.
Yang lagi trend, dikejar sampai dapat, jika tidak, stress. Ada beberapa kekejian yang dipaksa namakan sebagai sebuah etika. Seperti harus sekali mengejar yang viral, lalu difoto-foto, bagikan, jangan lupa tambahkan kutipan yang seolah mengesankan, padahal menjijikan.
Mulai dari apa yang sering dipantau setiap hari. Di medsos terutama, supaya bisa dicontoh di kehidupan nyata, biarpun jauh dari kata pantas. Tapi senang saja bawaannya kalau heboh dengan yang sepekan terakhir jadi perbincangan, pencarian, dan panutan orang banyak.
Kalau bicara makan, maunya yang enak enak saja. Biarpun mukanya sangat tak enak dipandang. Ketika mengkritisi orang lain, bertindak seolah malaikat yang tak punya salah sedikitpun. Saat sedang berjalan, rasanya sudah seperti wanita tercantik di dunia, padahal berat banget mulut yang sudah gosok gigi, sudah scalling juga, memang membaguskan yang tak bagus itu berat, sangat berat ke jiwa-jiwa, ke tulang tulang, ke batin-batin.
Ada kebablasan yang masih saja dikatakan harus ada etikanya. Padahal sudah sekelas kebablasan, memang sepertinya akan selalu ada sekumpulan orang yang rela, tega, semangat berbuat busuk ke orang lain, tapi ketika dibuat busuk TARING TARING MEREKA KELUAR!
Titisan ya'juj ma'juj subur tinggal di bumi yang seharusnya bukan tempat tinggal mereka, sangat tak pantas untuk mereka. Kalau dengan alasan "Laki-laki suka suka ketika memberi nafkah." Siapa juga yang mau totalitas dengan perempuan ganjen murahan, mending cantik. Sudah jelek enggak mau nyadar kalau dirinya jelek, kebanyakan pakai perasaan.
Buka masker, baru tahu kalau khayalan itu terlalu sampah, tak ada cantik cantiknya sama sekali.
Menganggurkan diri lebih disuka, padahal dahulunya pernah selesai menyetorkan kitab yang berjumlah 604 halaman itu. Menghabiskan waktu dengan menonton akun akun yang dianggap 'hiburan', 'penyembuhan', hasrat mendekat kepadaNya musnah.
.
Cls, Selasa 4Juli2023, 12:02, halub