Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Saja Kerja Itjen Kemenkeu Selama Ini?

4 April 2010   23:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alkisah di sebuah area peparkiran, sebuah kendaraan bermotor roda empat sedang sibuk melakukan manuver. Dengan konsentrasi penuh si pengemudi memundurkan kendaraannya agar bisa memarkir mobilnya pada tempatnya yang pas. Seorang juru-parkir ikut memandu sambil berteriak-teriak: “Teruus . . Teruus . .Teruuuuuus..!”. Tiba-tiba terdengar suara “Gedubrak!”. “Ya! Stop!”, kata si juru parkir. Mobil berhenti, sementara tembok dinding yang berada di belakang mobil telah terlanjur ambruk dan bemper belakang kendaraannya juga sudah keburu penyok.

Cerita ini timbul kembali di benak saya sewaktu saya membaca berita di media bahwa Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan berniat untuk mengadakan pemeriksaan secara menyeluruh di segenap jajaran Ditjen Pajak. Pertanyaan yang timbul adalah apakah selama ini belum pernah ada pemeriksaan secara menyeluruh? Pantas saja Gayus Tambunan yang hanya pegawai rendahan Golongan IIIA ini bisa begitu leluasa menjalankan “kiprah” nya sebagai makelar pajak tanpa diketahui orang lain dengan “omzet” yang mencapai bilangan Rp 25 miliar.

Sungguh sulit untuk dibayangkan, bagaimana sebuah instansi yang strategis dan organisasi sebesar Kementerian Keuangan bisa berjalan tanpa fungsi kontrol yang efektif? Resminya, setiap karyawan Pemerintah diawasi oleh atasan langsung. Atasan Gayus Tambunan di instansinya ada cukup banyak yaitu, Kepala Sub-Seksi, Kepala Seksi, Kepala Bagian, Kepala Sub-Direktorat, yang semuanya berada dibawah Direktur Jenderal. Dibawah naungan Kementerian, Ditjen Pajak juga diawasi oleh Inspektorat Jenderal. Kinerja Kemenkeu bahkan diaudit oleh auditor Negara yaitu BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Bila kemudian Gayus bisa seenaknya melakukan semua penggelapan, korupsi dan pelanggaran aturan perpajakan tanpa diketahui oleh orang lain, maka fungsi kontrol yang tersebut diatas bisa dikatakan tidak berjalan. Dalam suatu acara jumpa pers, Menkeu mengatakan bahwa kemungkinan besar hal ini terjadi karena adanya budaya ewuh-pakewuh diantara sesama rekan atau apa yang disebut oleh Menkeu dengan istilah peer-group. Mungkin dalam hal ini Sri Mulyani benar, tapi istilah yang lebih tepat adalah bukan ewuh-pakewuh melainkan authority crisis. Yang ada bukanlah budaya sungkan tapi krisis wibawa.

Sudah jadi rahasia umum bahwa bidang pekerjaan di Depkeu adalah “lahan basah”. Hampir di semua lini (horisontal) dan hampir di semua tingkatan (vertikal) adalah lahan yang subur untuk melakukan lorupsi. Mengingat bahwa hal ini dilakukan secara “masal” alias berjemaah, maka budaya yang timbul adalah: Sesama pengemudi dilarang saling mendahului! Dalam bahasa gaul hal ini disebut budaya “nau-in” alias TST atau tau sama tau. Mereka, maksud saya para oknum-oknum ini, sama sekali tidak mengenal budaya ewuh-pakewuh. Lha wong cari rejeki kok pakai ewuh-pakewuh.

Setiap kali ada peluang terbuka, segera sikat habis! Moto mereka justru berbunyi kesempatan tidak datang dua kali! Bagaimana kalau diketahui atasan? Ya tidak apa-apa, bukankah atasan sudah punya lahannya sendiri yang lebih gemuk? Nah, disinilah timbulnya krisis kewibawaan itu. Atasan tidak bisa menegur anak buahnya, karena yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut belum apa-apa dibandingkan dengan yang dia sendiri lakukan. Seharusnya, didalam situasi dan kondisi seperti itu, Inspektorat Jenderal bisa memainkan perannya. Rakyat pembayar pajak perlu tahu, apakah pelanggaran ini sebuah kelalaian atau sebuah pembiaran?

Kalau kelalaian, kenapa bisa terjadi secara “masal”? Kalau pembiaran, apa bedanya fungsi pengawasan dengan kelakuan juru-parkir seperti dalam cerita diatas?

Jakarta, 5 April 2010

Suhandi Taman Timur

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun