Mohon tunggu...
suhairi anwar
suhairi anwar Mohon Tunggu... -

Ini aku, lelaki yang jatuh cinta pada Bahasa. (jalanaan.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guruku Pedagang LKS

30 Juli 2010   12:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang guru mengusir anak didiknya dari kelas lantaran belum melunasi uang LKS (Lembar Kerja Siswa). Si anak mengadu pada ibunya, si ibu mengadu pada bapak, lalu si bapak membeberkannya pada media. Dalam sekejap, masyarakat heboh ketika anak ini menjadi berita utama sebuah stasiun televisi swasta dan beberapa media lainnya.

Berita itu bukanlah yang pertama. Dan yang diberitakan ke permukaan pun hanyalah segelintir dari yang sesungguhnya terjadi. Masih segar diingatan bagaimana segelintir oknum guru diduga melakukan praktik jual-beli LKS kepada siswa. Namun, hanya beberapa hari, berita ini pun perlahan tenggelam ditelan riuh rendah peristiwa lain.

Pada dasarnya, tak ada yang salah dalam penggunaan LKS. Sesuai tujuan awalnya, LKS merupakan sarana penunjang belajar bagi siswa. Di dalamnya berisi sekelumit ringkasan materi. Selebihnya adalah soal-soal untuk diisi siswa sebagai uji pemahaman materi.

Masalah timbul ketikaLKS, oleh sebagian pengajar, dijadikan sebagai sarana utama pembelajaran. Akibatnya fungsi LKS sebagai penunjang belajar siswa berbalik menjadi penunjang aktivitas guru. Sebut saja misalnya bahwa dengan LKS, guru tidak perlu lagi susah-susah menyusun soal latihan. Jika siswa akan pulang, guru tinggal menyuruh siswa untuk membuka halaman sekian dan mengerjakannya di rumah. Bahkan tak jarang juga ada guru yang baru beberapa menit masuk kelas, langsung memerintahkan siswanya mengerjakan soal-soal di LKS. Alih-alih menunjang belajar siswa, hal ini pada akhirnya hanya akan menjadi beban bagi mereka. Sebab LKS seperti telah menjadi guru kedua, tentunya disamping gurunya yang sudah mulai menyambi sebagai pedagang.

Menanggapi semua itu, silahkan saja pemerintah berkilah bahwa seharusnya hal itu tak perlu terjadi dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah. Kepala Sekolah juga bisa saja menampik dengan membeberkan dana BOS yang tak pernah cukup. Atau guru-guru mengeluhkan gaji yang begitu minim sehingga tak bisa maksimal dalam mengajar. Tapi apa pun alasan yang dilontarkan, yang perlu digarisbawahi bersama adalah, jangan jadikan anak didik sebagai tumbal dari tindakan tidak terdidik apalagi hingga menghilangkan hak mereka untuk belajar.

Di tengah carut-marut pengelolaan sistem pendidikan di negeri ini, kita tentu saja masih optimis bahwa di luar sana, walau dengan pemberitaan yang minim, para pendidik yang jujur dan bertanggung jawab dengan profesinya jauh lebih besar dari yang tidak. Dan keyakinan ini memang tidak perlu diragukan lagi. Harapan kita adalah semoga pelajaran kejujuran tetap menjadi kurikulum utama di kelas-kelas sekolah kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun