.
Dari kenikmatan yang membuat hati teriris, bahkan sesak seolah ada asap-asap tebal yang merenggut leganya pernapasan. Lempar tugas pun menjadi tindakan favorit, agar terlihat paling sibuk juga paling berat deritanya.
Melimpahkan kesalahan diri sendiri ke orang lain, memasang wajah serius buatan. Dengki pun menutupi hakikat bahwa *segala sesuatu telah ditakar* olehNya. Wajah dikerutkan lagi, lagi, dan lagi.
Kalau saja otak dan hati lebih dahulu berpikir ketimbang mulut, tentu hal-hal yang tak diinginkan tak akan datang melumat diri sendiri. Namun, mulut lebih dimanja dari anggota tubuh mana pun, bicaralah sesuka hati tanpa berhati-hati.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia dari penduduk Surga, lalu ia dicelupkan satu kali celupan ke dalam Surga. Kemudian ditanya, 'Wahai keturunan Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya sedikit saja? Apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan sedikit saja?' Orang itu berkata, 'Tidak demi Allah, wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat penderitaan dan tidak merasakan kesengsaraan sama sekali sebelumnya'". (HR. Muslim).
Melihat orang nyaman hidupnya, seolah tak bekerja, langsung iri, ngoceh ke sana kemari. Lalu mengaca kepada diri sendiri yang KENYATAANNYA pun tak jauh berbeda dari orang yang telah dilihatnya, timbullah niat buruk agar orang yang dilihatnya tak lagi bertabur kenikmatan.
Semua sudah diatur, ngapain juga setiap kenikmatan yang ada pada orang lain harus dikritisi bahkan dilenyapkan. Kayak otak sudah busuk saja. Berpikirlah dahulu, renungkanlah lebih dalam lagi mengapa semua ini bisa terjadi.
Tapi lebih enak melihat orang lain menderita dan diri sendiri tenggelam sampai mati dalam kenikmatan, yakin itu yang diinginkan?
Dia berfirman:
}
[ : ]
Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Ditambah lagi,
"Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Hud [11]:6).
Tapi gitu lah bre, kalau enggak iri enggak enak, kalau enggak hasud rasanya bukan gue, kalau enggak ghill enggak waras dan seterusnya.
Mari sadar, ini tempat singgah bukan tempat ngotot sana sini aku yang paling si aku, he enggak lucu!