Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Musik Seriosa Indonesia Hilang Tak Berbekas

11 April 2010   11:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:51 3273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_116040" align="alignleft" width="200" caption="Ilustrasi/by Admin (Shutterstock)"][/caption] Chairil Anwar pernah berkata di dalam salah satu syairnya yang berbunyi “sekali berarti sudah itu mati”. Tapi sejarah keberadaan musik seriosa Indonesia adalah lebih tragis dari kata-kata Chairil Anwar tersebut. Sejarah keberadaan peradaban manusia dapat dilihat dari peningggalan-peninggalannya. Keberadaan binatang purba di masa lalu seperti Dinosaurus, Mammoth dan lain-lainnya meninggalkan fosil-fosil yang masih dapat kita lihat sampai sekarang. Tapi keberadaan musik seriosa Indonesia hampir tidak ada bekas-bekasnya sama sekali. Sungguh menyedihkan, sebuah aset budaya bangsa hilang begitu saja tanpa adanya peninggalan-peninggalan baik berupa rekaman, partitur, buku maupun catatan-catatan lainnya. Di dalam “sekali berarti sudah itu mati” mungkin yang mati masih ada kuburannya, sedangkan musik seriosa Indonesia tidak pernah kita ketahui dimana gerangan kuburannya?

Para stake holder atau pemangku kepentingan dari musik seriosa Indonesia sebagai cabang dari seni musik adalah pencipta musik, pelaku seni musik (pemain dan penyanyi), dan masarakat penikmat musik. Disamping itu, tentunya bangsa, negara dan pemerintah Indonesia karena musik adalah aset budaya bangsa. “Kepunahan” seni musik seriosa ini adalah tanggung jawab mereka. Pencipta musik tidak lagi mencipta, pelaku musik tidak lagi manggung, penikmat musiknya makin lama makin sedikit. Sementara bangsa, negara dan pemerintah tidak berbuat apa-apa dalam hal ini. Nasib musik keroncong masih jauh lebih baik, karena pelaku musiknya masih aktif dan dokumentasi tentang keberadaan musik jenis keroncong ini masih banyak dan mudah didapat. Begitu juga halnya dengan musik Melayu. Walaupun tergilas oleh keberadaan musik dangdut, para pencipta, pelaku dan peminat musik Melayu relatif masih banyak. Bedanya, kalau musik keroncong sudah bisa dikatakan menjadi legenda karena langkanya kreasi-kreasi baru, musik Melayu masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang lebih dinamis.

Salah satu kesalahan yang sangat saya sesalkan dari para pecinta musik seriosa Indonesia ini adalah tidak adanya rekaman atau buku-buku atau bentuk dokumentasi lainnya. Saya adalah salah satu dari pecinta musik ini yang harus ikut bertanggung jawab dalam hal ini. Bila kita melakukan pencarian di internet, jangan harap kita bisa melakukan down-load terhadap lagu-lagu seriosa yang pernah ngetop pada jamannya, karena memang tidak ada yang pernah melakukan up-load. Baik google, yahoo ataupun situs yang lain tidak ada yang menyimpan lagu-lagu seriosa yang dulu pernah tenar. Yang cukup mengagetkan adalah ditemukannya nama Pranajaya dan Pranawengrum Katamsi, yang disebut sebagai Bapak Musik Seriosa Indonesia dan Perintis Musik Seriosa Indonesia. Saya tidak menafikkan nama besar ke dua penyanyi ini. Tapi saya kaget dengan sebutan tersebut yang berkonotasi seolah-oleh mereka adalah perintis dan pelopor dari musik seriosa Indonesia. Padahal masa kejayaan ke dua penyanyi ini adalah justru pada masa “sandyakala” nya musik seriosa.

Pranajaya dan Pranawengrum memang pernah menjadi maestro dan diva musik seriosa Indonesia. Walaupun sama-sama mempunyai nama yang berawalan Prana, mereka tidak ada hubungan keluarga. Pranajaya bernama asli Pranowo, sedangkan Pranajaya adalah nama artisnya. Setelah Pranajaya memenangkan sayembara Bintang Radio, Bung Karno, Presiden RI pada masa itu menghadiahkan bea siswa untuk memperdalam seni musik di luar negeri. Kalau para Bintang-Bintang Radio sebelumnya memilih untuk memperdalam ilmunya di Konservatorium Musik di Viena atau Roma, Pranajaya memilih untuk belajar ke Jepang pada tahun 1963. Dia adalah salah satu dari penyanyi bersuara tenor pujaan saya. Saya masih ingat bila ia menyanyikan lagu Indonesia Pusaka di siaran TVRI, yang pada waktu itu adalah satu-satunya stasion televisi yang ada, maka bulu kuduk saya jadi merinding karena terharu. Sepulangnya dari Jepang, apresiasi terhadap musik seriosa di Indonesia justru semakin surut. Akhirnya Pranajaya mendirikan Bina Vokalia yang terkenal itu, dimana ia mengajarkan kepada anak-anak teknik vokal yang baik dan benar, tapi bukan lagi musik seriosa yang ia geluti sebelumnya. Alasan ekonomi adalah dasar pertimbangan utamanya. Sementara Pranawengrum adalah penyanyi seriosa satu generasi sesudah Pranajaya. Berasal dari kota Yogya, Pranawengrum yang bersuara sopran ini merajai kejuaraan Bintang Radio berturut-turut sampai kejuaraan Bintang Radio ini dihentikan oleh RRI karena keterbatasan anggaran. Itu sebabnya Pranawengrum disebut Bintang Radio abadi, karena tidak pernah terkalahkan oleh siapapun. Jadi saya keberatan bila ke dua penyanyi besar ini disebut sebagai perintis. Penyanyi-penyanyi besar dan legendaris dari jenis seriosa ini cukup banyak. Ada nama-nama seperti Ade Ticoalu, Surti Suwandi, Evelyne Tjiauw yang bersuara sopran. Ada Norma Sanger, Rose Pandanwangi dan Sri Rahayu Susito yang bersuara mezzo-sopran. Di jajaran penyanyi pria ada Andi Mulja, AR Empie yang juga berprofesi sebagai jaksa dan Pranajaya yang bersuara tenor. Penyanyi bersuara bariton memang jarang, tapi kita pernah punya seorang baritono legendaris yaitu FX Rusmin. Saya sangat merindukan suara FX Rusmin menyanyikan lagu Kepada Kawan ciptaan Alhabsyi. Pada waktu sebuah misi kebudayaan Indonesia berkunjung ke RRC pada awal tahun 1960-an, duo Andi Mulja dan Evelyne Tjiauw mendapat sambutan luar biasa saat membawakan lagu Ati Raja secara duet. Saya iri sekali dengan penggemar musik Melayu. Pada tahun 1950-an ada Orkes Melayu Sinar Medan, ada Orkes Melayu Bukit Siguntang pimpinan A Chalik. Penyanyi besar masa itu adalah biduan Suhaimi dengan hit-nya berjudul Dunia. Begitu juga biduanita Hasnah Tahar, penyanyi pujaan ibu saya almarhumah. Lagunya yang terkenal antara lain Aiga, Rindu dan Bunga Seroja. Untuk mendengar kembali lagu-lagu ini kita bisa mengakses beberapa situs internet dan men-down load lagu-lagu tersebut dengan mudah. Walaupun mutu rekamannya tidak sebagus rekaman sekarang, untuk sekedar melepas rindu sudah lebih dari cukup. Tapi penggemar lagu seriosa seperti saya cuma bisa mengenang lagu-lagu seperti Dewi Anggraini, Terima Salamku, Citra, Karam, Malam Kenangan, Irama Desa, Lagu Biasa dan lain-lain di dalam hati saja. Sentuhan pencipta lagu seperti Sjaiful Bahri, C. Simandjuntak, Binsar Sitompul, Iskandar, Ismail Marzuki, RAJ Soedjasmin dan lain-lain sulit untuk direka-reka tanpa mendengarkan lagu-lagunya secara langsung. Apakah RRI masih menyimpan rekaman lagu-lagu seriosa tersebut? Dan apakah mungkin untuk mendapatkan duplikatnya? Yang ideal adalah apabila RRI berkenan meng up-load lagu-lagu seriosa tersebut di situs RRI sehingga kami, para penggemar musik seriosa Indonesia, bisa men down-loadnya? Siapa tahu?

Jakarta, 11 April 2010

Suhandi Taman Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun