Ā Ā Ā Tak ada jawab, tatapan iba, heran, ketiba-tibaan yang membuat semuanya kaku, kalau dipikir-pikir, respon seperti apa yang paling tertepat? Setelah curhat aneh, tentang anak lelakinya yang berkawan dengan iblis buruk rupa.
Ā Ā Ladnemi masih memikirkan sahutan yang paling singkat dan sangat diharapkan. Belum juga ketemu, Aban sudah menyambung lagi, "Kalau aku jadi anakku, sudah kutinggal. Buat apa juga berteman dengan iblis, jelas-jelas siapa pun yang menjadikan setan sebagai temannya, maka dia telah mengambil seburuk-buruknya teman."
Ā Ā Ladnemi masih ragu mau merespon bagaimana kepada orang yang baru ditemuinya ini.Ā
Ā Ā Jangankan dia yang sibuk mencurahkan isi hatinya, ini itu. Apakah dia tak berpikir, kalau di dunia ini bukan hanya dia seorang yang punya derita semisal, pasti ada yang lain. Bahkan yang lebih parah.
Ā Ā "Maaf, kawan. Kalau dari tadi aku hanya sibuk menceritakan keluh kesahku seorang. Bagaimana sekiranya kalau aku juga patut dan tentu berkewajiban mendengarkan kisahmu juga. Yang bisa kubantu, akan kubantu. Yang dikira sukar, akan kita diskusikan lagi, lagi, dan lagi. Bahkan bahkan bukan hanya di lingkaran ini saja. Kita cari sampai ketemu solusinya, biarpun harus ke penghujung dunia sekalipun."
Ā Ā Terdengar dramatis sekali bukan, tapi begitulah Aban, dan kita lihat saja nanti bagaimana dia memegang omongannya. Ladnemi masih terkesan sangat berhati-hati sekali, dia seolah masih ragu untuk berbagi cerita.
Ā Ā Cls, RTD, 030124, 16.40, halub
#Germentigjan24
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H