Mohon tunggu...
Suhandayana Day
Suhandayana Day Mohon Tunggu... profesional -

PeGiat EDUMEDIART [ Edukasi, Media, Art ] antar institusi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Adegan unporno-ku barusan diblokir

29 Desember 2011   07:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:37 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SANGAT SESAL. Tulisan saya, yang tak kusengaja bersifat pornografis, tak bakal terlihat lagi di laman published. Apa pasal? Mungkin karena alasan melanggar pranatan sepihak Term of Use yang musti ditegakkan admin menghadapi materi posting Kompasianer nakal. Berdasar pranatan Privacy Policy, admin juga bisa mencabut paksa tulisan semacam artikel keluarga yang baru saja saya buat. Hak prerogatif admin sangat besar, berweang menggunting tulisan ataupun ilustrasi audio / visual yang kelewat 'merusak' kebutuhan publik dan melawan visi-misi Kompas Media Group, khususnya Kompasiana.com ini.

Sudah terasa, ketika mem-preview rancangan tulisan (saved - unpublished) sebelum posting atau publish, saya pikir, tentunya Admin berancang men-delete tulisan dengan gambar ilustrasi macam usulanku itu. Benar saja, tulisan itu pastinya hengkang, entah ... masuk keranjang sampah Admin warna apa. Sudah tentu, aku tak sempat menyisipi tanggapan khusus atau menilai (aktual).

Tapi, kenapa tulisan untuk rubrik Lifestyle: catatan harian (Opini) berjudul "Artikel Sex Pakai Ilustrasi XXX" yang dihabisi? Frame adegan yang menurutku unporno begitu saja diblokir. Padahal, isi bahasan tergolong lumrah ditinjau dari sudut pandang tulisan jenis tutorial. Ilustrasinya pun sudah saya modif, dengan tools montase via photoshop dan corel, pokok tak begitu vulgar.

Sementara, banyak posting tulisan lain bisa menegakkan bulu roma pembaca, bukan karena takut teror suspensi dalam naskah 'mirror' tapi menjijikkan. Silakan search sendiri pakai sebuah keyword berkonotasi pornosentris. Sangat terbaca vulgar. Bahkan konteks beberapa tulisan sama sekali tidak mengenai sasaran komunikasi. Admin pun masih menyimpan di file -database.

STOP BACA | Buka tab atau jendela baru, ketikkan kata urakan ********** |

Nah, iya khan? Ajang 'meludah', saluran gosip, romantisme picisan, dan sumpah-serapah di kolom ini sungguh dimanfaatkan secara optimal oleh Kompasianer 'sayap ekstrim'. Mereka pada sok bangga dan sok populer karena berhasil menyorong seonggok cerca-caci-tai-kucing di area publik semacam Kompasiana. Bukankah (?) ini 'wajah' admin juga yang selama ini suka bersembunyi di balik pisau rekomendasi, klasifikasi, kategori, editing, dll.

Saatnya saya pertimbangkan kembali, perlu-tidaknya merujuk, berbagi, atau menanggapi intisari tulisan buah karya kaum Black Kompasianer. Walaupun saya belum mahir menulis ( dan buat apa ikutan White Kompasianer versi pengelola media / admin Kompasiana), jika memilih bacaan biasanya mengacak fokus mata ke tubuh artikel yang bisa diduga mungkin memuat buah pemikiran inspiratif (antivir), atau fire-virus bahaya cipratan ludah-busuk.  Media online lain yang serupa (ada rubrik untuk berbagi) apa juga demikian atmosfirnya? Sebentar, tak tengoknya | Iya, sama saja. Kalau sesekali ngintip tulisan dan gambar slum, ya tetap saja saya lakukan untuk memantau kawasan (media) publik.

Wah, cukup tersedia ide untuk berpikir, meneliti, menulis, dan berbagi. Belum lagi kalau mau menyoal manfaat kontribusi para Kompasiana bagi manajemen dan business plan mereka bagi tahun usaha ke depan. Berbagai acara off-print bakal digelar spektakuler berturut-turut dan Kompasianet kebagian peran menyenangkan. Tentu, agenda bisnis Kompas Media Group masih 'menyisakan' manfaat bagi ambisi atau kebutuhan Kompasiana tertentu. Tak perlu saling curiga. Ambil hikmahnya hingga berguna bagi pengembangan nalar dan intuisi penelitian dan tulisan kita. Tarik benang-merah prosesi produksi dari hulu hingga hilir distribusi terakhir, ke mana Kompasiana bergerak-gerik, sehingga peneliti dan penulis, dan kreator memiliki kekuatan / daya tawar-menawar (bargaining power position) untuk menyikapi prinsip ikhtiar bersama: win win solution.

Seingatku, ada dinamika dan mobilisasi khalayak melalui gerakan kompasionet, konsepsi sekitar 1990-an yang dipakai oleh industriawan eropa dan amerika, yang juga dikenal sebagai program socio-marketing. Perusahaan besar bagi-bagi rejeki dan perhatian nyata kepada masyarakat di negara sedang berkembang ataupun di negeri tertinggal. Kalau begini keadaan strategi memenangkan media dan wacana dialog kita, masihkah sudi saya dan anda 'menulisi' Kompasiana? [day11L29 14:48]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun