Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Wiro Sableng

23 Januari 2016   10:32 Diperbarui: 23 Januari 2016   12:12 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mencari Wiro Sableng"][/caption]Tontonan paling favorit saat SD itu Wiro Sableng. Setiap hari minggu siang, selalu ingin menonoton. Tapi, kala itu tidak semudah sekarang dan tidak semudah kalau kita tinggal di kota, TV ada tiap rumah dan listrik menyala 24 jam.

Di kampung saya saat itu cuma ada satu TV. Listriknya menggunakan mesin diesel. Biasanya dinyalakan antara jam 18.00-21.00. Selebihnya tidak, demi penghematan. Bukan pamer, kebetulan milik orang tua saya.

Jika mood bapa dan mama lagi baik, saya mudah merayu biar bisa menonton. Meski jarang, beberapa kali mereka luluh dengan rengekan saya. Salah satu contohnya seperti cerita berikut.

Perlu diketahui, semenjak tahu film Wiro Sableng, semua anak-anak SD paling gemar menulis angka keramat "212" atau menggambar kapak bermata dua itu di mana saja. Buku catatan dipenuhi simbol-simbol itu, di tangan, dan di sekujur badan. Lebih ekstrim, ada yang memberi nanah buah mente pada tulisan yang sudah ditebali tinta biar bertahan lama. Memang bagus, tulisan itu tidak mudah terhapus saat terkena air maupun keringat. Tapi, pada beberapa kasus, ada yang sampai menimbulkan luka borok.

Saya juga pernah ikutan, tapi tidak pakai nanah biji mente. Saya menggambar pakai tinta ballpoint saja. Di dada, saya gambar tulisan "212" ukuran besar. Ketiga angka itu saya hitamkan (bold) biar mirip seperti punyanya Wiro Sableng.

Menurut saya, hasil gambar di dada itu sangat bagus dan mirip aslinya. Biar tidak terhapus, saya menjaganya baik-baik. Saat warna mulai pudar oleh keringat, saya hitamkan lagi. Saking takut terhapus, saya tidak mau mandi. Cuci muka saja cukup.

Melihat saya ikutan "sableng" karena pengaruh Wiro, orang tua mulai khawatir. Mereka merayu saya mandi. Tentu saja saya tolak. Akhirnya mereka berjanji, kalau mandi dan membersihan semua tulisan di dada, maka dibolehkan nonton. Mereka akhirnya mau menyalakan listrik pada siang hari.

***

Begitulah sedikit kesablengan saya gara-gara Wiro dulu. Saking sableng-nya, saya meyakini Wiro itu benar-benar ada di kehidupan nyata. Dan berdasarkan film, dia biasanya hidup di hutan. Entah di mana, tapi yang pasti di Jawa. Makanya saat tinggal di Jawa kurang lebih 2,5 tahun ini saya selalu tolah-toleh setiap jalan ke mana-mana, siapa tau berpapasan dengannya.

Minggu lalu, saya mengunjungi hutan bambu di pinggiran Kota Surabaya. Dari jauh, saya melihat sosok yang menggunakan pakaian serba putih termasuk ikat kepalanya. Saya yakin, seyakin-yakinnya, itulah orang yang saya cari. Begitu saya mau mendekat, hanya sekali kedipan mata saja, yang tersisa hanya asap putih. Saya menengadah ke atas, berusa terus mencari. Entah di mana. Terlalu mengawang dan silau.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun