Mohon tunggu...
Suhandi Hasan
Suhandi Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Achiver

Ambonese (de yure), Celebes (de facto)

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Merawat Indonesia, Lawan Ujaran Kebencian lewat Literasi Digital

28 Juli 2018   02:04 Diperbarui: 28 Juli 2018   02:09 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menurut Muthohirin, dikutip dari Geotimes, pemanfaatan media sosial menjadi cara baru bagi kelompok radikal dalam menyebarkan benih-benih ideologi mereka[2].  Dunia maya telah menjadi kekuatan nyata yang menghubungkan soliditas dan militansi kelompok radikal hingga ke lintas negara, termasuk Indonesia. Keberadaan media sosial memberikan kemudahan dalam berinteraksi dan pengorganisasian.

Di tengah maraknya aktivitas media sosial, ada saja oknum maupun kelompok penganut paham ekstrimis, mereka yang menghalalkan jalan kekerasan sekaligus menjunjung tinggi diskriminasi intolerasi, berhasil memanfaat 'anugerah' yang terselip media sosial.

Dengan mudahnya, mereka menyebarkan pemahamannya yang bertujuan mengacaukan kehidupan harmonis dan mengancam kebhinekaan tentunya. Padahal kehidupan harmonis yang dibalut kebhinekaan adalah komitmen semua warga Indonesia untuk tunduk dan patuh pada Pancasila sebagai ideologi bangsa dan UUD 1945 sebagi pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

Pemblokiran dan UU ITE Sebagai Solusi ? 

 Hal ini tentu saja mendapat respon dari pemerintah Indonesia, melaui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pemerintahmemblokirwebsite, fanpage serta akun media sosial yang terbukti radikal dan melakukan hate-speech (ujaran kebencian) berbau isu SARA. Selain itu, jeratan Undang-Undang Informasi dan Transksi Elektronik (UU ITE) no. 19/2016, turut menajdi instrument dalam memberantas individu atau kelompok tertentu yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan, suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).

Dari catatan Keminfo, sedikitnya 814.954 situs yang dianggap radikal telah diblokir pemerintah. Selain itu, sejak 28 Agustus 2008 hingga kini, Safenet mencatat ada 219 laporan kepolisian menggunakan pasal UU ITE. Setidaknya ada 35 aktivis yang dijerat pasal karet, 28 di antaranya terjadi pada 2014. Kelompok aktivis yang paling rentan dipidanakan adalah para penggiat anti-korupsi, aktivis lingkungan, dan jurnalis[3]. Upaya pemerintah ini menjadi bukti tersendiri kalau aktivitas-aktivitas SARA sangat mudah bertebaran di media sosial.

 Namun benarkah pemblokiran dan jeratan UU tersebut menjadi solusi dalam melawan radikalisme di dunia maya? Terlepas keliru atau tidaknya tindakan pemblokiran dan jeratan UU tersebut, tindakan ini terkesan berpola seperti "intoleransi". Apa bedanya tindakan yang dilakuakan pemerintah saat dengan para ekstrimis-intoleransi?

Solusi yang dilakukan sekarang tak ubahnya memusnahkan si 'kafir' dengan mengebom satu gedung tertentu; padahal tak semua 'kafir' yang ada di gedung tersebut. Apalagi dalam beberapa kasus terkesan "asal gebuk" sebab beberapa kasus intoleransi dan ektrimisme di proses secara serius dan beberapa juga  terkesan sengaja dibiarakan. 

Sehingga, diperlukan cara lain yang lebih berdampak jangka panjang. Tentunya, dengan langkah yang tidak 'asal' gebuk, sebab yang namanya 'asal', merupakan tindakan serampangan, terbawa tensi yang lagi tinggi-tingginya, dan menafikan pertimbangan rasio yang lebih matang.

Literasi Digital Harga Mati

 Seiring internet dan gawai dapat dengan mudah diakses publik serta keterbukaan informasi yang semakin "telanjang", maka kemudian yang terjadi ialah batas antara kebohongan dan kebenaran menjadi tak kasat, selain itu fiksi dan nonfiksi semakin kabur. Beberapa orang kemudian menyebut era in sebagai masa'post-truth' atau pascakebenaran. Yakni sebuah kondisi dimana media informasi telah menjadi milik semua individu sehingga semua orang dengan mudah dapat menyebarluaskan pemikiran maisng-masing, termasuk yang ektrimism dan intoleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun