.
Kita ikuti tayangan video durasi 13" dari sebuah kanal video terkenal. Cermati dialek dan suasana tempat pelaku berfoya-foya, terutama dua cewek hampir bugil yang terus ter-cover kamera handphone canggih. Mengapa mereka tertawa dibumbui ujaran 'djantjoek' sambil menuding bagian tubuh menganga, alat vital temannya? Hampir dapat dipasti, pelakunya dari Indonesia, Surabaya, atau daerah kota kalian.
.
Sekarang, fokuskan pembahasan tentang penggunaan kata 'bersayap' itu.
Kosakata bermakna ganda (mendua, dikotomis, ambivalen) ini sudah banyak dibahas kalangan intelektual, seniman, wartawan, dan budayawan, mulai dari Kompasianer yang baru bergabung semenit lalu sampai dikritisi oleh elite mahasiswa tingkat doktoral.
Sampai tadi malam pun, masih saya jumpai arek surobojo dan para muda dari kota sebelah yang melontarkan, atau sekedar coba-coba menghias ujaran, sapaan ala metro lifestyle tooth : " ... jancuk .... !"
Sudah maklum, para ahli berbeda versi ketika melaporkan ulasan ilmiah tentang siapa pribadi kreatif (penemu) atau komunitas tradisional yang mula-pertama mengucapkan idiom bermakna-kesan dikotomis dari aspek antropologi bahasa. Yang jelas, kata ini telah dipopulerkan sejak lama, oleh komnitas tradisional tertentu, sebagian dari kalian, termasuk mungkin -dahulu kala, saya, dan sekarang oleh kehadiran media rubrik berbagi di Kompasiana.
Tapi, ada resiko bila artikel ini ditulis ceroboh, akan merangsang pelaksanaan agresif pemangku kebijakan-breidel diwakili oleh tuan-tuan admin yang santun. Saya perlu sedikit menyusun, analisis, dan cari dukungan referensi ilmiah seperlunya. Dan paling penting, tunduk pada syarat posting versi Kompasiana atau versi pengelola media online lainnya.
.
===> -- ilustrasi -- silakan kopipaste via edit HTML, free :