Mohon tunggu...
Suhandono Wijoyokusumo
Suhandono Wijoyokusumo Mohon Tunggu... Freelancer - Grandmaster of kundalini

Grandmaster of kundalini memberikan training dalam spiritual

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Milo Part 2

21 Oktober 2024   12:29 Diperbarui: 21 Oktober 2024   12:31 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika bus akhirnya sampai di halte kantor, Joko buru-buru turun, berharap mengakhiri segala kekacauan ini. Namun, takdir sepertinya belum selesai mengujinya.

Di depan pintu kantor, ada gerombolan orang yang berdiri berkerumun. Joko memperhatikan bahwa ada sesuatu yang aneh---pintu depan kantor tidak terlihat. Setelah melangkah mendekat, Joko baru sadar: pintu kantor memang tidak ada!

"Pintunya mana?" gumam Joko bingung. Ia mencoba bertanya pada satpam yang tampak tidak kalah bingungnya.

"Renovasi, Mas. Pintu belum dipasang lagi. Sementara lewat jendela dulu, ya," kata satpam dengan wajah tanpa dosa.

"Jendela?" Joko melirik ke samping, dan benar saja, ada satu jendela besar yang terbuka lebar. Beberapa karyawan sudah lebih dulu memanjat jendela untuk masuk.

Joko hanya bisa menghela napas panjang. Dengan segala yang sudah terjadi pagi ini, memanjat jendela untuk masuk ke kantor rasanya sudah bukan hal yang aneh lagi. Tanpa berpikir panjang, ia menyingsingkan lengan bajunya, melempar tas ke dalam, dan mulai memanjat.

Namun, tentu saja, karena ini adalah harinya Joko, sesuatu yang konyol pasti terjadi. Di tengah memanjat, celana Joko tersangkut di jendela. Ia mencoba menariknya, tapi celananya malah makin kencang. Beberapa detik berikutnya, terdengar suara sobek pelan.

Joko membeku. Ia bisa merasakan dinginnya angin pagi menyusup di bagian yang tak seharusnya.

Penumpang di dalam kantor yang kebetulan melihat kejadian itu langsung terbahak-bahak. Seorang rekan kerjanya bahkan sampai jatuh terduduk, tak bisa menahan tawa. Joko menutup matanya sejenak, berharap ini semua hanya mimpi buruk yang bisa dia tinggalkan begitu saja.

Namun, kenyataan lebih absurd dari mimpi. Dan bagi Joko, hari yang "nyaris sempurna" ini baru saja berubah menjadi mimpi buruk yang tak terhindarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun