Ā Ā .
Ā Ā Dirayakan setahun sekali, dalam rangka mengenang, mengapresiasi jasa Ibu. Tapi semua itu tak lebih dari sekedar omong kosong belaka. Sebenarnya bukan hari Ibu, "hari penyiksaan Ibu". Berlebihan? Tidak. Faktanya begitu. Coba saja turunkan badan riset internasional untuk mengumpulkan data, apakah betul dari sepekan saja sosok Ibu itu benar-benar diperlukan layaknya Ibu, sungguh-sungguh diringankan tugasnya yang---tak pernah ada habisnya.
Ā Ā "Bantu kok sesekali," ya itu kalau lagi keserempet malaikat saja, seringnya kan keserempet iblis, contoh ringan dan nyatanya:Ā
Ā Ā - Setelah makan, piring dibiarkan menumpuk. Dalam hati, "kan ada babu (Ibu)."Ā
Ā Ā - Pakaian kotor dibiarkan sampai putaran harus memakai seragam di hari Senin, dalam hati, "nanti ada jongos (Ibu), atau minta duit sama Ayah buat nge-loundry."
Ā Ā - Rumah dengan lantainya yang licin, lengket. Kamar mandi keraknya sudah sangat menguning. Batinnya, "santai kawan, lagi santai. Pembantu masih punya banyak energi."
Ā Ā Jadi kalau ada yang mengira hari Ibu itu sebagai penebus dosa kepada Ibu selama setahun, jadi semakin jelas semua ini hanya kumpulan hari yang dirajut dengan kepalsuan satu, kepalsuan dua, tiga, dan seterusnya dan seterusnya.
Ā Ā Bukankah kita hanya sayang, cinta, peduli melalui lisan saja, alias ngomong doang, realisasi 0?
Ā Ā Jadi hari 'penyiksaan Ibu' itu, harus ada? Buat menutupi kebobrokan selama setahun?