senandung bunda tak lagi merdu kian lirih, mengiris nadi surga hujati ego anak-anak dungu trah tak lagi tau membalas cinta tak mau tau, tak malu sebagian anak direnggut srigala berapa banyak terhisap nafsu benalu anak-sulung bergelar koruptor atau penjaja negara anak-tengah jadi penyamun dan penyaru anak-bungsu mengekspor tenaga kerja anak-angkat menjual tanah-air sebahu demi sebahu anak-haram keliaran mencecar ibukota anak-anak lain tak diantar pamong ke sekolah atau pos-yandu .
Special Image | National Geographic, daily - . duh, angkatlah hamba-Mu pelupa makna menyusu, jadi penggilas tulang iga biasa menyapa bunda bagai seekor babu bertubi peran hidup menghela berebut asa tiap dinding waktu jargon modern menimpuk kasih bunda hingga pecah lembut-susu saat kau rawat bayimu entah, apa terasa menghulu rela di benakku susubunda tanda ridho-Mu dulu hangati wajah bangsa persada kini nyaris rusak di negeri dadu bencana mengoyak kening pertiwi, membius desa permana namun, langit-Mu masih menyimpan janji syahdu semoga anak-anak mau berdoa: kapan kusudahi perantauan durjana . . * PF: Hari Bunda Indonesia, 22 Desember 2011 ** Baca juga karya kompasianer lain di Cinta Fiksi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H