Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Mengenal Slow Food

23 November 2009   00:08 Diperbarui: 7 Oktober 2020   15:00 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masak di rumah bersama anak. (SHUTTERSTOCK/GEORGE RUDY)

Slow food sebagai pokok bahasan tidak dapat dibicarakan secara cepat-cepat. Slow food bukanlah makanan yang dimasak pelan-pelan, atau masakan yang dimakan pelan-pelan. Kata slow food adalah ciptaan. Istilah ini diciptakan atau invented oleh orang-orang yang tidak suka dan menentang keberadaan fast food à la Amerika yang dewasa ini merambah ke seluruh pelosok dunia. 

Slow food adalah sebuah gerakan yang muncul di Eropa, terutama di Italia kemudian diikuti oleh orang-orang yang sepaham dari negara-negara Eropa lainnya seperti Swiss, Jerman, Perancis dan lain-lain. Mereka menentang fast food bukan karena alasan kesehatan. 

Bukan pula karena fast food dianggap sebagai junk food, tapi karena alasan yang lebih hakiki, yaitu naluri dan kodrat manusia untuk menikmati hidup secara bebas dan alamiah. Gerakan ini tidak lahir begitu saja. Konsep ini berakar dari sejarah peradaban Eropa yang panjang.

Benua Eropa dikenal dengan sebutan old continent. Disebut demikian bukan karena usia benua ini sudah tua, atau lebih tua dari usia benua-benua lainnya, tapi karena dari sanalah asal-muasal datangnya peradaban dunia seperti yang kita kenal sekarang. 

Sebagai ilustrasi, kita bisa membuktikan teori ini dengan melihat peta dunia yang ada pada buku Atlas. Kita akan melihat bahwa benua Eropa terletak ditengah-tengah sebagai titik sentral. 

Hal ini wajar, karena merekalah yang pertama kali membuat peta ini. Secara demografis benua Eropa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan bagian selatan. 

Bagian utara beriklim dingin dengan penduduknya yang berkarakter “dingin”. Mereka adalah bangsa Anglo-Saxon yang dikenal sebagai pekerja keras yang harus mempertahankan hidupnya dengan disiplin yang tinggi untuk melawan alam dan iklim yang keras. Sebaliknya bagian selatan Eropa beriklim semi-tropis. 

Penduduknya adalah bangsa Latin. Mereka menikmati sinar matahari lebih banyak daripada bangsa Anglo-Saxon di utara, sehingga mempengaruhi sifat dan karakter mereka yang lebih “hangat”.

Perbedaan karakter dari kedua bangsa Eropa ini mempunyai dampak pada sudut pandang mereka terhadap seni gastronomi (memilih makanan) dan seni kuliner (memasak makanan). 

Bagi orang Anglo-Saxon, hidup adalah kerja keras. Oleh karena itu, makan adalah hanya untuk istirahat dan mengumpulkan kembali tenaga untuk kemudian melanjutkan kegiatan kerja keras mereka. 

Makan bagi orang Anglo-Saxon adalah ibarat recharging the batteries saja. Cita-rasa tidak penting. Yang penting bisa memulihkan tenaga dan bisa melawan suhu rendah selama musim dingin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun