Mohon tunggu...
Suhandi Taman Timur
Suhandi Taman Timur Mohon Tunggu... -

Pengamat gaya hidup, transportasi, pariwisata dan politk. Tidak setuju bila politik dibilang kotor, karena yang kotor itu hanya sebagian dari politisinya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mega Menang Atas Taufik dengan Skor 2 – 0

10 April 2010   02:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Didalam putaran babak pembukaan turnamen kejuaraan Kongres PDIP di Bali, Mega berhasil menang atas Taufik dengan skor telak, 2 – 0 langsung. Gol pertama dicetak oleh Mega pada hari pertama Kongres dalam bentuk penegasannya menolak gagasan berkoalisi dengan Pemerintah SBY. Sedangkan gol ke dua dibuat pada saat penyusunan anggota Dewan Pimpinan Pusat Partai periode 2010-2015 dimana jabatan Wakil Ketua Umum, yang selama ini dihembus-hembuskan sebagai wacana, batal diwujudkan. Dengan kekalahan ini pupuslah sudah impian Taufik Kiemas untuk membagi-bagikan kursi Menteri kepada Tjahjo Kumolo, Pramono Anung, Puan Maharani dan para fungsionaris PDIP yang lain. Demikian pula halnya dengan trik jangka panjang yang telah ia rancang untuk mendudukkan anak perempuannya dari Ibu Mega, Puan Maharani sebagai “putri mahkota” Waketum calon pengganti Megawati di masa depan.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi di dalam tubuh PDIP? Kenapa forum Kongres bisa dijadikan arena “pertandingan” diantara para elite Partai berlambang banteng gemuk ini? Memang, Kongres adalah forum tertinggi dimana Partai bisa mengambil keputusan penting apa saja. Pada saat yang sama, Partai ini masih belum sembuh dari luka-luka lama akibat kekalahan yang dideritanya pada Pemilu/Pilpres 2009 yang lalu. Sebetulnya, Partai mempunyai pilihan antara melangsungkan Kongres dengan segera agar bisa melakukan konsolidasi kedalam atau melakukan kontemplasi terlebih dulu untuk menetapkan strategi dan program-program baru yang kelak akan diimplementasikan dibawah kepemimpinan baru pilihan Kongres. Menurut pengamatan umum, pasca kekalahan dalam Pemilu/Pilpres 2009, PDIP mengalami trauma yang cukup berat. Akan tetapi PDIP tidak pernah melakukan kontemplasi secara khusus tentang hal itu. Kita tidak pernah mendengar tentang adanya kebijakan, strategi maupun program-program kerja yang baru dalam rangka menghadapi Pemilu/Pilpres 2014 nanti. Akibatnya, forum Kongres yang seharusnya difokuskan untuk memilih Ketua Umum dan anggota Dewan Pengurus/Dewan Pertimbangan Partai jadi melebar kepada diskursus tentang strategi-strategi parsial yang belum dibicarakan, apalagi disepakati sebelumnya. Hal-hal seperti ini memang kelihatan unik, tapi tidak bagi PDIP. Di dalam budaya Partai PDIP hal ini justru sudah biasa, kenapa? Karena di PDIP ada Mega dan Taufik. Ini tidak dimiliki oleh partai politik lain.

Megawati Soekarnoputri dan Taufik Kiemas adalah dua sejoli, ibarat dua sisi mata uang logam, yang saling membesarkan satu sama lain. Saya yakin tanpa Mega, Taufik bukan apa-apa. Begitu juga Megawati tidak akan jadi “orang” bila tidak ada Taufik Kiemas. Kita ingat di awal masa Orde Baru, seluruh keluarga Ir Soekarno diisolir secara politik oleh penguasa saat itu. Di lingkungan internal keluarga Bung Karno sendiri sudah ada komitmen bahwa mereka, semua tanpa kecuali, tidak akan terjun ke kancah politik. Nah, disinilah peran Taufik Kiemas yang “berjasa” mempengaruhi Mega untuk tidak mengindahkan komitmen keluarga Bung Karno. Sewaktu ke dua sejoli ini nekat ikut aktif di PDI (sebelum berubah menjadi PDIP), sang kakak, Guntur Soekarnoputra dan adik-adiknya sempat kuatir akan keselamatan Mega. Tapi setelah Orde Baru jatuh, dan Mega dengan PDIP-nya muncul sebagai tokoh dan partai politik yang memenangkan simpati rakyat, maka iklim di dalam lingkungan keluarga Bung Karno juga berubah. Sukmawati dan Guruh mengikuti jejak sang kakak terjun ke dunia politik praktis. Begitu juga halnya dengan Rahmawati, meskipun ia sempat marah-marah kepada Mega yang dituding tidak mematuhi kesepakatan keluarga.

Setelah kedudukan Ketua Umum Partai berada di tangan Megawati Soekarnoputri, maka peran Taufik Kiemas sebagai master-mind semakin kelihatan. Dari bergerak di belakang layar, sang dalang kini muncul terang-terangan di depan penonton. Apalagi sewaktu Megawati naik menjadi Presiden RI setelah MPR memakzulkan Gus Dur. Peranan Taufik semakin menjadi-jadi. Almarhum Gus Dur sering menyindir Taufik pada waktu itu sebagai “RI Satu Setengah” karena secara praktis Taufiklah yang berkuasa di negeri ini disamping isterinya yang RI Satu. Sebagai dalang, Taufik sangat lihai dan mengenal betul watak atau karakter wayangnya. Wayangnya ini adalah putri istana yang lemah-lembut, tapi keras kepala dan konsisten terhadap prinsip. Sebagai ibu rumah tangga Mega adalah isteri yang penurut tapi sebagai politisi, jangan harap Mega bisa diperlakukan seperti “kerbau dicocok hidung”. Tidak akan pernah bisa. Tidak percuma Mega jadi anak Soekarno. Kelihaian Taufik ini bisa terlihat dari caranya yang penuh kesabaran, penuh ketabahan, terus menyanjung isterinya di depan khalayak ramai. Padahal semua orang tahu bahwa maksud Taufik yang sebenarnya adalah ingin memaksakan kehendaknya sendiri. Sadar bahwa tidak mudah untuk “mengatur” Mega, maka dengan dalih regenerasi Taufik berusaha untuk membujuk Mega agar mewariskan “tahta” kursi Ketua Umumnya kepada Puan yang lebih penurut. Seandainya Mega masih belum bersedia untuk lengser sekarang tidak menjadi soal bagi Taufik. Tapi yang penting Puan harus mendapat kepastian secepatnya sebagai calon Ketua Umum yang akan datang. Wacana koalisi yang dilemparkan oleh Taufik adalah berdasarkan pertimbangan bahwa semakin lama PDIP bertahan di posisi oposisi, maka semakin pudarlah citra Partai di mata rakyat. Hal ini terbukti dari kemerosotan perolehan suara PDIP pada Pemilu 2004 dan 2009 secara berturut-turut. Sekarang, mumpung SBY sedang dongkol kepada Golkar, PKS dan PPP, maka ini adalah kesempatan emas bagi PDIP untuk berkiprah di Pemerintahan dengan cara menyambut uluran tangan SBY. Tapi apa daya, Mega tidak bergeming dari pendiriannya yang kokoh.

Kalau saya mengatakan bahwa Taufik dalang yang lihai, tidak berarti saya menganggap Mega wayang yang bodoh. Sama sekali tidak. Mega adalah justru wayang yang sama lihainya dengan sang dalang. Dibalik penampilannya yang feminin penuh keibuan, Megawati piawai memanfaatkan momentum yang tepat. Ia sangat sadar akan kewibawaannya. Dalam keadaan apapun, Mega tidak pernah mengalami krisis wibawa atau crisis of authority. Hal ini sering beliau buktikan dalam berbagai peristiwa. Oleh sebab itu, di saat dia “terdesak” oleh wacana-wacana yang dilancarkan oleh suaminya, seperti wacana PDIP berkoalisi dengan Partai Demokrat misalnya, maka jurus yang dipakai oleh Mega adalah “biar diputuskan di dalam Kongres”. Di forum Kongres ini Mega memainkan jurus kewibawaannya secara efektif. Para anggota dan para peserta Kongres biasanya sangat mengerti bahasa tubuh Ibu Mega dan selalu memberikan dukungannya yang penuh dan tanpa reserve. Baik wacana koalisi maupun wacana Waketum memang sempat menggoyang “iman” sebagian besar dari fungsionaris PDIP. Tapi Mega pandai memainkan kartu truf-nya secara efektif. Sebagai pasangan hidup yang sudah tidak muda lagi, Mega sangat mengenal segala taktik dan ilmu “kudu” (akal-akalan) sang suami. Tapi sebagai isteri yang bhekti dan hormat kepada suami, Mega tidak ingin mempermalukan Taufik. Walau skor menunjukkan angka 2 – 0, Mega memetik kemenangan ini tanpa mengalahkan suaminya sendiri.

Inilah keunikan PDIP sebagai partai politik, dimana pentas politik yang dimainkan oleh duo Mega-Taufik ini masih akan terus berlangsung. Pertandingan demi pertandingan masih akan terus dimainkan. Kita tidak tahu siapa yang akan menang dan kalah nantinya. Kali ini Taufik boleh “kalah” atau mengalah, tapi bukan Taufik Kiemas namanya kalau dia menyerah. Seribu satu akal lainnya masih menumpuk di kepalanya. Orang Betawi bilang, Taufik nggak ada matinyé! Artinya, Mega tidak akan selalu menang, dan Taufik tidak akan selalu kalah, yang pasti pertandingan-pertandingan ini akan selalu menarik untuk ditonton.

Jakarta, 10 April 2010

Suhandi Taman Timur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun