Ketika ada wacana mengenai SIM (surat izin mengemudi) seumur hidup, saya seketika mengingat tulisan lama di FB. Apakah tulisan itu telah dibaca pengambil kebijakan?
Biar lebih jelas lagi mengenai sikap saya atas isu SIM seumur hidup tersebut, ada baiknya saya ceritakan ulang. Biar nanti Anda dan para pembuat regulasi yang menentukan lebih lanjut.
Pada suatu hari di tahun 2019, tanpa sengaja saya memeriksa dompet dan menemukan masa berlaku SIM saya sudah habis. Sudah lewat beberapa hari masa berlakunya.
Saya tidak bermaksud membangkang. Tapi memang sebelumnya saya jarang sekali ditilang polisi untuk menanyakan ada SIM atau tidak. Tanpa bermaksud sok taat aturan, saya memang jarang ditilang sehingga hampir tidak pernah membuka SIM.
Tapi begitu saya menyadari SIM telah kedaluwarsa, maka saya langsung ke unit polisi yang menangani SIM.
"Ini harus urus ulang karena sudah mati," kata seorang polwan yang bertugas di resepsionis hari itu.
Meski telatnya belum sampai 1 bulan, tapi itu aturan. Dan saya membayangkan tidak akan berdaya untuk berdebat dengan polisi mengenai regulasi tersebut.
"Aturannya memang begitu, Pak," tegas polwan itu lagi.
Maka saya tidak ada pilihan lain. Saya mendaftar ulang seperti orang yang mengurus SIM pertama kali.
Saya menjalani proses itu dengan ikhlas sambil terus mengembangkan pikiran positif, bahwa semua itu terjadi karena kelalaian saya juga. Saya kurang aktif memeriksa masa berlaku SIM, sehingga harus tanggung sendiri akibatnya.