Ketika bus akhirnya sampai di halte kantor, Joko buru-buru turun, berharap mengakhiri segala kekacauan ini. Namun, takdir sepertinya belum selesai mengujinya.
Di depan pintu kantor, ada gerombolan orang yang berdiri berkerumun. Joko memperhatikan bahwa ada sesuatu yang aneh---pintu depan kantor tidak terlihat. Setelah melangkah mendekat, Joko baru sadar: pintu kantor memang tidak ada!
"Pintunya mana?" gumam Joko bingung. Ia mencoba bertanya pada satpam yang tampak tidak kalah bingungnya.
"Renovasi, Mas. Pintu belum dipasang lagi. Sementara lewat jendela dulu, ya," kata satpam dengan wajah tanpa dosa.
"Jendela?" Joko melirik ke samping, dan benar saja, ada satu jendela besar yang terbuka lebar. Beberapa karyawan sudah lebih dulu memanjat jendela untuk masuk.
Joko hanya bisa menghela napas panjang. Dengan segala yang sudah terjadi pagi ini, memanjat jendela untuk masuk ke kantor rasanya sudah bukan hal yang aneh lagi. Tanpa berpikir panjang, ia menyingsingkan lengan bajunya, melempar tas ke dalam, dan mulai memanjat.
Namun, tentu saja, karena ini adalah harinya Joko, sesuatu yang konyol pasti terjadi. Di tengah memanjat, celana Joko tersangkut di jendela. Ia mencoba menariknya, tapi celananya malah makin kencang. Beberapa detik berikutnya, terdengar suara sobek pelan.
Joko membeku. Ia bisa merasakan dinginnya angin pagi menyusup di bagian yang tak seharusnya.
Penumpang di dalam kantor yang kebetulan melihat kejadian itu langsung terbahak-bahak. Seorang rekan kerjanya bahkan sampai jatuh terduduk, tak bisa menahan tawa. Joko menutup matanya sejenak, berharap ini semua hanya mimpi buruk yang bisa dia tinggalkan begitu saja.
Namun, kenyataan lebih absurd dari mimpi. Dan bagi Joko, hari yang "nyaris sempurna" ini baru saja berubah menjadi mimpi buruk yang tak terhindarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H