.
Ā Ā Ā Desa keba, dengan penduduk yang mayoritas punya ciri khas budak anaknya sendiri. Kalau anaknya salah, mereka yang berkewajiban meminta maaf, sujud sujud ke anaknya agar tidak larut dalam perngambekan bangsatnya.
Ā Ā Mereka, rata-rata bangga betul dengan karakteristik taik itu. Kalau ditanya dari sudut filosofisnya. Waw! Kalian akan terjengkang bego. Hehe! Alasan yang sering diutarakan begini:
Ā Ā "Kalau yang namanya orang tua itu, harus selalu menyayangi anaknya. Apapun kondisi dan keadaannya. Bahkan kalau salah sekalipun harus tetap dibela, biarpun taruhannya nyawa. Sebab dengan anaklah eksistensi orang tua itu ada."
Ā Ā Wah wah, Tukme benar-benar terjengkang lalu bego, kepalanya terbentur tembok runcing, dirawat di puskesmas, rawat jalan saja biar ekonomis dan bisa dipantau selalu oleh keluarga terdekat.
Ā Ā Sering sekali sejak dia tahu fenomena ganjil itu, suram dalam mimpinya. Sesekali dia melihat seonggok tai yang dikerubungi banyak orang, lalu dijlat-jilat. Tak lama kemudian para penjilat itu patuh pada si pemilik kotoran itu.
Ā Ā Ternyata, pemberak itu adalah sosok yang sangat menyebalkan. Wataknya nyalahin orang lain, padahal mutlak kesalahannya sendiri. Kalau ngoreksi orang lain, sudah seperti penulis takdir baik dan buruknya seluruh manusia di bumi.
Ā Ā Padahal aslinya bejat. Perlahan tapi pasti, karir si pemilik tinja itu, dia tentu selalu PD tanpa i. Setiap hasrat ingin menundukkan suatu tempat otomatis langsung bereaksi dengan pola anadalannya.
Ā Ā Merasa paling penting dan yang lain bukan apa-apa.
Ā Ā .