Itu adalah asumsi awal yang membuat kehadiran vape ini disambut positif oleh banyak orang. Saat itu orang memprediksi bahwa kehadiran vape bisa mengurangi rasa ketagihan orang pada rokok konvensional.
Beberapa hasil uji coba memang menunjukkan hasil seperti itu. Seperti penelitian yang dilakukan Goniewich, dkk pada tahun 2012, hasilnya menunjukkan bahwa e-rokok berhasil menghentikan kebiasaan orang untuk merokok.
Menurut saya, temuan itu tentu saja positif dan membuat orang makin penasaran dan mau mencoba khasiat rokok elektrik tersebut. Maka tersebar lah ia ke seluruh jagat raya, termasuk ke Indonesia.
Soalnya, ketika vape ini menjadi tren baru di Indonesia, dampak buruk penggunaan e-rokok ini mulai teridentifikasi satu per satu. Tujuan awalnya untuk mengurangi kecanduan merokok, tapi pada praktiknya justru bikin asap makin mengepul di paru-paru.
Ada sebuah studi yang dilakukan di Indonesia tentang bagaimana produsen rokok elektrik melakukan promosi secara daring. Bigwanto, dkk menemukan fakta bahwa produk rokok elektrik banyak dipromosikan lewat media sosial Instagram.
Secara spesifik peneliti tersebut menyebutkan bahwa iklan promosi itu menampilkan gambar wanita tampil memikat sambil menunjuk produk vape dan segala kenikmatan rasa produk. Itu artinya, barang yang awalnya bertujuan untuk mengurangi frekuensi merokok konvensional telah dipromosikan untuk tujuan komersial (kepentingan ekonomi semata).
Kita tahu, promosi seperti itu telah bekerja cukup efektif. Buktinya jelas, saat ini kita mudah menemukan orang sedang menikmati asap vase di semua tempat umum.
Ditambah dengan pengaruh pergaulan sosial rekan sebaya, kesalahan persepsi dan mudahnya akses mendapatkan produk. Semua faktor tersebut membuat makin banyak anak muda--bahkan anak-anak--terbiasa mengisap vape.
Celakanya, dalam berbagai studi yang lebih lanjut, ternyata efek negatif dari vape ini sama saja dengan rokok biasa. Mereka sama-sama bisa merusak perangkat pernapasan kita.
Kalininskiy bersama rekannya merilis hasil penelitian mereka tentang dampak negatif dari vape. Telah banyak pengguna vape yang mengeluh masalah pernapasan dan membutuhkan perawatan intensif.
Setelah berhenti menggunakan vape, pasien tersebut menunjukkan gejala yang membaik. Artinya, asap vape juga membahayakan organ respirasi.
Temuan itu juga didukung penyeledikan yang dilakukan Thakrar, dkk., yang menemukan adanya tanda kerusakan paru-paru para pengguna vape setelah dilakukan foto Rontgen dada.