Ā Ā .
Ā Ā Pangan daharan, tempat mencari nafkah. Andar-andar, pelancong. Siapa yang tidak pelancong di dunia nan fana ini? Karena kedekatan tempat tinggal dengan laut, maka terbentuklah karakter, "Melautlah untuk mencari nafkah."
Ā Ā Susah senang sudah biasa menghiasi kehidupan seorang, dua orang, tiga orang, bahkan banyak orang---seluruh orang, kecuali yang rida, ketika susah datang dianggap bukti cintaNya, maka susah tak lain seperti senang.
Ā Ā Dataran kuat lagi kokoh yang menjorok ke laut dipercaya sebagai penahan gelombang ombang ketika sedang mengganas. Namun sayang beribu sayang, yang disayang sayang akhirnya terenggut oleh perompak, sebab tak mau menjual sumber daya alam yang ada.
Ā Ā Bukan karena tamak, tapi lebih karena masa-masa itu adalah masa paceklik yang sulit untuk mendapatkan bahan pangan. Seorang anak dari semak belukar melihat keganasan kenyataan terjadi.
Ā Dadanya bergemuruh, matanya menyala, hidungnya kembang kempis, sebab di sana seluruh keluarganya dibantai. Pangandaran tak lagi sama. Anak itu tetap menyimpan dendam kesumatnya.
Ā Ā Hari-hari berlatih terbentuk alami pada dirinya. Pergilah dia ke selatan hutan Sukapura. Seorang pengembala satu banteng jantan, tiga ekor sapi betina, dan beberapa rusa sedang sibuk-sibuknya mengurus seluruh hewan-hewannya.
Ā Ā Kedatangan anak itu jelas diketahui oleh pengembala. Tanpa menoleh sedikit pun ke arah anak tersebut dia berucap. "Perompak itu, seluruhnya akan mati mengenaskan dengan kedua tanganmu, tak lama lagi." Sontak anak itu tersenyum sambil meneteskan air mata tanpa terisak.
Ā Ā Rentang waktu mengukirkan etika pada anak itu:
Ā Ā 1. Mengucapkan salam