Tidak banyak orang yang tahu tentang masalah yang kini sedang dihadapi oleh saudara-saudara kita kaum muslimin dan muslimat yang ingin berumrah ke Tanah Suci. Kursi-kursi di dalam pesawat dari berbagai maskapai penerbangan yang tadinya padat terpesan kini mendadak jadi setengah kosong menyusul banyaknya pembatalan dan penundaan. Biro-biro perjalanan wisata umrah kini sibuk menjadwal-ulang rencana perjalanan para jemaah, agar mereka tetap bisa berangkat dan menunaikan ibadah umrah pada kesempatan pertama. Yang menjadi pokok permasalahan adalah kebijakan baru yang kini dijalankan oleh Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta perihal pemberian visa.
Selama ini jadwal penyelenggaraan ibadah Umrah sudah ditetapkan secara teratur setiap tahunnya. Tidak sembarang waktu seseorang bisa berangkat untuk berumrah. Begitu juga dengan pemberian visa khusus Umrah oleh Bagian Konsuler, Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Sejak bulan Februari 2010 yang lalu, sejalan dengan telah usainya penyelenggaraan musim Haji tahun lalu, maka dimulailah musim penyelenggarran wisata Umrah tahun ini. Akan tetapi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sekarang Kedutaan Arab Saudi memberlakukan persaratan baru untuk pengeluaran visa khusus Umrah. Kalau dulu para jemaah cukup melampirkan tiket pesawat pada formulir permohonan visa, sekarang mereka diharuskan untuk melampirkan juga voucher pemesanan hotel di Jeddah dan Mekkah. Hal baru inilah yang menyebabkan banyak jemaah harus menjadwal ulang perjalanan ibadah Umrahnya. Permasalahan ini menimbulkan rasa keprihatinan di kalangan para jemaah dan keluarganya. Kesannya, mengapa orang mau beribadah dengan niat baik kok dipersullit?
Memang disayangkan bila kebijakan baru tentang pemberian visa ini kelihatannya kurang tersosialisasikan dengan baik kepada masarakat. Kebijakan baru Pemerintah Arab Saudi, yang dijalankan oleh Kedubesnya di Jakarta ini adalah konsekuensi dari peristiwa-peristiwa keimigrasian yang sudah sering terjadi di Arab Saudi selama ini. Banyak sekali kasus-kasus overstay (tinggal lebih lama daripada masa tinggal yang diijinkan) yang dilakukan dengan sengaja oleh banyak warga negara Indonesia dengan cara menyalah-gunakan visa Umrah. Mereka berangkat untuk beribadah dengan visa Umrah, tapi sesudah Umrah mereka tidak segera pulang ke tanah air tapi tetap tinggal di Arab Saudi menjadi pekerja atau pedagang gelap. Di kalangan masarakat bisnis wisata Haji/Umrah/TKI mereka ini dikenal dengan sebutan jemaah Umrah "sendal-jepit". Mereka mengadakan perjalanan ke luar negeri secara rombongan, membayar sendiri tiket pesawat terbang tapi pergi kemana-mana tetap saja dengan mengenakan sendal-jepit. Pada tanggal 2 September 2009 yang lalu saya pernah memposting sebuah artikel khusus tentang hal ini di Kompasiana. Mereka ini diorganisir oleh sebuah sindikat yang bekerja mirip-mirip para mafia "markus" yang memiliki kepanjangan tangan yang bekerja sangat "efektif" baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Di Jakarta dan Surabaya ada beberapa biro perjalanan wisata yang khusus menangani jemaah "sendal-jepit" ini. Di Arab Saudi sudah ada "panitia" yang siap memandu mereka untuk menjalankan ibadah Umrah dan kemudian menyalurkannya kepada majikan-majikan gelapnya. Yang "lucu" tapi sangat memusingkan kepala pihak imigrasi Arab Saudi dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah adalah bila sudah waktunya mereka untuk pulang. Biasanya mereka secara "sukarela" menyerahkan diri kepada Polisi Arab Saudi untuk ditangkap. Setelah menjalani proses pemeriksaan/penahanan umumnya mereka kemudian dipulangkan ke Indonesia secara "free of charge alias FOC bin gratis".
Kasus-kasus ini memuncak pada bulan Juni, Juli dan Agustus tahun 2009 yang lalu, dimana lebih dari 1000 (seribu) orang WNI terlunta-lunta di kolong-kolong jembatan jalan layang di kota Jeddah. Mereka menyerahkan diri kepada Polisi Arab untuk minta "ditangkap" tapi tidak digubris. Akhirnya mereka nekat berdemo di depan halaman KJRI. Pada waktu KJRI Jeddah dan Jawatan Imigrasi Arab Saudi akhirnya kewalahan dan bersedia melayani mereka, tiba-tiba muncul lagi kira-kira sebanyak 500 orang yang "nongol" minta ikut juga diproses. Saya yakin kejadian tahun lalu inilah yang kemudian mendorong Pemerintah Arab Saudi untuk menerapkan peraturan keimigrasian yang lebih ketat terhadap warga negara Indonesia tanpa pandang bulu. Akibatnya sekarang semua jemaah Umrah Indonesia kena getahnya. Ke depannya, saya kira ada baiknya bila Pemerintah Indonesia mau menindak sindikat mafia ini demi kepentingan khalayak yang lebih luas. Praktek, atau lebih tepatnya mal-praktek yang dilakukan oleh sindikat mafia umrah sendal-jepit ini pada hakekatnya adalah melawan hukum keimigrasian dan memalukan citra bangsa Indonesia di forum internasional. Kalau kita selalu abai dan tidak menindak, maka akibatnya kita yang akan selalu ditindak.
Jakarta, 30 April 2010
Suhandi Taman Timur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H