dan cukup unik. Setiap orang diberi kesempatan untuk memancing sendiri. Hasil tangkapannya boleh dibawah pulang. Hanya saja, ada batas rentang waktu yang sudah ditentukan oleh pengelolah. Jadi, setiap yang memancing harus menggunakan waktu semaksimal mungkin.
[caption id="attachment_318616" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa orang yang sedang mancing"]
Tarif yang diberlakukan cukup terjangkau. Setiap senin hingga sabtu, pengelolah memasang tarif Rp. 30.000 tiap pemancing. Rentang waktu yang diberikan mulai dari jam 08.00 hingga jam 14.00. Untuk menarik peminat, pengelolah mengadakan lomba mancing tiap hari minggu. Khusus untuk lomba, biaya pendaftaran lebih besar dari hari biasa, yaitu sebesar Rp. 50.000.
[caption id="attachment_318617" align="aligncenter" width="300" caption="Proses pendaftaran peserta lomba pada panitia (kelompok pengurus kolam ikan)"]
Ada dua kategori perlombaan yang biasa diselenggarakan, ada Galatama dan Mancing mania. Kategori galatama hanya mencari tiga pemenang saja, yakni juara 1, 2, dan 3. Sedangkan dalam kategori mancing mania memilih 10 orang pemenang. Pemenangnya ditentukan dengan menimbang hasil tangkapan, yang mendapat paling berat, dialah pemenangnya. Hadiah yang diberikan pada pemenang biasanya berupa uang, beserta ikan hasil tangkapan boleh dibawah pulang.
[caption id="attachment_318618" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa peserta lomba sedang mempersiapkan alat dan umpan"]